Polemik Demokrasi, Pemilu Tepi Jurang Menuju 2024

Rival Laosa
Political Science Universitas Muhammadiyah Jakarta
Konten dari Pengguna
16 Maret 2023 13:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rival Laosa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Wacana Penundaan Pemilu 2024 menjadi marak diperbincangkan, polemik demokrasi kian memanas, penundaan ataupun pelaksanaan tepat waktu pemilu sedang Tarik ulur dalam dinamika politik Nasional, pasalnya sejak 2023 awal, fenomena terbaru yang mencuatkan wacana penundaan pemilu, Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat mengetok palu Pemilu 2024 ditunda hingga 2025 dari keputusan tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Prima dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum dengan narasi penghukuman kepada KPU terkait Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan tujuh hari.
ADVERTISEMENT
Melihat fenomena demokrasi yang kian merumit, narasi ataupun wacana penundaan pemilu yang sedang bergema di Indonesia, menjadikan situasi politik nasional kian memanas. Penundaan pemilu jika ditelisik dari wacana-wacana yang beredar dalam radar nasional, maka bisa dikatakan dapat mencederai demokrasi, halnya pemilu yang menjadi simbolis kemerdekaan dalam berpendapat, memilih wakil rakyat dan pemimpin daerah serta presiden menjadi aktor dalam perubahan demokrasi yang melakukan perjalanan sejak kemerdekaan. Berbagai tokoh politik nasional pun turut menanggapi pro dan kontra, dinamika partai politik dalam wacana penundaan pemilu digaungkan dan dimanfaatkan sebagai panggung elektabilitas. Kontroversi yang dihadirkan ditengah-tengah masyarakat sebagai pandangan politik.
Jika penundaan pemilu diindahkan oleh bangsa dan negara ini, maka secara nilai, bentuk dan sistem yang seharusnya dijalankan sesuai dengan aturan kebangsaan dan kenegaraan akan rusak, pasalnya rakyat yang menjadi dasar untuk demokrasi namun dikacaukan dengan penundaan pemilu, sebagaimana sistem seharusnya berjalan dengan bentuk yang membawa nilai-nilai demokrasi. Bukan sekedar pandangan-pandangan tokoh ataupun elit politik bahkan partai politik yang beranggapan mewakili semuanya bahkan sampai ke kemanusiaan individupun.
ADVERTISEMENT
Demokrasi tercacatkan dengan tidak berjalannya sistem demokrasi karena penundaan pemilu yang bahkan belum jelas apakah penundaan tersebut dapat dilaksanakan atau tidak, karena dengan dinamisnya politik sudah jelas dengan ada propaganda yang ditebarkan oleh aktor-aktor politik untuk menjaga kepentingan tersebut.
Sumber Photo : Pixabay.com
Jika berbicara demokrasi sebagai sistem yang menjadi tangan Panjang dari Pancasila yang dimana dari Ketuhanan sampai dengan keadilan selalu dilaksanakan dan dicita-citakan sebagai kesejahteraan terbaik. Penundaan pemilu sama halnya dengan memperpanjang masa jabatan, seharusnya dengan waktu yang sudah diberikan selama 1 periode harus disanggupkan dalam penyelesaiannya. Bukan dengan meminta waktu lagi dengan mencoreng titah demokrasi yang ada.
Penundaan pemilu tidak boleh dilaksanakan sebagai tanda, bahwa negara Indonesia memang benar-benar menganut kebebasan dalam demokrasi, politik pun tidak terlepas darinya. Maka dari itu seharusnya penegasan pelaksanaan demokrasi harus tetap diperjuangkan dan dijalankan sesuai dengan sistem yang ada. Ini sebagai bukti konkret bahwa negara bukan hanya milik elit politik saja atau milik satu partai saja namun kenegaraan dengan sistem, bentuk dan nilainya adalah milik semua rakyat Indonesia. Maka dari itu Pemilu seharusnya tetap dilaksanakan sesuai dengan yang sudah ditetapkan, polemik dalam demokrasi seharusnya dibatasi dalam halnya etika dan adab politik nasional yang ada.
ADVERTISEMENT
Oleh : Rival Laosa
Mahasiswa Ilmu Politik FISIP
Universitas Muhammadiyah Jakarta