Iuran BPJS ‘Naik’, Ternyata Ini Alasannya?

Riyardi Arisman
www.riyardiarisman.com for more story
Konten dari Pengguna
27 Mei 2020 15:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riyardi Arisman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Penyesuaian iuran BPJS pun akhirnya dilakukan. Penyesuaian yang bisa dikatakan sebagai ‘kenaikan’ itu dimulai dari kelas 1 yang naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000, Kelas 2 yang semula Rp 51.000 menjadi Rp. 100.000, dan Kelas 3 yang awalnya Rp 25.000 harus naik menjadi Rp 41.000. Tapi khusus untuk Kelas masih terdapat subsidi sebesar Rp 16.000, sehingga nominal yang dibayarkan masih pada angka Rp 25.000 hingga tahun 2021. Loh, kok bisa? Kenapa sih harus naik?
ADVERTISEMENT
Perdebatan pastinya terjadi di sosial media. Apalagi penyesuaian tersebut dilakukan saat pandemi, saat banyak orang ‘merasa susah’ dari segi ekonomi. Dan sebagai pengguna smartphone, kita juga harus mencoba pintar untuk mencari masalah dan solusi yang sebenarnya.
Sumber: BPJS
Sumber yang terpercaya terkait masalah ini tentunya adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) itu sendiri, untuk itu sembari membaca komen-komen lucu yang kadang ngeselin dari netizen, saya juga mencari informasi akurat melalui akun resmi BPJS misalnya di instagram @bpjskesehatan_ri.
Ada beberapa alasan mengapa ‘perlu’ diberlakukannya penyesuaian iuaran program JKN ini, diantaranya terkait usaha pemerintah dalam mejaga kesinambungan Program JKN, memberikan pelayanan yang tepat waktu serta berkualitas dan pastinya terjangkau bagi negara dan masyarakat, plus berkadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Besaran iuran tersebut juga disesuaikan dengan perhitungan aktuaria dan kemampuan membayar perhitungan aktuaria, dengan besar iuran PBPU Kelas 1 (K1) = Rp 286.085, Kelas 2 (K2) = Rp 184.617, dan Kelas 3 (K3) = Rp 137.221, dan sesuai ketentuan besaran iuran JKN pun perlu direview secara berkala maksimal 2 tahun sekali.
Setelah Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres 75 tahun 2019 tentang Perubahan Peraturan Presiden No. 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan dibatalkan oleh MA, maka pemerintah selain menghargai keputusan tesebut juga harus punya pepres baru untuk memberi kepastian hukum terkait jaminan kesehatan, untuk itu terbitlah Perpres No. 64 Tahun 2020 dengan beberapa penyesuaian.
Sumber: BPJS
Terus, kenapa penyesuaian dilakukan saat pandemi? Hal ini bisa dilihat dari beberapa faktor, seperti kemampuan peserta lainnya dalam membayar iuran, langkah perbaikan keseluruhan sistem JKN, pertimbangan inflasi di bidang kesehatan, dan juga prinsip gotong royong anter segmen.
ADVERTISEMENT
Di mana dengan berpacu pada Perpres No 64 Tahun 2020, orang miskin (Peserta PBI) tetap gratis iurannya, dan untuk Kelas 3 masih di angka Rp 25.000, karena subsidi dari pemerintah masih berjalan hingga 2021. Perpres ini pun menegaskan kehadiran negara, khususnya pemerintah, dalam menjamin kesehatan secara berkeadilan.
“Ya, kalau tak mampu bayar kelas 1 atau 2, turun saja ke kelas 3”, saya lupa pastinya bagaimana tapi saya pernah dengan ucapan tersebut. Perlu kita ketahui, bagi peserta JKN ada 2 jenis manfaat, pertama manfaat medis berupa pelayana kesehatan yang komprehesif (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif) sesuai dengan indikasi medis yang tidak terkait dengan iuran yang dibayarakan. Dan yang kedua manfaat non-medis meliputi akomodasi dan ambulan, fasilitas rumah sakit terkait layanan rawat inap sesuai hak kelas perawatan.
Sumber: BPJS
Nah, perlu kita ingat kalau manfaat medis dari semua kelas dalam kepersertaan adalah sama, jadi obat-obatan yang diterima pun sama, yang memberdakan pada intinya adalah fasilitas yang didapatkan.
ADVERTISEMENT
Dan saat ini pun, BPJS dalam mendukung tanggap Covid-19 memberikan sebuah solusi untuk kita yang masih punya tunggakan iuran, yang statusnya non-aktif, untuk melunasi hanya dengan membayar maksimal 6 bulan saja. Kelonggaran sisa pelunasan tunggakan juga diberikan sampai dengan tahun 2021. Yuks segela aktifkan kembali, karena tak hanya corona saja loh yang bisa menyerang kesehatan kita.