Siaran TV dan Radio Diawasi KPI, Bagaimana dengan Konten-Konten di Medsos?

Rivan Efendi
Rivan Efendi ialah Penulis dan Jurnalis Muda asal Aceh. Ia memiliki ketertarikan khusus pada kajian self-improvement, sejarah, dan politik. Ia juga rutin mengirimkan tulisannya di beberapa media seperti Kumparan, IBTimes, Indozone.
Konten dari Pengguna
17 Februari 2023 9:06 WIB
·
waktu baca 10 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rivan Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Berbagai Platform media sosial yang saat ini digunakan oleh masyarakat Indonesia (Gambar: pixabay.com/pixelkult)
zoom-in-whitePerbesar
Berbagai Platform media sosial yang saat ini digunakan oleh masyarakat Indonesia (Gambar: pixabay.com/pixelkult)
ADVERTISEMENT
Media telekomunikasi dan informatika di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Era televisi dan juga radio seolah telah digantikan dengan banyaknya media lain yang lebih praktis dan canggih.
ADVERTISEMENT
Perkembangan ini akhirnya juga didukung oleh teknologi yang semakin memadai untuk dimanfaatkan masyarakat dalam melakukan berbagai macam hal di waktu yang sama. Hal ini tentu membuat pemerintah dan juga masyarakat harus bisa memberikan perhatian lebih terhadap perkembangan media yang ada—yang saat ini sudah sangat didominasi oleh berbagai platform media sosial.
Ketika berbicara perihal media di Indonesia, ada banyak hal yang bisa dibahas. Mulai dari sejarah perkembangannya, seluk-beluk, atau setiap hal yang menyelimuti media tersebut, bahkan hingga perkembangan dan gambaran media yang terjadi saat ini.
Ketika berbicara perihal media di Indonesia, ada banyak hal yang bisa dibahas. Mulai dari sejarah perkembangannya, seluk-beluk, atau setiap hal yang menyelimuti media tersebut, bahkan hingga perkembangan dan gambaran media yang terjadi saat ini.
ADVERTISEMENT
Perkembangan Media Sosial di Indonesia
Dalam perkembangannya, media telekomunikasi dan informatika pertama yang ada di Indonesia dimulai dengan kehadiran media cetak sebagai pembawa kabar atau berita bagi masyarakat. Dahulu masyarakat sangat mengandalkan surat kabar hingga tulisan cetak lainnya untuk mendapatkan informasi terbaru.
Sayangnya, pemerolehan informasi melalui media cetak tidak bisa didapat di hari yang sama atau real time. Perlu waktu beberapa jam bahkan hari untuk seseorang mendapatkan informasi melalui media cetak di zaman dahulu.
Media cetak atau surat kabar ini akhirnya mengembangkan sayapnya menjadi majalah. Dalam majalah ini masyarakat bisa mengetahui lebih banyak informasi, bukan hanya berpaku pada berita terkini. Namun sayangnya era majalah tidak bertahan lama hingga akhirnya muncul media elektronik layaknya radio dan televisi tabung.
ADVERTISEMENT
Radio berhasil menjadi perhatian masyarakat karena bisa memberikan siaran berita atau informasi tidak lama setelah kejadian terjadi. Hal ini tentu membuat masyarakat menjadi lebih up to date. Hal serupa juga terjadi pada televisi. Perbedaannya, televisi juga bisa menayangkan gambar atas informasi atau hiburan yang disampaikan.
Kini era radio dan televisi tabung seolah mulai bergeser setelah banyaknya media elektronik layaknya komputer, laptop, dan ponsel beredar di tengah masyarakat. Mereka jauh lebih memilih menghabiskan waktu di depan laptop dan ponsel dibandingkan dengan televisi.
