Konten dari Pengguna

Dear Pak Jokowi, 2018 Menteri Setopin Dong “Ngebonsai” Dunia Usaha!

9 Desember 2017 14:39 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizal Calvary Marimbo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Rizal Calvary Marimbo*
*Pemerhati Kebijakan Publik & Konsultan Komunikasi Korporasi/Dunia Usaha
Dear Pak Jokowi,  2018 Menteri Setopin Dong “Ngebonsai” Dunia Usaha!
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Dunia usaha tahun ini ibarat ayam kesulitan bertelur emas. Meminjam istilah Bapak Dahlan Iskhan. Ada momentum. Ada peluang. Namun, lagi-lagi pengusaha tak dapat mengoptimalkannya. Sebab, para menteri malah doyan menambah aturan sesuka hatinya dan kerap menakut-nakuti pengusaha. Kita mau tumbuh sampai 6 persen, ciptakan banyak lapangan kerja, selalu saja batal. Lagi-lagi, sebab kaki dan tangan pengusaha diikat.
Padahal, pada Agustus lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi ) sudah mengingatkan agar anggota Kabinet Kerja tidak sembarangan mengeluarkan Peraturan Menteri (Permen). Setiap Permen yang dikeluarkan harus disertai dengan kajian yang mendalam. Presiden sendiri sudah kasih contoh. Jokowi sudah mengeluarkan 16 paket deregulasi dan debirokratisasi ekonomi. Jokowi ingin longgar. Tetapi, beberapa kementrian malah membuatnya menjadi sempit dan pengap.
ADVERTISEMENT
Jadinya, 16 paket ekonomi di atas belum “nendang-nendang” juga. Sebab itu tadi, para menteri dan dirjen malah sibuk “melawan arus” dengan membuat Peraturan Menteri (Permen) baru, juklak, juknis dan berbagai surat himbauan kepada struktur dibawahnya dan mitra-mitra kerjanya. Ironis memang, disaat Presiden Jokowi berjuang keras membebaskan beban lilitan regulasi yang menggurita, beberapa menteri malah sibuk membuat lilitan baru yang mengebiri investor.
Contoh paling kentara di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM). Kementrian ESDM mengubah skema PSC menjadi gross split. Skema ini memang akan sangat menguntungkan negara. Sangat idealis memang. Tapi tidak realistis. Kontraktor mana yang mau melakukan eksplorasi ditengah kian menipisnya sumber-sumber migas diperut bumi nusantara. Skema ini sejatinya cocok, dulu bro. Jaman old. Disaat kandungan migas kita masih melimpah dan risikonya masih kecil.
ADVERTISEMENT
Di jaman now, perut bumi kita semakin kosong isinya, selain material tanah, pipa-pipa dan kabel optik. Siapa yang mau mengambil risiko, mengebor ladang-ladang minyak dan gas yang sudah mengering. Makanya, skema ini kemudian menjadi sepi peminat.
Bergeser ke soal kelistrikan. Pada tahun 2009, untuk menarik minat investor, Kementerian ESDM menetapkan harga listrik feed in tariff yang menarik untuk Energi Baru Terbarukan (EBT). Dan, sampai sekarang sudah beberapa kali direvisi. Bukannya semakin menarik, malah aroma disinsentif kian menguat. Hal ini menciptakan kegaduhan dan ketidakpastian baru bagi investor.
Ke atas (hulu), investor atau IPP disundul oleh evaluasi PPA. Ke bawah pelanggan listrik ditekan oleh kenaikkan tarif. Begitu kira-kira semangat dari surat Dirjen Kenagalistrikan untuk PLN baru-baru ini. Bapak Dirjen meminta PT PLN (Persero) untuk meninjau ulang kontrak jual beli listrik (Power Purchase Agreement/PPA) dengan pengusaha pembangkit listrik. Jadi, Kementerian ESDM meninjau apa yang dia sendiri sudah teken. Apa sih yang menjadi pegangan dunia usaha saat berinvestasi? Ya kontrak. Kalau toh harus ditinjau, kontrak tersebut semestinya disampaikan baik-baik. Duduk bersama. Bukan dengan cara menekan, atau main klaim sendiri. Mentang-mentang loe berkuasa.
