Masa Depan Manusia di Era Teknologi

RIZAL AZIS NUR ABDUR RASYID
Mahasiswa Psikologi 22 Universitas Brawijaya
Konten dari Pengguna
9 Juni 2024 15:37 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari RIZAL AZIS NUR ABDUR RASYID tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi masa depan. Sumber:Peera Sathawirawong/canva.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi masa depan. Sumber:Peera Sathawirawong/canva.com

The Frankenstein Prophecy

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kisah Frankenstein menceritakan tentang seorang ilmuwan yang menciptakan makhluk buatan. Pada awalnya, kisah ini tampak sebagai peringatan tentang bahaya bagi manusia yang mencoba "bermain sebagai Tuhan." Namun, makna yang lebih dalam dari mitos ini adalah kecemasan manusia akan transformasi mendasar yang dapat terjadi pada diri mereka sendiri akibat kemajuan teknologi, terutama dalam bidang bioteknologi dan kecerdasan buatan (AI). Kemajuan ini membuka peluang untuk mengubah manusia secara fundamental, baik secara fisik, kognitif, maupun emosional.
ADVERTISEMENT
Perkembangan teknologi, terutama dalam bidang bioteknologi dan kecerdasan buatan (AI), membuka peluang bagi manusia untuk mengubah diri mereka sendiri secara fundamental, baik secara fisik, kognitif, maupun emosional. Rekayasa genetika memungkinkan manipulasi gen untuk meningkatkan kemampuan fisik dan intelektual, sementara perkembangan AI dapat menciptakan bentuk kesadaran baru yang berbeda dari manusia saat ini.
Ketakutan yang mendasari nubuatan ini adalah bahwa manusia dapat menciptakan makhluk yang lebih unggul, yang pada akhirnya dapat menggantikan Homo sapiens sebagai spesies dominan di Bumi. Makhluk-makhluk ini mungkin memiliki kemampuan fisik dan intelektual yang jauh melampaui manusia, serta emosi dan identitas yang berbeda dari yang kita kenal sekarang.
Nubuatan Frankenstein menantang keyakinan tradisional tentang keunggulan manusia dan menimbulkan pertanyaan eksistensial tentang apa artinya menjadi manusia. Jika kita dapat mengubah diri kita sendiri secara fundamental, apakah kita masih bisa disebut manusia? Apakah kita hanya sebuah tahap dalam evolusi menuju sesuatu yang lain?
ADVERTISEMENT
Meskipun masa depan masih belum pasti, nubuatan Frankenstein mengajak kita untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini dengan serius. Ini adalah peringatan bahwa kita harus mempertimbangkan implikasi etis dari tindakan kita dan secara aktif membentuk masa depan yang kita inginkan, daripada membiarkannya ditentukan oleh kekuatan teknologi yang tidak terkendali.

The Animal that Became a God

Bagian "The Animal that Became a God" dalam buku Sapiens karya Yuval Noah Harari menyoroti perjalanan luar biasa Homo sapiens dari hewan biasa menjadi penguasa planet. Dalam rentang waktu 70.000 tahun, Sapiens telah berhasil menaklukkan lingkungan, meningkatkan produksi pangan, membangun peradaban yang kompleks, dan menciptakan jaringan perdagangan global. Namun, kekuasaan yang besar ini tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan. Sebaliknya, sering kali berdampak pada penderitaan hewan lain dan kerusakan ekosistem yang parah.
ADVERTISEMENT
Meskipun manusia telah mencapai kemajuan luar biasa dalam beberapa dekade terakhir, seperti mengurangi kelaparan, penyakit, dan perang, namun hal ini tidak serta merta menjamin kebahagiaan sejati. Manusia modern masih dihantui oleh ketidakpuasan dan ketidakbertanggungjawaban. Kita memiliki kekuatan yang belum pernah ada sebelumnya, tetapi sering kali menyalahgunakannya untuk kepentingan diri sendiri, menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam keberlangsungan spesies lain. Ketidakpuasan ini menjadikan manusia sebagai "dewa-dewa" yang tidak bertanggung jawab dan tidak tahu apa yang sebenarnya mereka inginkan, sebuah kondisi yang berbahaya bagi diri mereka sendiri.

Manusia telah menjadi spesies yang dominan di Bumi, namun kekuasaan ini seringkali disalahgunakan.

Homo sapiens, sebagai spesies yang dominan di Bumi, telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam memanipulasi dan mengendalikan lingkungannya. Namun, kekuasaan ini seringkali disalahgunakan dan berdampak buruk bagi planet ini dan penghuninya. Eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan, seperti penambangan minyak bumi dan penebangan hutan secara besar-besaran, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang parah. Tidak hanya itu, industrialisasi pertanian modern telah mengubah hewan ternak menjadi "mesin produksi" yang hidup dalam kondisi yang menyedihkan. Jutaan hewan ternak dikurung dalam kandang sempit, tidak dapat bergerak bebas, dan mengalami penderitaan fisik dan psikologis yang luar biasa. Semua ini dilakukan demi memenuhi permintaan manusia yang terus meningkat akan daging, susu, dan telur.
ADVERTISEMENT
Dampak negatif kekuasaan manusia ini tidak hanya terbatas pada hewan ternak. Kepunahan massal banyak spesies hewan, baik yang besar maupun yang kecil, juga merupakan akibat langsung dari aktivitas manusia. Perburuan yang berlebihan, perusakan habitat, dan perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia telah menyebabkan banyak spesies hewan terancam punah atau bahkan punah sama sekali. Ini adalah bukti nyata bahwa dominasi manusia telah mengganggu keseimbangan ekosistem dan mengancam keberlangsungan kehidupan di Bumi.

Kemajuan teknologi tidak hanya mengubah dunia fisik, tetapi juga mengubah cara kita berpikir, merasa, dan berinteraksi.

Kemajuan teknologi tidak hanya mengubah lanskap fisik dunia kita, tetapi juga merambah ke dalam ranah yang lebih dalam: kesadaran dan identitas manusia. Rekayasa genetika memberi kita kemampuan untuk memanipulasi kode genetik kita, membuka potensi untuk meningkatkan kemampuan fisik dan intelektual, bahkan mungkin memperpanjang usia manusia secara radikal.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, perkembangan cyborg, yaitu integrasi antara manusia dan mesin, mengaburkan batas antara yang organik dan anorganik.
Dan kemudian ada kecerdasan buatan, yang potensinya bahkan lebih membingungkan. AI dapat melampaui kecerdasan manusia, menciptakan bentuk kesadaran baru yang mungkin sulit kita pahami.
Semua ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang apa artinya menjadi manusia. Akankah kita tetap menjadi Homo sapiens yang kita kenal selama ribuan tahun, atau akankah kita berevolusi menjadi sesuatu yang sama sekali berbeda? Ini adalah pertanyaan yang harus kita hadapi saat kita melangkah maju ke era baru teknologi yang menjanjikan, sekaligus menakutkan ini.
Sumber :
Harari, Y. N. (2014). Sapiens: A brief history of humankind. Signal.