Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola?

Rizaldy Rivai
Seorang penggila sepakbola yang kebetulan juga memegang lisensi kepelatihan D PSSI. Pernah juga bermain di liga Hoofdklasse Belanda. #GKUnion
Konten dari Pengguna
16 Oktober 2018 12:27 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizaldy Rivai tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Timnas Indonesia U19 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Indonesia U19 (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Memang kalau dipikir sekilas, dengan jumlah penduduk lebih dari 260 juta jiwa, seharusnya Indonesia tidak kekurangan talenta dalam bidang apa pun.
ADVERTISEMENT
Populasi Tanah Air kita ini bahkan lebih besar dari gabungan jumlah penduduk Jerman, Perancis, Inggris Raya, dan Spanyol. Namun realitasnya, empat negara itu adalah raksasa sepak bola dunia, sedangkan kita lebih cocok disebut raksasa yang sedang tertidur.
Tentu saja, banyak faktor yang berpengaruh dalam menentukan kualitas sepak bola suatu negara. Pengembangan usia dini, misalnya. Satu hal itu saja sudah bisa mengubah landscape sepak bola suatu negara. Tapi saya di sini tidak akan berbicara tentang itu, mungkin untuk topik lain waktu saja.
Mari kita mulai pembahasan yang kali ini mengenai kewarganegaraan seorang pemain sepak bola. Saat ini, ada dua nama yang sedang ramai diperbincangkan para netizen dan pengguna media sosial di Indonesia. Nama yang pertama adalah Darren Sidoel.
Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola? (1)
zoom-in-whitePerbesar
Darren Sidoel, source IG @darren.sidoel
ADVERTISEMENT
Terlepas dari namanya yang terdengar familiar di kalangan masyarakat kita, Sidoel yang ini bukanlah anak sekolahan, namun adalah seorang bek tengah yang saat ini sedang bermain di tim U-23 Reading Football Club. Menurut pengakuannya, kakek buyut Darren berasal dari Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, sehingga ia pun tertarik untuk bisa berseragam merah putih.
Nama kedua yang sedang hot saat ini adalah Andri Syahputra, seorang anak asli Indonesia yang sedang memperkuat Al-Gharafa di Qatar.
Bermain sebagai seorang gelandang, Andri sempat menolak saat dipanggil PSSI kala seleksi tim nasional U-19 tahun 2017. Kabar ini terdengar oleh para netizen Indonesia, yang sontak menyebut Andri sebagai seorang pengkhianat bangsa. Apa benar begitu adanya?
ADVERTISEMENT
Sebuah pernyataan pernah dilontarkan oleh pelatih Timnas U-19 saat ini, Indra Sjafri. Beliau pernah seolah berjanji untuk tidak akan pernah menggunakan pemain naturalisasi saat dirinya mengarsiteki tim nasional Indonesia, karena keyakinannya yang begitu tinggi kepada bakat sepak bola di Tanah Air. Tentu ini adalah sebuah opini yang luar biasa dan patut dihormati.
Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola? (2)
zoom-in-whitePerbesar
Andri Syahputra, source IG @andri010
Namun saya di sini sedang mencoba untuk memahami perasaan seseorang seperti Kim Jeffrey Kurniawan atau Stefano Lilipaly, yang jelas adalah pemain naturalisasi. Memiliki darah Indonesia tidak menjamin seorang pemain sepak bola bisa langsung membela 'Tim Garuda', karena aturan kewarganegaraan kita yang ketat.
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 menjelaskan mengenai empat asas kewarganegaraan Indonesia. Salah satu asas tersebut adalah asas kewarganegaraan tunggal, yang berarti seseorang hanya bisa memiliki satu status kewarganegaraan.
ADVERTISEMENT
Aturan kewarganegaraan ini bervariasi untuk masing-masing negara, dan meskipun banyak negara yang juga menerapkan aturan kewarganegaraan tunggal, banyak dari negara tersebut yang tidak menerapkannya setegas Indonesia.
Lalu seperti apa kalau di Eropa? Beberapa contoh tentu bisa diambil. Mari kita mulai dari Carl Jenkinson.
Carl Jenkinson, seorang bek kanan berkewarganegaraan Inggris, saat ini berstatus sebagai pemain Arsenal, dan tercatat memiliki satu cap untuk 'The Three Lions'. Yang tak banyak penikmat sepak bola Indonesia tahu, Jenkinson pernah bermain untuk tim U-19 Finlandia, sebuah kesempatan yang ia dapatkan karena darah Finlandia yang mengalir di tubuhnya yang berasal dari ibunya.
