Konten dari Pengguna

Korporasi dan Pertanggungjawaban Pidana: Menggali Ketentuan KUHP Baru

Riyo Eka Sahputra
Aparatur Sipil Negara pada Komisi Yudisial RI
11 Februari 2025 8:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riyo Eka Sahputra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pengesahan KUHP baru Foto: Kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengesahan KUHP baru Foto: Kumparan
ADVERTISEMENT
Berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 2023, memunculkan subjek hukum baru, yaitu korporasi. Sebagai subjek hukum di Indonesia telah diakui secara resmi, korporasi memiliki hak dan kewajiban yang setara dengan individu. Pengakuan ini membawa konsekuensi penting: korporasi dapat diminta pertanggungjawaban secara pidana.
ADVERTISEMENT
Perubahan dari KUHP Lama
Dalam ketentuan KUHP lama, korporasi tidak diakui sebagai subjek hukum pidana. Fokus utama KUHP lama adalah pada pertanggungjawaban individu sebagai pelaku tindak pidana. Tindak Pidana yang dikenakan kepada Korporasi cenderung sebagai hal yang baru diatur didalam peraturan hukum Indoensia, beberapa undang-undang sudah mengatur sanksi pidana bagi korporasi, seperti:
• UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
• UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
Ketentuan dalam KUHP Baru
KUHP baru yang berfungsi sebagai kodifikasi mengenai aturan pidana di Indonesia mulai mengatur ketentuan tentang korporasi dengan lebih jelas dan dapat dikenakan sanksi dalam perkara tindak pidana. Berdasarkan Pasal 146 KUHP, korporasi didefinisikan sebagai kumpulan terorganisasi dari orang dan/atau kekayaan, yang dapat berupa badan hukum seperti perseroan terbatas, yayasan, koperasi, dan badan usaha milik negara, serta bentuk lainnya.
ADVERTISEMENT
Pertanggungjawaban Korporasi
Pertanggungjawaban korporasi dalam tindak pidana terjadi ketika tindakan tersebut dilakukan oleh pengurus yang memiliki kedudukan fungsional dalam struktur organisasi korporasi, atau oleh orang yang bertindak atas nama korporasi. Tindak pidana ini dapat dilakukan baik secara individu maupun kolektif.
KUHP baru menekankan bahwa tindak pidana korporasi berfokus pada kepentingan korporasi dalam menjalankan kegiatan usaha. Ini membedakan antara tindak pidana yang dilakukan untuk kepentingan individu dan yang dilakukan untuk kepentingan korporasi.
Syarat Pertanggungjawaban
Berdasarkan Pasal 48, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban, yaitu:
1. Tindak pidana termasuk dalam lingkup usaha atau kegiatan yang ditentukan dalam anggaran dasar.
2. Tindak pidana tersebut menguntungkan korporasi secara melawan hukum.
ADVERTISEMENT
3. Tindak pidana diterima sebagai kebijakan korporasi.
4. Korporasi tidak mengambil langkah-langkah pencegahan yang diperlukan.
5. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana.
Namun, pasal ini tidak menjelaskan secara jelas apakah semua syarat tersebut harus dipenuhi secara kumulatif atau cukup salah satu saja. Hal ini menurut penulis dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda di kalangan aparat penegak hukum dalam menentukan tanggung jawab pidana oleh korporasi.
Pertimbangan Majelis Hakim
KUHP baru juga mengatur hal-hal yang wajib dipertimbangkan oleh majelis hakim dalam memutuskan bersalah atau tidaknya korporasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 56. Pertimbangan tersebut meliputi:
• Tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan.
• Tingkat keterlibatan pengurus dan peran pemberi perintah.
• Lamanya tindak pidana dilakukan.
ADVERTISEMENT
• Frekuensi tindak pidana oleh korporasi.
• Bentuk kesalahan tindak pidana.
• Keterlibatan pejabat.
• Nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
• Rekam jejak korporasi.
• Pengaruh pemidanaan terhadap korporasi.
• Kerja sama korporasi dalam penanganan tindak pidana.
Jenis Pemidanaan untuk Korporasi
Ketentuan mengenai jenis pemidanaan bagi korporasi berbeda dengan individu. Pemidanaan korporasi terdiri dari:
• Pidana pokok: Denda.
• Pidana tambahan: Termasuk pembayaran ganti rugi, perbaikan akibat tindak pidana, pelaksanaan kewajiban yang dilalaikan, dan berbagai sanksi administratif lainnya seperti pencabutan izin, penutupan tempat usaha, hingga pembubaran korporasi.
Dengan adanya ketentuan dalam KUHP baru, korporasi kini dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana secara lebih jelas. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran korporasi untuk mematuhi hukum dan bertindak secara etis dalam menjalankan kegiatan usahanya. Pengaturan ini juga memberikan panduan bagi aparat penegak hukum didalam menjerat korporasi dalam suatu tindak pidana, serta memberi perlindungan lebih bagi masyarakat dan lingkungan dari tindakan korporasi yang merugikan.
ADVERTISEMENT