Alasannya cukup sederhana. Televisi hanya memberikan tayangan yang terkesan itu-itu saja, sedangkan ponsel melalui internet bisa mengakses lebih banyak hal. Tidak heran jika perkembangan ini membuat banyak perusahaan berbondong-bondong untuk membangun atau membuat sebuah aplikasi di media sosial sebagai media hiburan dan informasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, media sosial menjadi hal yang tidak bisa dipisahkan dari setiap orang. Seolah tiada hari tanpa media sosial bagi masyarakat Indonesia. Sayangnya, ada satu hal yang dilupakan oleh pemerintah Indonesia dalam menghadapi perkembangan media sosial.
Perkembangan ini tidak diikuti oleh keberadaan badan atau lembaga khusus yang mengawasi dunia media sosial. Cukup berbeda dengan pertelevisian di Indonesia, di mana pertelevisian Indonesia memiliki lembaga khusus yang mengawasi penayangan siaran, media sosial berjalan begitu saja tanpa adanya lembaga khusus yang mengawasi.
Dalam pemanfaatan media sosial, setiap orang tidak bisa begitu saja menggunakannya. Ada aturan tidak langsung yang mengikat pengguna media sosial untuk lebih berhati-hati dalam memberikan sebuah informasi, membuat konten, bahkan hingga berkomentar.
ADVERTISEMENT
Setiap konten video maupun foto yang diunggah di media sosial hanya berpedoman pada UU ITE tanpa memiliki lembaga khusus yang mengawasinya. UU ini memang terbilang cukup kuat untuk memberikan batasan kepada masyarakat dalam memanfaatkan media sosial.
Namun sayangnya tidak cukup kuat untuk memberikan batasan kepada masyarakat mengenai konten yang pantas dan tidak pantas untuk dilakukan atau untuk diunggah. Masih banyak konten tidak masuk akal dan tidak pantas lolos untuk dipublikasikan.

Konten di Media Sosial Saat Ini

Media sosial sendiri sudah mulai dikenal di Indonesia sejak awal tahun 2000-an. Seperti yang diketahui bersama, media sosial dapat diakses dengan mudah oleh siapa saja dan kapan saja dengan menggunakan bantuan alat elektronik dan internet.
ADVERTISEMENT
Internet ini yang nantinya membantu banyak orang untuk terhubung satu sama lain dengan dunia yang lebih luas. Pada saat itu internet sudah mulai beroperasi di Indonesia meski dalam kondisi yang belum stabil dan cukup lambat. Media sosial pertama yang beroperasi di Indonesia adalah Friendster. Di awal kemunculannya tahun 2002, Friendster sangat diminati oleh pemuda Indonesia untuk bertukar pesan.
Media sosial ini menjadi salah satu media yang bisa dikatakan cukup populer di masanya bahkan hingga saat ini, di mana setiap penggunanya harus memiliki akun dan dapat berinteraksi dengan lebih banyak orang. Bentuk interaksinya pun beragam. Bisa melalui live chat, bisa melalui unggahan foto atau video untuk kemudian dikomentari, atau melalui status singkat.
ADVERTISEMENT
Seiring berkembangnya zaman, muncul beragam aplikasi atau laman media sosial baru yang bisa dimanfaatkan masyarakat untuk menghibur diri, membagikan informasi, atau mungkin melakukan hal yang dapat menyenangkan banyak orang. Setelah kepopuleran Facebook, muncullah laman Twitter dengan pengguna yang cukup besar di Indonesia karena dapat berbagi informasi secara up to date.
Ada pula WhatsApp yang bisa dimanfaatkan setiap orang untuk menghubungi lebih banyak orang secara lebih personal melalui nomor telepon. Line dengan fitur yang serupa dengan WhatsApp. Serta masih ada banyak media sosial yang berkembang hingga saat ini layaknya YouTube, Instagram, dan lainnya.
Salah satu media sosial yang cukup populer di tahun 2021 hingga 2022 ini adalah TikTok. Salah satu media sosial baru yang mampu memikat hati masyarakat Indonesia dengan keberagaman konten yang ditampilkan. Bahkan penggunanya bisa memfilter apa yang ingin dilihatnya dan apa yang tidak ingin dilihatnya meski penayangannya secara acak atau random.
