Konten dari Pengguna

Berikan Waktu untuk Conte, Roman!

Rizal Syam
Menyukai sepakbola dan kopi.
7 Februari 2018 16:46 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizal Syam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Antonio Conte pusing (Foto: Reuters / David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Antonio Conte pusing (Foto: Reuters / David Klein)
ADVERTISEMENT
Kau akan tahu kau sedang berada di dalam dunia industri ketika belum genap satu tahun kau begitu dielukan, tetapi sekarang semua menjadi kebalikannya. Perhatian yang dulu didapat kini berubah menjadi kekhawatiran.
ADVERTISEMENT
Di dalam industrialisasi, yang terpenting adalah efektivitas dan efisiensi. Lebih dari itu hanyalah pemanis belaka. Dalam pabrik, misalnya, hari ini pekerjaan yang kau lakukan tidak sesuai dengan target, atau setidaknya tidak menyenangkan buat si Mandor, maka tak peduli beberapa waktu lalu kau berhasil memenuhi atau bahkan melewati target, punishment tetap diberlakukan. Paling tidak kuping panas akibat omelan dari atasan.
Demikian pula yang terjadi dalam sepak bola. Antonio Conte adalah nama yang tengah berada di tepi jurang itu. Kekalahan demi kekalahan yang diderita Chelsea menjadi sebab kegundahannya. Ia dengan sekuat tenaga berusaha menenangkan diri di tengah terpaan media-media Inggris yang brutal.
Bayangkan saja: Bagaimana reaksi Anda ketika ada segerombolan teman kerja yang sudah membuat taruhan tentang sosok yang akan menggantikan posisi Anda, padahal mereka tahu bahwa kursi tersebut belum berpindah orang?
ADVERTISEMENT
Itu yang terjadi pada pelatih-pelatih di Inggris ketika tengah digosipkan akan dipecat. Mau tak mau kita mesti balik lagi menengok kredo ihwal efisiensi, bahwa kekosongan jabatan mestinya tak berlangsung terlalu lama, dan kalau boleh atau bahkan harus, hal semacam itu sudah ditentukan jauh-jauh hari.
Beberapa media Inggris belakangan membuat prediksi ihwal siapa yang bakal menjadi pengganti Antonio. Nama yang kemudian muncul dengan presentase paling tinggi adalah Luiz Enrique, bekas entrenador Los Blancos.
Rasa frustrasi para pemain Chelsea. (Foto: REUTERS/David Klein)
zoom-in-whitePerbesar
Rasa frustrasi para pemain Chelsea. (Foto: REUTERS/David Klein)
Kekalahan dalam empat laga secara beruntun memang seperti palu godam yang menghantam kepala pendukung Chelsea. Bahkan di tiga laga terakhir kekalahan selalu identik dengan selisih tiga gol. Sebuah tanda bahwa lini belakang sedang porak-poranda.
Kekalahan atas Bournemouth menaikkan level didih pada setiap dada True Blue yang khusyuk. Seperti tak cukup dengan skor telak, kita mesti disadarkan bahwa penyebab terjadinya bencana di Dean Court tampak belum diselesaikan. Dan benar saja, di matchday selanjutnya, Bakayoko dengan begitu lincahnya dalam membuat kesalahan.
ADVERTISEMENT
Sebuah umpan spektakuler yang sedikit melengkung jatuh di kaki Troy Deeney membuat banyak mata yang menyaksikannya berubah menjadi tampang nanar. Belum lagi dengan aksi tackling dari belakang yang diniatkan mencuri bola justru menjadi petaka. Untuk urusan ini, Bakayoko mesti memaksa Kante untuk memberikannya kelas khusus dalam urusan mengeksekusi blind spot guna mencuri bola dari kaki lawan ketika kita berada di balik punggung mereka.
Bakayoko adalah dosa terbesar Conte dalam beberapa pertandingan Chelsea. Tapi memberikannya sedikit waktu untuk mengembalikan performa The Blues rasanya bukan tindakan buruk. Toh ia masih lebih baik dan terhormat ketimbang dengan yang terjadi pada musim 2015/16 di bawah asuhan si cerewet dari Portugal.
Pep Guardiola & Jose Mourinho (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Pep Guardiola & Jose Mourinho (Foto: Reuters/Carl Recine)
Posisi empat rasanya bukanlah sebuah aib yang mesti cepat-cepat dihilangkan, mengingat ada pola yang seringkali menaungi Chelsea beberapa tahun terakhir. Musim setelah juara seakan tak pernah mudah bagi skuad Chelsea. Parahnya, pada musim ini, Conte pun terlampau bebal untuk mengubah taktik. Beberapa komposisi yang seringkali diturunkan malah membawa bencana.
ADVERTISEMENT
Sedikit bersabar (dan ikhlas) mungkin bisa menenangkan Conte. Terlebih, dikutip dari Tifo Football, Conte juga memiliki nilai rata-rata kemenangan yang cukup baik, yakni 70.3%, sama seperti Pep Guardiola. Tentu 'bersabar' terdengar klise. Tapi mau bagaimana lagi?
Seseorang tampaknya juga perlu membisiki telinga Roman agar tahu bahwa kekacauan akhir-akhri ini bukan semata-mata ulah Conte. Sejak lama Conte mengeluh dengan skuad tipis Chelsea. Dengan padatnya jadwal, khususnya pada Desember lalu, bangku cadangan yang hanya diisi oleh pemain-pemain muda minim pengalaman adalah tantangan tersendiri.
Mempertahankan Conte adalah keputusan yang sangat masuk akal. Biarlah sesekali Chelsea menghormati proses. Menikmati keterpurukan untuk nanti menjadi pelajaran di musim selanjutnya. Lagipula kita semua tahu bahwa perebutan gelar juara di Premier League sudah hampir pasti menjadi milik City.
ADVERTISEMENT
Di mata pendukung, Antonio tak seperti pelatih The Blues sebelumnya. Kali ini suara-suara yang menentang pemecatan Conte ramai terdengar. Di hadapan petaka bernama Watford kemarin, ketika papan skor memperlihatkan kenahasan, terdengar sorak-sorai dari tribun tempat pendukung Chelsea berada. “Antonio… Antonio.. Antonio”. Gemuruh teriakan itu mungkin adalah tanda sekaligus pernyataan: “Tak mengapa, Roman. Berilah waktu untuknya.”
#ConteStay