Perebutan Kekuasaan: Dampak Kudeta Militer pada Kehidupan Sehari-hari di Myanmar

Rizka Andriana Santoso
Saya seorang mahasiswi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Tanjungpura Pontianak.
Konten dari Pengguna
20 Mei 2024 9:46 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizka Andriana Santoso tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bendera Myanmar (sumber: https://pixabay.com/id/photos/bendera-spanduk-bangsa-lambang-2526576/)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bendera Myanmar (sumber: https://pixabay.com/id/photos/bendera-spanduk-bangsa-lambang-2526576/)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kudeta merupakan sebuah upaya untuk menggulingkan kekuasaan seseorang yang memiliki wewenang dengan cara yang ilegal. Biasanya dilakukan dalam bentuk penggulingan pemerintahan serta pengambilalihan kekuasaan suatu negara dengan cara menyerang legitimasi pemerintah yang sah melalui rangkaian strategi yang telah direncanakan sedemikian rupa agar berjalan dengan sempurna. Tujuan dari kudeta ini sendiri adalah untuk mengambil alih kekuasaan dari pemerintah yang digulingkan agar pelaku kudeta dapat menggantikan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan di suatu negara. Keberhasilan kudeta diukur dengan seberapa besar kemampuan pelaku kudeta untuk membangun legitimasi yang diakui dan didukung oleh rakyat, pihak militer, dan non-militer di negara tersebut.
ADVERTISEMENT
Saat ini terdapat beberapa jenis kudeta, salah satunya yaitu kudeta militer. Kudeta militer adalah kudeta yang dilakukan oleh pihak militer, biasanya dilakukan oleh seorang perwira militer untuk merebut kekuasaan dan pemerintahan negara secara paksa. Hal ini dapat terjadi ketika suatu negara tengah mengalami penurunan secara besar-besaran, baik secara ekonomi maupun politik di negara tersebut. Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya kudeta militer ini di antaranya adalah adanya korupsi yang meningkat di kalangan para pejabat negara, ancaman gerakan separatis terhadap kesatuan nasional, tingkat inflasi yang tidak terkendali, dan meningkatnya angka pengangguran yang dapat mengakibatkan ketidakstabilan di masyarakat.
Keadaan-keadaan inilah yang menciptakan rasa ketidakpuasan yang mendalam di kalangan masyarakat, sehingga lama-kelamaan dapat menimbulkan penurunan rasa kepercayaan kepada kinerja pemerintah. Dalam situasi seperti ini, pemerintah tentu saja dianggap tidak mampu untuk menjalankan tugasnya dengan baik, serta mematuhi konstitusi dan hukum yang berlaku. Kondisi inilah yang dapat dimanfaatkan oleh pihak militer khususnya perwira militer untuk melakukan aksi kudeta dan mengambil alih pemerintahan secara paksa, dengan alasan untuk menyelamatkan negara dari krisis yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Ada banyak negara yang pernah mengalami kudeta, salah satunya adalah negara Myanmar. Myanmar merupakan negara yang cukup terkenal dengan kudeta militernya yang telah berlangsung selama enam dekade terakhir. Sejak saat itu, Myanmar terus saja berada di bawah kendali kediktatoran militer. Kudeta militer ini pertama kali terjadi pada tahun 1962, lalu kemudian berlanjut pada tahun 1988, hingga yang terjadi baru-baru ini pada tahun 2024. Kudeta-kudeta ini terjadi karena pihak militer Myanmar berusaha untuk mempertahankan kekuasaan dan pengaruhnya.
Kudeta pertama yang terjadi di Myanmar pada tahun 1962 merupakan titik dimulainya era pemerintahan satu partai dan dominasi militer di Burma, atau yang sekarang dikenal sebagai Myanmar, yang berlangsung selama 26 tahun. Dalam kudeta pertama ini, pihak militer menggantikan pemerintahan sipil AFPFL yang berada di bawah pimpinan Perdana Menteri U Nu dengan Dewan Revolusi Persatuan yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win. Kudeta yang dipimpin oleh Jenderal Ne Winini menandai penggulingan Perdana Menteri U Nu, yang telah memimpin negara sejak tahun 1948, dengan alasan pemerintah dianggap tidak memiliki kemampuan ataukapabilitas dalam memimpin negara.
