Konten dari Pengguna

Gaji Sudah Dipotong Pajak, Mengapa Masih Harus Lapor?

Damas Rizaladib Syabana
Mahasiswa Politeknik Keuangan Negara STAN
10 Februari 2025 12:23 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Damas Rizaladib Syabana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Banyak karyawan di Indonesia beranggapan bahwa mereka tidak perlu melaporkan pajak penghasilan karena gaji mereka sudah dipotong langsung oleh perusahaan melalui mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 21. Pemikiran ini cukup umum terjadi karena mereka merasa bahwa pemotongan pajak oleh perusahaan sudah cukup untuk memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Akibatnya, banyak yang tidak menyadari bahwa mereka tetap perlu melaporkan penghasilan melalui Surat Pemberitahuan Tahunan. Kurangnya pemahaman ini bisa menimbulkan risiko administratif, termasuk sanksi jika ternyata ada ketidaksesuaian dalam pelaporan pajak mereka.
SPT PPh Pasal 21 (Sumber : Penulis)
zoom-in-whitePerbesar
SPT PPh Pasal 21 (Sumber : Penulis)
Menurut Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, setiap wajib pajak, termasuk karyawan yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, tetap diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan meskipun pajaknya sudah dipotong oleh perusahaan. Hal ini ditegaskan lagi dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2017, yang menyatakan bahwa setiap orang dengan penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak wajib melaporkan SPT Tahunan. Saat ini, batas Penghasilan Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp54 juta per tahun bagi mereka yang tidak menikah dan tanpa tanggungan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa setiap wajib pajak diwajibkan mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas. Laporan ini harus dibuat dalam bahasa Indonesia, menggunakan huruf Latin, angka Arab, serta satuan mata uang Rupiah. Setiap wajib pajak juga diharuskan menyampaikan SPT ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat mereka terdaftar atau ke lokasi lain yang telah ditetapkan.
Banyak karyawan yang berpikir bahwa jika pajak mereka sudah dipotong oleh perusahaan, maka tidak ada kewajiban lain yang perlu mereka lakukan. Namun, ada beberapa alasan mengapa pelaporan pajak tetap penting. Salah satunya adalah untuk memastikan bahwa setiap wajib pajak sudah memenuhi kewajiban perpajakan mereka. Pelaporan ini juga menjadi salah satu cara bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk mengawasi kepatuhan pajak secara nasional.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, melaporkan SPT juga memberikan keuntungan bagi karyawan itu sendiri. Dalam beberapa kasus, mereka mungkin mengalami kelebihan pembayaran pajak yang bisa dikembalikan melalui mekanisme restitusi. Jika ada penghasilan lain yang belum dipotong pajaknya oleh perusahaan, pelaporan ini juga menjadi cara untuk menghindari kekurangan bayar yang berpotensi menimbulkan masalah di kemudian hari. Tidak melaporkan SPT juga bisa berakibat pada denda administratif sebesar Rp100.000 sesuai dengan Pasal 7 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jika ditemukan pajak yang tidak dilaporkan, DJP bisa mengenakan denda tambahan berupa bunga keterlambatan.
Selain kepatuhan dan manfaat administratif, laporan pajak juga seringkali menjadi dokumen yang diperlukan dalam berbagai keperluan keuangan. Misalnya, banyak bank meminta bukti pelaporan SPT sebagai proses pengajuan kredit atau KP untuk memenuhi persyaratan administrasi mereka.
ADVERTISEMENT
Untuk meningkatkan kepatuhan perpajakan, baik wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak dapat mengambil beberapa langkah yang lebih efektif. Wajib pajak sebaiknya mulai membiasakan diri dengan layanan e-Filing yang disediakan oleh DJP agar proses pelaporan pajak lebih praktis tanpa harus datang ke kantor pajak. Selain itu, mereka juga harus memastikan bahwa bukti pemotongan pajak dari perusahaan disimpan dengan rapi sebagai referensi dalam pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan.
Karyawan perlu memahami cara perhitungan pajak secara mandiri agar bisa mengevaluasi apakah pemotongan yang dilakukan perusahaan sudah sesuai atau masih ada potensi lebih bayar. Sebelum mengajukan laporan, penting untuk memeriksa dan menyesuaikan data penghasilan serta pemotongan agar tidak terjadi kesalahan dalam pelaporan. Selain itu, sosialisasi dan edukasi perpajakan dari DJP atau kantor pajak setempat dapat membantu wajib pajak memahami kewajiban mereka dengan lebih baik.
ADVERTISEMENT
Dari sisi Direktorat Jenderal Pajak, upaya sosialisasi dan edukasi perlu diperkuat dengan memanfaatkan platform digital seperti media sosial dan webinar agar dapat menjangkau lebih banyak karyawan dan perusahaan. DJP juga telah menyediakan layanan konsultasi pajak secara daring untuk membantu wajib pajak yang mengalami kendala dalam pelaporan. Penyempurnaan sistem e-Filing perlu dilakukan secara berkala agar lebih ramah pengguna dan mudah diakses oleh masyarakat.
DJP dapat bekerja sama dengan perusahaan untuk mengadakan seminar atau sesi edukasi seputar kewajiban pajak karyawan agar mereka lebih sadar akan pentingnya pelaporan pajak. Selain itu, sistem pengingat otomatis melalui email atau SMS dapat dikembangkan untuk membantu wajib pajak mengingat tenggat waktu pelaporan dan menghindari denda akibat keterlambatan.
ADVERTISEMENT
Dengan adanya upaya dari kedua belah pihak, baik dari wajib pajak maupun DJP, diharapkan kepatuhan perpajakan dapat meningkat. Hal ini tidak hanya akan mengurangi risiko sanksi administratif bagi wajib pajak, tetapi juga membantu menciptakan sistem perpajakan yang lebih transparan dan efisien bagi pemerintah.
Referensi
DDTC News. (2024, Februari 10). Meski penghasilan sudah dipotong pajak, karyawan tetap harus lapor SPT.
Direktorat Jenderal Pajak. (2019). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2019 tentang Tata Cara Penyampaian SPT.
Direktorat Jenderal Pajak. (n.d.). Pajak sudah dipotong perusahaan, kenapa harus tetap lapor SPT? Diakses dari https://www.pajak.go.id/id/artikel/pajak-sudah-dipotong-perusahaan-kenapa-harus-tetap-lapor-spt
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 9/PMK.03/2018 tentang Surat Pemberitahuan (SPT).
Pajak.com. (n.d.). Sudah bayar pajak, mengapa harus lapor SPT tahunan? Diakses dari https://www.pajak.com/pajak/sudah-bayar-pajak-mengapa-harus-lapor-spt-tahunan/
ADVERTISEMENT
Pemerintah Republik Indonesia. (2007). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.