Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Mengapa Perempuan Lebih Mudah Mendapatkan Predikat Negatif Dibanding Laki-laki?
4 Juni 2022 10:19 WIB
Tulisan dari Riyadh Arasyi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika perempuan sering pulang malam, masyarakat pasti akan menganggapnya buruk. Sedangkan laki-laki yang sering pulang malam, seringkali dianggap wajar. Perempuan yang merokok pasti dipandang nakal. Sedangkan laki-laki yang merokok dianggap normal. Garis besarnya, perempuan lebih rentan mendapatkan penilaian negatif dibandingkan laki-laki. Hal tersebut sangatlah merugikan perempuan. "Kenapa hal tersebut bisa terjadi?"
ADVERTISEMENT
Jawaban sederhana dari pertanyaan di atas adalah karena budaya patriarki. Tetapi budaya patriarki tidak tercipta dengan sederhana, melainkan penuh kompleksitas. Ada kausalitas pelik yang melatarbelakangi munculnya budaya patriarki. Penyebab terbesarnya yaitu dari fakta biologis manusia dan konstruksi sosiokultural.
Namun sebelum membahas lebih jauh, perlu digarisbawahi terlebih dahulu bahwa jika berbicara tentang gender, bukan berbicara tentang laki-laki atau perempuan secara biologis. Karena gender berbeda dengan jenis kelamin secara biologis (seks). Tetapi, gender itu merupakan ciri tertentu yang melekat pada manusia berdasarkan konstruksi masyarakat. Sederhananya, yang lemah lembut itu feminin, sedangkan yang gagah dan kuat itu maskulin. Mari kita lanjut ke pembahasan utama.
Dari segi biologis, perempuan memang sudah ditakdirkan memiliki tugas untuk mengandung, melahirkan, dan menyusui. Selain itu, peran perempuan sebagai ibu memang lebih cenderung memiliki naluri yang lemah lembut dibandingkan laki-laki. Oleh karena fakta biologis tersebut, perempuan memiliki risiko yang lebih besar jika merokok, karena akan berdampak buruk pada fungsi reproduksinya. Perempuan juga akan lebih bahaya jika pergi dari rumah, karena rentan pemerkosaan . Terlebih, emosi perempuan lebih fluktuatif karena pengaruh ketidakstabilan hormon, sehingga seringkali harus mendapatkan perlakuan yang manja. Faktor-faktor tersebutlah yang akhirnya membuat dikotomi dan subordinasi terhadap gender. Perempuan yang identik dengan feminin diangap sebagai makhluk yang inferior. Sedangkan laki-laki yang identik dengan maskulin menjadi makhluk yang superior.
ADVERTISEMENT
Karena faktor-faktor di atas, akhirnya masyarakat melakukan upaya preventif untuk lebih melindungi perempuan. Perempuan hanya diberikan tugas untuk bekerja di rumah saja, sedangkan laki-laki ditugaskan mencari nafkah di luar rumah. Perempuan dilarang keras untuk minum alkohol dan merokok, karena memiliki risiko yang lebih besar dari laki-laki. Atau ketika ada perang, perempuan diperintah berdiam diri di rumah, sedangkan laki-laki ikut dalam pertempuran. Belum lagi ditambah faktor kepercayaan, karena dalam mayoritas agama, yang menjadi tokoh sental adalah laki-laki.
Sehingga dari sanalah muncul superioritas laki-laki. Dan akhirnya tercipta budaya patriarki yang merugikan perempuan. Seperti perempuan yang hanya boleh bekerja di lingkungan domestik. Perempuan tidak boleh ikut campur urusan politik. Bahkan tidak mendapatkan hak yang sama dalam bidang ekonomi dan pendidikan. Seolah perempuan dibentuk menjadi makhluk yang lemah. Dalam arti kasar, perempuan hanya dijadikan sebagai objek seksual.
ADVERTISEMENT
Pola tersebut sudah berlangsung sejak ribuan tahun. Sehingga melekat bahkan mengakar dalam budaya masyarakat sampai sekarang. Terlebih, pada zaman dahulu belum banyak aktivis feminis yang memperjuangkan hak-hak perempuan. Akhirnya perempuan menjadi makhluk yang dinomorduakan dalam hierarki manusia. Stereotip yang sudah dikonstruksi masyarakat sejak lama juga membuat perempuan lebih rentan mendapatkan predikat negatif jika melakukan hal-hal yang umumnya dilakukan laki-laki.
Demikianlah jawaban dari pertanyaan di atas. Penilaian seperti itu terhadap perempuan harusnya sudah tidak ada lagi di zaman sekarang. Karena faktanya, banyak perempuan yang lebih cerdas dan lebih kuat dari laki-laki. Segala stereotip konservatif terhadap perempuan harus ditinggalkan dan diubah. Agar kesetaraan bisa semakin ditegakkan.