Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Hal-Hal yang Dilakukan Ketika Pria Patah Hati!
13 Desember 2022 13:18 WIB
Tulisan dari Rizando Athalla Kirana tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam setiap menjalin suatu hubungan akan sering terjadi pertengkaran, perdebatan, maupun konflik yang dapat mengakibatkan patah hati. Hubungan yang masih di masa “PDKT” atau awal pendekatan, masa pacaran, dan ketika sudah menikah pun, konflik tidak akan dapat bisa dihindari. Hal ini lah yang sering mengakibatkan terjadinya patah hati. Ada yang mengatakan bahwa luka patah hati lama kelamaan akan terobati, tapi bagaimana jika butuh waktu yang lama untuk bisa terobati? Atau bahkan tidak bisa terobati? Hal itulah yang sempat saya alami ketika saya bertemu dengan seorang perempuan yang membuat saya merasakan pengalaman kurang mengenakan ini yang ternyata menjadi berkat untuk saya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kebanyakan orang berkata, hanya perempuan yang bisa merasakan patah hati. Malah para pria lah yang menyebabkan wanita mengalami patah hati. Menurut saya, hal tersebut salah. Pria juga dapat merasakan patah hati dan bahkan sakitnya patah hati pria lebih menyakitkan ketimbang patah hati yang dialami oleh perempuan. Adanya stigma bahwa laki-laki tidak boleh menangis menyebabkan lahir stigma lain yaitu sulitnya laki-laki mengalami patah hati. Menurut saya, ketika pria sedang patah hati, pria cenderung lebih memilih untuk menekan perasaan tersebut daripada harus mengungkapkan emosinya melalui tangisan.
Ketika seseorang sedang mengalami patah hati, mereka akan cenderung untuk lebih memilih cerita kepada seseorang, bermain untuk melupakan perasaan itu, mencari kesibukan lain, dan masih banyak lagi hal yang bisa dilakukan, tetapi sayangnya saya tidak melakukan hal itu. Saya memilih diam, tidak menceritakannya kepada teman-teman saya, dan itu menjadi boomerang untuk diri saya sendiri. Diam itu membuat saya semakin sakit hati dan menjadi orang yang pendiam karena memikirkan hal-hal yang sebenarnya tidak harus dipikirkan.
ADVERTISEMENT
Mulai dari kejadian inilah, lahir sebuah penerangan yang saya rasakan. Kalau boleh jujur, saya bukan tipe orang yang senang menceritakan keluh kesah kepada teman ataupun orang tua. Ketika ada masalah, saya lebih memilih untuk diam dan memikirkan untuk menyelesaikannya sendiri. Ketika kejadian itu, saya menggunakan cara yang sama untuk mengatasi masalah dan ternyata, saya tidak dapat menemukan jalan keluarnya.
Akhirnya dari kejadian itu, saya kembali merenung, bertanya, berpikir, dan mengapa tidak bisa mengatasi hal ini. Mengapa tidak bisa menemukan jalan keluar yang biasanya selalu mudah bagi saya. Kenapa ketika saya ditinggalkan, saya merasakan sakit yang berlebih. Sampai akhirnya, saya mencoba lebih terbuka kepada orang-orang dan saya menemukan cara paling ampuh untuk menyelesaikan masalah adalah menceritakannya.
ADVERTISEMENT
Saya coba menceritakan masalah yang saya alami kepada teman yang sudah saya percaya. Pada awalnya saya tidak suka menceritakan masalah kepada orang lain karena merasa ketika saya bercerita, itu hanya menambah masalah bagi orang yang saya ceritakan dan setiap orang memiliki masalahnya sendiri. Jadi mereka tidak akan mau mendengar cerita saya. Tetapi ternyata itu salah, teman saya mengatakan ketika orang memiliki masalah, orang itu hanya butuh didengarkan. Mereka tidak butuh balasan dari teman ceritanya karena kebanyakan orang yang memiliki masalah hanya ingin meluapkan masalahnya saja.
Hal itu yang akhirnya saya lakukan. Saya menceritkan masalah saya kepada teman saya dan ia hanya mendengarkannya saja. Tanpa satu katapun ia keluarkan dan ketika saya selesai bercerita. Saya merasakan perasaan yang berbeda. Saya merasa jauh lebih baik dan emosi saya serasa hilang. Akhirnya teman saya bilang bahwa kita tidak boleh memendam suatu masalah. Hal itu hanya akan lebih menyakitkan kita. Teman saya memberikan saran untuk coba bercerita ke orang tua saya dan coba untuk mencari kesibukan baru.
ADVERTISEMENT
Akhirnya saya mencoba untuk mengikuti saran teman saya. Pada awalnya, saya merasa ragu untuk bercerita kepada orang tua karena saya merasa orang tua saya bukanlah tipe orang tua yang ingin mendengarkan cerita anaknya, tetapi ketika saya mencoba untuk bercerita, balasan yang saya dapatkan jauh dari apa yang saya pikirkan. Orang tua saya menjadi orang yang paling bisa mendengarkan cerita anaknya dan mereka menjadi orang yang memberikan saran terbaik untuk perasaan saya sekarang. Saya merasa bersalah kepada diri saya sendiri karena dari dulu selalu memendam masalah dan tidak mencoba untuk menceritakannya. Saya tidak menyadari bahwa banyak orang yang masih peduli dan ingin mendengar cerita yang saya alami.
Selain itu, mencoba untuk mencari kesibukan-kesibukan lain untuk menjadi pengalihan merupakan cara yang ampuh. Saya merupakan orang yang gemar berolahraga jadi saya mencoba untuk berolahraga lebih sering. Saya juga berkumpul dengan teman-teman saya untuk mencoba melupakan perasaan patah hati itu.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, menurut saya, sesuatu yang buruk tidak akan selamanya buruk. Dari patah hati ini, saya bisa menjadi dekat orang tua saya, teman-teman saya, dan saya jadi lebih mengenal diri saya sendiri. Itulah arti yang saya temukan dari kejadian ini. "Habis gelap terbitlah terang", motto R.A Kartini itulah yang menjadi pacuan saya untuk selalu maju dan menghadapi segala masalah.
Live Update