ADVERTISEMENT
Kemudian terjadi lagi kudeta untuk kedua kalinya di Myanmar pada tahun 1988. Kudeta ini sering dikenal dengan sebutan Pemberontakan 8-8-88 atau Pemberontakan Kekuatan Rakyat. Sejak kudeta pertama yang terjadi pada tahun 1962 silam, negara Myanmar telah dikuasai oleh Partai Program Sosialis Burma sebagai rezim satu partai totaliter yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win. Melalui kebijakan-kebijakan pemerintahannya yang terkenal sebagai Jalan Burma Menuju Sosialisme, Myanmar mengalami isolasi ekonomi yang signifikan dan penguatan militer.
Lalu selanjutnya terjadilah krisis kudeta yang ketiga, yaitu pada tahun 2021 lalu di mana pada saat itu Myanmar baru saja melaksanakan proses pemilihan umum pada tanggal 8 November 2020. Dalam pemilu tersebut, Liga Nasional untuk Demokrasi berhasil memperoleh 396 dari total 476 kursi di parlemen. Sementara itu, partai militer dan Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan hanya meraih 33 kursi saja. Kudeta ini dimulai pada tanggal 1 Februari, ketika Penasihat Negara Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint, dan beberapa pemimpin partai ditangkap oleh pihak militer Myanmar. Dan dalam beberapa jam kemudian, Angkatan Bersenjata Myanmar menyatakan bahwa kekuasaan pemerintahan telah diserahkan kepada panglima tertinggi militer, yaitu Min Aung Hlaing.
ADVERTISEMENT
Lalu, apa saja dampak yang ditimbulkan dari kudeta-kudeta tersebut? Kudeta-kudeta militer yang terjadi tersebut tentu saja membawa banyak sekali dampak yang merugikan, terutama kepada warga negara Myanmar sendiri. Beberapa contoh dampak dari kudeta tersebut, yaitu adanya pelanggaran hak asasi manusia, termasuk tindakan kekerasan, penangkapan massal, penyiksaan, dan represi lainnya yang mengakibatkan timbulnya rasa takut dan cemas di kehidupan bermasyarakat. Selain itu, dampak sosial yang ditimbulkan dari kudeta ini juga sangat merugikan, dengan krisis yang melanda Myanmar. Jutaan orang mengalami kelaparan, kekurangan obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya, sedangkan ratusan ribu orang menjadi pengungsi di negara-negara tetangga dengan tujuan untuk mencari perlindungan dari kekerasan dan represi yang dilakukan oleh pemerintah militer.
ADVERTISEMENT
Dalam bidang perekonomian, negara Myanmar mengalami penurunan yang drastis di berbagai sektor perekonomian. Kegiatan ekonomi mengalami keterlambatan dan di beberapa wilayah bahkan berhenti sama sekali karena ketidakpastian politik yang diakibatkan oleh kudeta serta sanksi internasional terhadap negara tersebut. Banyak perusahaan besar maupun perusahaan kecil yang mengalami kesulitan dalam menjalankan operasional mereka, sehingga menyebabkan banyak industri mengalami penurunan produksi bahkan terpaksa menutup kegiatan produksinya secara keseluruhan.Banyak investor, baik investor lokal maupun investor internasional yang mengalami penurunan kepercayaan kepada Myanmar, sehingga mereka mulai menarik modal mereka dan mencari peluang investasi di tempat lain yang dianggap lebih stabil. Tentu saja hal ini berdampak buruk kepada negara Myanmar, karena dapat mengakibatkan kekurangan investasi di dalam negeri, yang pada akhirnya hanya memperburuk situasi perekonomian di negara Myanmar.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, jutaan warga Myanmar harus mengalami kemiskinan yang signifikan. Kehilangan pekerjaan menjadi masalah yang sangat serius, hingga menyebabkan ketidakpastian ekonomi bagi keluarga dan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Penurunan daya beli juga menyulitkan akses terhadap barang-barang konsumsi pokok, sehingga memaksa banyak orang untuk mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan yang sangat penting. Selain itu juga, kesulitan dalam mendapatkan layanan dasar seperti makanan, tempat tinggal yang layak, maupun perawatan kesehatan semakin memperparah kondisi ekonomi masyarakat. Banyak individu yang akhirnya terpinggirkansecara ekonomi dan sosial, terutama di daerah pedesaan yang terpencil. Dampak krisis ekonomi yang mendalam inilah yang akhirnya menambah beban hidup bagi banyak masyarakat di negara Myanmar.