Konten dari Pengguna

Kurangnya Kesadaran Orang Tua terhadap Kesehatan Mental Anak

Rizka Ramadhania
Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16 November 2021 12:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizka Ramadhania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak dimarahi ibu.  Foto: Thinkstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak dimarahi ibu. Foto: Thinkstock
ADVERTISEMENT
Tahukah kamu bahwa kesehatan mental menjadi topik yang paling sering diperbincangkan? Gangguan kesehatan mental merupakan suatu penyakit yang paling sering dialami oleh anak, khususnya remaja. Hal itu dikarenakan keadaan mental remaja pada masa ini terus mengalami peningkatan dan sangat mengkhawatirkan. Dari banyaknya kasus kesehatan mental yang dialami oleh anak-anak dan remaja, salah satu faktor penyebabnya adalah karena kurangnya kualitas komunikasi antara anak dengan orang tua.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengetahui keadaan emosional anak, karena orang tua memiliki peran besar sebagai lingkungan pertama tumbuh kembang anak. Selain itu, orang tua juga berperan penting dalam menjaga keadaan mental dan mengembangkan regulasi emosi anak.
Bentuk gangguan kesehatan mental pada anak seperti stres, depresi, dan gangguan kecemasan adalah hal yang perlu diketahui oleh para orang tua. Karena hal itu tidak hanya dapat dirasakan orang dewasa saja, tetapi juga dapat dirasakan seorang anak apabila terdapat faktor pemicunya. Namun, banyak sekali orang tua awam yang masih memiliki kesadaran dan pemahaman yang kurang terhadap pentingnya kesehatan mental pada anak.
Apa Itu Kesehatan Mental ?
Menurut World Health Organization, kesehatan mental adalah keadaan di mana seseorang mampu menyadari potensi diri, dapat mengatasi tekanan hidup, serta dapat mengelola stres dan gangguan lainnya yang dihadapi dalam hidup. Sehingga dalam melakukan aktivitasnya, seseorang mampu bekerja secara produktif dan mampu memberikan peran aktif dalam lingkungannya.
ADVERTISEMENT
Faktor Pemicu Gangguan Kesehatan Mental pada Anak
Menurut Suteja (2019), dalam kehidupan sehari-hari, anak memiliki kewajiban untuk mematuhi perintah orang tua. Namun, dalam memenuhi keinginan orang tua, seringkali seorang anak justru merasa berada di bawah tekanan dan ancaman. Adanya tekanan yang diberikan orang tua, baik berupa tekanan akademis maupun tekanan dalam kehidupan sehari-hari, serta perilaku orang tua yang diktator terhadap anaknya juga dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan mental pada anak.
Selain itu, kebiasaan orang tua yang selalu merendahkan dan menjatuhkan anak juga dapat menjadi faktor pemicu lainnya yang berkaitan dengan kesehatan mental. Sebagai contoh, seringkali seorang anak melakukan kesalahan, kemudian orang tua memarahinya habis-habisan. Bahkan tidak sedikit orang tua yang memarahi anaknya dengan kata-kata yang kasar.
ADVERTISEMENT
Kata-kata seperti itu tentu akan membuat anak merasa takut dan tertekan. Secara tidak langsung hal itu juga dapat memengaruhi mental anak, lho. Selain itu, faktor lainnya yaitu orang tua kurang memperhatikan anaknya, sehingga memicu kurangnya komunikasi yang baik antara anak dan orang tua.
Dampak yang Dirasakan Anak
Berikut ini merupakan dampak akibat kurangnya komunikasi dan adanya tekanan yang diberikan orang tua kepada anak :
1. Anak cenderung pendiam dan tertutup kepada orang tua dikarenakan terlalu takut untuk berbagi masalah yang dialaminya dengan orang tua
2. Anak tidak percaya diri apabila berada di luar rumah
3. Adanya tekanan dari dalam dapat memicu timbulnya kepribadian yang keras terhadap diri sendiri dan orang lain
ADVERTISEMENT
4. Anak dapat mengalami gangguan kecemasan, stres, bahkan depresi akibat didikan keras yang diberikan orang tua.
Berdasarkan dampak tersebut, tentu perlu adanya perbaikan pola perilaku orang tua dengan anak. Pentingnya menjaga komunikasi yang baik antara orang tua dan anak dapat diterapkan sejak dini sehingga mencegah timbulnya dampak tersebut pada anak. Khususnya remaja, orang tua harus dapat memahami kondisi emosional remaja yang sedang mencari jati diri, yang mana di usia remaja seorang anak masih dalam fase kurang stabil. Menurut Setyowati (2017), komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dapat membantu anak dalam belajar untuk memahami perasaan dirinya dan orang lain.
Kualitas komunikasi orang tua yang baik akan membuat anak nyaman untuk berinteraksi, sehingga anak secara bebas dapat mengekspresikan perasaannya. Sebaiknya, orang tua harus bisa memahami bahwa emosi anak tidak selalu stabil karena seorang anak tentunya ia masih belajar dalam mengelola emosi. Berusaha menghargai apa pun pencapaian anak, serta memberikan dukungan dan motivasi sebanyak-banyaknya. Hal itu penting agar anak dapat meningkatkan semangatnya dalam beraktivitas. Memahami bahwa kesalahan yang dilakukan anak adalah suatu proses belajar, maka dari itu sebaiknya tidak memarahi anak dengan keras.
ADVERTISEMENT
Referensi
Mubasyiroh, R., Suryaputri, I. Y. and Tjandrarini, D. H. (2017) ‘Determinan Gejala Mental Emosional Pelajar SMP-SMA di Indonesia Tahun 2015’, Buletin Penelitian Kesehatan, 45(2), pp. 103–112. doi: 10.22435/bpk.v45i2.5820.103-112.
Setianingsih, F. and Surakarta, I. (2017) ‘Peran Komunikasi Ayah dalam Perkembangan Mental Anak : Studi atas Santri Putri Pondok Tahfidz Karanganyar’, Academia : journal of Multidisciplinary Studies, 1(2), pp. 169-184. Available at: http://ejournal.iainsurakarta.ac.id/index.php/academica/article/view/102 9 (Accessed: 9 November 2021).
Suteja, J. dan B. U. (2019) ‘DAMPAK KEKERASAN ORANG TUA TERHADAP KONDISI PSIKOLOGIS ANAK DALAM KELUARGA’, 1(2),pp. 1–20. Available at: https://syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/equalita/article/view/5548.
Who. THE GLOBAL HEALTH OBSERVATORY Explore a world of health data. Available at: https://www.who.int/data/gho/data/themes/mental-health (Accessed: 5 November 2021).
ADVERTISEMENT