ADVERTISEMENT
Terbaru, aplikasi TikTok ini bisa dimanfaatkan setiap orang untuk melakukan belanja online. Aplikasi ini cukup digandrungi masyarakat Indonesia karena bisa membantu mereka menghasilkan uang melalui fitur live streaming dan berjualan.
Ketika berbicara mengenai konten di media sosial, bisa dikatakan konten media sosial saat ini jauh berbeda dengan konten media sosial 5 hingga 10 tahun lalu. Banyak hal yang seharusnya tidak dipertontonkan oleh seseorang kepada masyarakat, namun secara nekat tetap diunggahnya hanya demi kata viral dan mendapatkan popularitas.
Bahkan banyak hal seolah menjadi wajar di media sosial saat ini. Salah satunya dengan keberadaan konten yang mengeksploitasi anak kecil atau orang tua untuk mendapatkan keuntungan. Sebut saja salah satunya adalah konten mandi lumpur yang diunggah oleh salah satu akun TikTok.
ADVERTISEMENT
Adanya konten tersebut akhirnya mengundang perhatian banyak orang. Hampir seluruh pengguna yang melihat konten tersebut merasa kasihan dengan orang tua yang dimanfaatkan oleh anaknya atau orang terdekatnya untuk mendapat simpati dari masyarakat. Bahkan mereka marah terhadap pemilik akun yang dianggap “ngemis online” dan malas karena tidak mau bekerja dengan cara yang lain.
Sayangnya kemarahan pengguna media sosial ini tidak diimbangi oleh fakta yang terjadi di lapangan, di mana masih banyak orang yang menonton live tersebut dan masih memberikan hadiah, di mana hadiah tersebut bisa diubah menjadi uang.
Kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan media sosial ini bukan hanya terjadi pada TikTok, Instagram, Twitter, atau aplikasi serupa lainnya. Namun, hal ini juga terjadi pada media berita atau laman berita. Tidak jarang portal berita menyampaikan informasi atau berita bohong kepada masyarakat hanya demi pemerolehan eksistensi di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Hal ini banyak terjadi pada awal masa pandemi Covid-19, di mana berita yang disampaikan tidak relevan dengan hal yang terjadi di masyarakat. Berita ini pun juga berhasil membuat beberapa pihak percaya.
Ada pula beberapa oknum yang memanfaatkan media berita sebagai wadah bagi dirinya untuk menjatuhkan satu dan lain pihak. Kesalahan ini pun diterima begitu saja oleh media informasi karena mereka juga bisa mendapatkan keuntungan atas rencana yang ada.

Perlukah Lembaga Khusus untuk Mengawasi Konten Medsos?

Melihat banyaknya konten di media sosial yang dapat dikatakan semakin nekat dan tidak masuk akal, akhirnya terlintas pertanyaan, apakah perlu adanya badan khusus untuk mengawasi konten di media sosial? Secara mudah, jawabannya tentu perlu.
Saat ini media sosial hanya mengandalkan Kominfo sebagai pelindung dan pengatur. Sedangkan Kominfo sendiri tidak memiliki kewenangan khusus untuk melakukan sensor, penghapusan akun, atau pemblokiran akun.
ADVERTISEMENT
Kominfo memang memiliki kewenangan untuk memblokir situs atau melakukan pemantauan terhadap penyalahgunaan media sosial, tetapi hal ini tidak bisa dijadikan patokan, mengingat banyaknya tugas yang harus dilaksanakan oleh Kominfo.
Dengan adanya bahan pengawas khusus bagi konten di media sosial, tentu akan membantu pemerintah dan juga masyarakat untuk memfilter tayangan yang pantas dan tidak pantas untuk ditonton. Badan pengawas ini nantinya memiliki kewenangan atau kebijakan untuk memfilter setiap hal yang ditayangkan di media sosial.
Tidak adanya lembaga khusus yang menangani media sosial ini akhirnya membuat perusahaan atau pengelola media sosial tidak bisa mengambil keputusan yang tegas. Masih banyak hal tidak pantas bertebaran di media sosial karena kurangnya perhatian terhadap hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Perusahaan media sosial masih bisa membiarkan dan mentoleransi setiap hal yang ada (meski salah), selagi tidak melanggar panduan komunitas. Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus, hal ini tentu akan memberikan dampak yang cukup besar bagi pertumbuhan media sosial di masa mendatang. Terlebih hal ini juga berpengaruh terhadap pertumbuhan masyarakat di bawah umur yang menonton konten negatif tersebut.