ADVERTISEMENT
Kalau begini gayanya, lain waktu negara ini kembali butuh investasi baru, dimana bargaining pemerintah menjadi melemah sebab krisis, maka investor bakalan kapok. Sebab itu tadi, kita dikenal sebagai bangsa penabrak aturan dan rendahnya komitmen terhadap kontrak (sanctity of contract). Regulator harus memastikan, jangan sampai investor atau IPP merasa tertipu atau terjebak (baca: dijebak). Kalu toh memang PLN harus menekan biaya pasokan listrik, coba telisik, apa kebijakan “memborong semua pembangkit”, membeli delapan mobile power plant (MPP), dan mengurangi peran swasta merupakan sebuah kebijakan yang tepat dan sehat bagi arus kas perusahaan, yang kian terbebani utang?
Kita bergerak ke soal kebijakan fiskal. Pemerintahan Donald Trump akhirnya memangkas tarif pajak, baik pajak korporasi maupun pajak pendapatan orang pribadi, dari 35% menjadi 20%. Pasar langsung bereaksi positif. Dolar AS menguat atas sejumlah mata uang utama, termasuk rupiah. Nilai tukar dolar AS tembus Rp 13.500. Kenapa? Sebab pasar melihat masyarakat akan memiliki daya beli yang lebih tinggi (disposable income). Terus kebijakan itu akan mendorong peningkatan multiplier effect dari sisi konsumsi masyarakat (consumtion spending). Dan jangan lupa, investasi Amerika yang ditebar di negara-negara Asia Pasifik dan Amerika Latin bisa pulang kampung.
ADVERTISEMENT
Terus bagaimana dengan pendapatan negara. Sudahlah, disaat rakyat sedang melemah daya belinya, negara musti bisa mengalah dulu dan bertindak sebagai stimulator bukan “predator.” Ujung-ujungnya, kalo dunia usaha menggeliat, ekonomi boosting, pajak melonjak dengan sendirinya, tanpa dikejar-kejar. Biarkan dunia usaha bertelur emas dulu bro.
Semangat Donald Trump ini semestinya melekat di dada regulator perpajakan kita. Dalam draft rencana revisi-revisi revisi Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) yang beredar dikalangan pengusaha, isinya ngeri-ngeri sedap. Rata-rata isi draftnya membuat buku kuduk dunia usaha menjadi merinding. Inilah tantangan bagi Dirjen Pajak baru kita. Di sektor transportasi ada lagi rencana pembatasan truk. Kemudian di Perikanan, belum pulihnya industri perikanan, sebab terlalu banyak aturan. Di Perdagangan, ada aturan-aturan baru mengekang industri rokok dan seterusnya.
ADVERTISEMENT
Ini baru aturan-aturan di tingkat kementrian. Belum termasuk Perda-Perda bahkan ribuan aturan yang mengikat kaki kita sendiri dan bikin pusing. Pak Jokowi pernah bilang, terdapat 42.000 regulasi baik setingkat undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, peraturan menteri hingga peraturan gubernur, wali kota dan bupati di daerah yang membelenggu produktifitas bangsa ini.
Titip salam Pak Jokowi. Kita sangat mencintai Bapak dan program Bapak yang luar biasa membangun infrastruktur dari Sabang sampai Merauke. Sepanjang republik ini berdiri, baru bapak yang bikin orang diluar Jawa menjadi bangga berIndonesia karena infrastruktur makin kece dan pelan-pelan menyamai di Jawa. Tapi kalau bisa, jangan segan-segan diingatkan juga para menteri yang rajin menambah aturan baru. Kalau ingin ayam (dunia usaha/ekonomi) bertelur emas, menteri minimal jangan bikin sulit dengan macam-macam aturan baru di tahun 2018 nanti. Beberapa aturan yang “membonsai” dunia usaha, kami usulkan dianulir saja Pak. Mohon izin. Selamat Menyongsong Natal 2017 dan Tahun Baru 2018.(***)
ADVERTISEMENT