Pada akhirnya, saat timnas senior Inggris memanggilnya, ia pun datang.
Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola? (3)
zoom-in-whitePerbesar
Carl Jenkinson, source Flickr / Kieran Clarke
ADVERTISEMENT
Apa yang dialami Jenkinson sedikit mirip dengan apa yang dialami Andri. Meskipun Andri tidak berdarah Qatar, namun ia memang sedang menempuh pendidikan di sana. Ayah Andri sempat menjelaskan ke media, bahwa panggilan untuk timnas bukanlah hal main-main dan memiliki proses panjang.
Bila ia pulang untuk memenuhi panggilan itu, jadwal sekolahnya akan terganggu. Fair point. Namun mungkin kita bisa juga berargumentasi, okelah tidak main untuk Timnas Indonesia, tapi kenapa harus main dengan Timnas Qatar?
Pendapat saya, seorang pemain sepak bola hanya bisa meningkatkan levelnya dengan bermain sepak bola secara rutin, dan semakin sulit lawan yang dihadapi akan membuat level pemain tersebut semakin meningkat.
Timnas U-18 Qatar saat itu sedang akan beruji coba melawan Timnas U-18 Inggris. Kalau saya jadi pelatihnya, saya pun akan katakan bahwa itu bukan kesempatan yang datang dua kali. Mumpung masih di timnas junior.
ADVERTISEMENT
Nama lain yang sempat panas adalah Diego Costa. Costa pada awalnya berkewarganegaraan Brasil, bahkan sempat membela timnas senior 'Selecao' di dua pertandingan persahabatan mereka. Namun beberapa bulan sebelum Piala Dunia 2014 dimulai, ia diundang oleh Spanyol untuk membela La Furia Roja.
Panggilan itu diamini oleh pemerintah Spanyol yang memberikannya status kewarganegaraan, dan ia pun mendapatkan 2 caps di kompetisi tersebut. Pengkhianat, begitu kata para pendukung Brasil.
Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola? (4)
zoom-in-whitePerbesar
Diego Costa, source Wikimedia Commons/Aleksandr Osipov
Lalu kok bisa pindah begitu saja, apalagi Costa sudah pernah main di timnas senior?
Aturan FIFA yang menyangkut kewarganegaraan pemain menjelaskan bahwa seorang pemain terikat status kewarganegaraannya dengan sebuah negara bila pernah tampil membela timnas negara tersebut dalam sebuah pertandingan kompetitif resmi. Bila Costa sempat tampil di babak kualifikasi Piala Dunia atau di Copa America, FIFA tak akan mengizinkan ia untuk berpindah kewarganegaraan.
ADVERTISEMENT
Nama terakhir yang akan kita bahas adalah Emilio Audero Mulyadi. Emil yang juga sempat tampil membela Timnas U-21 Italia lahir di Mataram, berposisi sebagai penjaga gawang, dan terdaftar untuk salah satu klub raksasa Eropa, Juventus.
Saat ini Emil sedang dipinjamkan ke Sampdoria dan berhasil mendapatkan tempat sebagai kiper utama. PSSI juga sempat berang dengan Emil karena menolak untuk membela timnas junior Indonesia.
Nah kalau yang ini masalahnya apa?
Sebenarnya tidak ada. Emil belum dipanggil oleh timnas senior Italia, dan menurut beberapa sumber, ia pernah berkata pada ayahnya bahwa sebenarnya ia mau membela 'Timnas Garuda'. Namun beberapa sumber lain mengatakan bahwa ada syarat kalau mau Emil membela Indonesia.
Syarat itu adalah Indonesia harus bisa terlebih dulu berprestasi di kancah Asia. Sombong? Mungkin. Haknya? Tentu saja.
Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola? (5)
zoom-in-whitePerbesar
Emil Audero, source IG @emil_audero
ADVERTISEMENT
Jadi mengapa banyak pemain Liga 1 yang berlomba-lomba mengejar naturalisasi di Indonesia seperti Ilija Spasojevic, Christian Gonzales, atau terakhir Esteban Vizcarra?
Salah satu alasan yang terbayang adalah se-simple rasa cinta mereka kepada Indonesia. Tiga nama pemain yang saya sebutkan terakhir antara sudah menetap lama di Indonesia, mungkin juga sudah memiliki pasangan WNI, sehingga sewajarnya mereka menjadi WNI pula.
Main di timnas itu tentu sebuah kehormatan, namun bila pemain-pemain tersebut memiliki performa yang bagus di liga, panggilan timnas itu sebenarnya bisa dibilang sebagai bonus.