Saat ini media sosial mengandalkan UU ITE sebagai media perlindungan dan keamanan. Jika dihitung semua, mungkin sangat banyak orang yang telah terjerat UU ITE karena ketidakpahaman masyarakat terhadap penggunaan media sosial, cara berkomentar, dan batasan yang harus dipatuhi pengguna media sosial.
Untuk itu, perlu adanya badan khusus dalam mengawasi perkembangan media sosial agar setiap aturan dalam memanfaatkan media sosial dapat terstruktur dan terperinci dengan baik. Badan khusus ini nantinya diharapkan bisa melakukan pemblokiran atau penonaktifan sementara akun yang melakukan eksploitasi, berkomentar tidak pantas, penebar kebencian, dan akun-akun serupa lainnya agar masyarakat bisa memanfaatkan media sosial secara lebih baik dan lebih bijak.
ADVERTISEMENT
Jika pertelevisian Indonesia saja bisa memiliki KPI sebagai badan khusus yang mengawasi penayangan visual dan suara yang akan dikonsumsi masyarakat, maka media sosial juga bisa menerapkan hal yang sama.
Berbicara mengenai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), pada 17 Januari 2023 saya sempat berkunjung ke Kantor KPID Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kunjungan tersebut saya sempat berdiskusi dengan Bpk. Drs. I Made Arjana Gumbara yang merupakan anggota Bidang Pengawasan Isi Siaran KPID D.I Yogyakarta. Dia mengatakan saat ini Undang-Undang dalam proses revisi di Komisi I DPR RI.
Dengan demikian kita berharap proses revisi Undang-undang tersebut dapat segera diselesaikan. Mengingat dampak negatif dari setiap konten yang beredar di berbagai Platform Media Sosial semakin bertambah, dan UU ITE hanya berperan secara micro dalam peredaran Konten di Sosial Media.
ADVERTISEMENT
UU ITE yang saat ini hanya berpaku pada 7 hal harus mulai dikembangkan. Bukan hanya tentang penyebaran video asusila, pencemaran nama baik, judi online, berita bohong, pengancaman atau pemerasan, ujaran kebencian, serta teror online, namun hal ini lebih krusial mengingat pengguna media sosial saat ini bukan hanya orang dewasa.
Ada banyak anak di bawah umur yang sudah bisa mengakses media sosial karena berhasil memberikan data palsu agar dapat mengaksesnya secara mudah. Menaikkan usianya menjadi 18 tahun yang seharusnya 10 tahun agar lebih banyak media bisa diakses. Ini yang menjadi alasan utama perlu adanya badan khusus yang mengawasi perkembangan media sosial di tengah remaja dan masyarakat Indonesia.
Ilustrasi para pengguna sosial media - gambar: pixabay.com/WebTechExperts
Melalui uraian yang ada, dapat ditarik benang merahnya bahwa media sosial saat ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat secara tidak wajar. Ada beberapa di antara mereka yang memanfaatkan media sosial untuk mencari keuntungan tanpa adanya usaha.
ADVERTISEMENT
Bahkan beberapa di antaranya melakukan eksploitasi kepada orang yang lebih muda atau jauh lebih tua untuk mendapat rasa kasihan atau simpati dari masyarakat. Adanya banyak penyimpangan dan kesalahan dalam pemanfaatan media sosial membuat masyarakat dan pemerintah harus lebih ekstra dalam memfilter konten mana yang layak atau tidak untuk dilihat.
Hal ini tentu bisa menjadi bahan pertimbangan bagi masyarakat atau pemerintah untuk membuat lembaga atau badan khusus dalam menangani kasus ketidakwajaran di media sosial ini, agar konten serupa lebih dapat diminimalkan dan tidak terulang kembali.