Alasan lain yang terbayang adalah rasa kehormatan yang baru saja saya sebutkan. Sebutan national team player itu memang terdengar sangat luar biasa. Merasa sadar bahwa timnas negara asal mereka tak akan memanggil karena penuh dengan kualitas luar biasa, mereka memutuskan untuk mengejar status national team player itu di negara di mana mereka berkarier. Bukan sesuatu yang buruk atau salah kok, itu hak mereka.
ADVERTISEMENT
Begitu panjang yang dijelaskan, intinya apa semua pembicaraan ini? Ada dua hal.
Yang pertama, naturalisasi jangan dihadapkan langsung dengan sepak bola. Bila seorang pemain sepak bola berkewarganegaraan asing ingin menjadi WNI dan sangat berkeinginan membela panji-panji Timnas Indonesia, berikan kesempatan itu bila ia sudah memenuhi syaratnya.
Syarat itu apa? Untuk kewarganegaraan bisa Ius Sanguinis (bila ada pertalian darah) atau Ius Soli (sesuai tempat kelahiran), mungkin juga harus tinggal dulu di Indonesia beberapa waktu, dan akhirnya melepas kewarganegaraan asing yang dimiliki.
Sementara untuk syarat sepak bolanya, tinggal performa saja. Masalah nanti PSSI memanggil untuk tampil di timnas, itu belakangan. Kalau performanya bagus, kenapa tidak? Contoh gampangnya adalah Timnas Jerman untuk Piala Dunia 2014. Beberapa pemain dari timnas yang juara saat itu bahkan tidak lahir di Jerman.
ADVERTISEMENT
Lukas Podolski adalah contoh yang paling mencolok. Podolski berdarah Polandia dan lahir di Polandia, sebelum akhirnya pindah ke Jerman saat masa kecilnya. Pada tahun 2003, Podolski sempat ingin bermain untuk Polandia, namun ditolak oleh Pawel Janas, pelatih timnas kala itu.
Podolski akhirnya tampil 130 kali untuk 'Die Nationalmannschaft', mencetak 67 gol dan membantu Jerman meraih satu gelar piala dunia. Cerita sukses.
Apakah Arti Kewarganegaraan dalam Sepak Bola? (6)
zoom-in-whitePerbesar
Lukas Podolski, source Flickr / Saadick Dhansay
Yang kedua, selama seorang pemain sepak bola masih hanya sebatas tampil di timnas junior negara lain, tetap bukalah untuknya kesempatan memperkuat timnas senior Indonesia.
Kembali yang harus diingat di sini adalah tidak semua orang sama. Ada yang seperti Egy Maulana Vikri, yang berani untuk langsung berangkat ke Polandia untuk meniti karier di Eropa. Namun begitu dipanggil Timnas U-19 Indonesia, ia pun secepatnya kembali, bahkan dalam keadaan tidak 100 persen fit.
ADVERTISEMENT
Ada pula yang seperti Andri, yang orang tuanya menyarankan kepadanya untuk mengutamakan pendidikannya ketimbang memenuhi panggilan 'Timnas Garuda'. Kebetulan saat itu ada panggilan untuk Timnas U-18 Qatar datang, plus lawannya Inggris pula. Kebetulan, kebetulan. Eh, tiba-tiba dipanggil pengkhianat.
Jujur, bila memang ingin Timnas Indonesia naik kelas ke dunia sepak bola internasional, alangkah baiknya semua yang ada di kalangan sepak bola Indonesia sedikit lebih berbesar hati dan membuka pikiran. Tak patut rasanya bila setiap ada anak Indonesia lainnya yang memutuskan untuk membela timnas junior negara lain, para fans memperlakukannya seperti penjahat.
Dan sedikit buah pikiran untuk PSSI, kalau memang ada kesempatan lain kali untuk memanggil anak bangsa yang sedang membela negara lain karena satu dan lain hal, ya panggil saja.
ADVERTISEMENT
Bila mereka belum membela timnas senior negara tersebut, bisakah kita perlakukan mereka seperti aset masa depan yang bisa membantu kemajuan prestasi olahraga kita? Terus pantau perkembangannya dan berikan dukungan moral kepada mereka.
Kalau mereka akhirnya memutuskan menyambut panggilan tersebut dan ternyata berprestasi baik, kan kita juga yang untung. Jangan belum apa-apa dimusuhi, padahal belum tahu benar musuh apa bukan.
Salam damai olahraga untuk kita semua.