Konten dari Pengguna

Askara Nusantara, Komunitas Penjaga Sampah

Rizki Alif Al-Hikam
Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran
2 Juli 2024 14:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Alif Al-Hikam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor menunjukkan hasil panen budidaya maggot di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse dan Recycle (TPS 3R) DLH, Paledang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/12).  Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bogor menunjukkan hasil panen budidaya maggot di Tempat Pengolahan Sampah Reduce, Reuse dan Recycle (TPS 3R) DLH, Paledang, Bogor, Jawa Barat, Rabu (2/12). Foto: Arif Firmansyah/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Di balik kesibukannya sehari-hari, manusia seringkali abai dengan jejak yang ditinggalkan. Setiap aktivitas, dari pagi hingga malam, meninggalkan sisa yang tak terpakai lagi. Inilah yang kita kenal sebagai sampah. Meski tampak sepele, sampah membawa dampak besar bagi kehidupan kita.
ADVERTISEMENT
Sampah memang tak terelakkan. Ia lahir dari proses alam maupun aktivitas manusia. Mulai dari sisa makanan, kemasan, hingga limbah industri, semuanya berpotensi menjadi sampah. Namun, jika diabaikan, sampah bisa menjadi bencana. Bau tak sedap, pemandangan kumuh, hingga pencemaran lingkungan adalah akibat fatal dari pengelolaan sampah yang buruk.
Negara kita saat ini sedang mengalami darurat sampah. Menurut artikel yang diterbitkan oleh Kompas dengan judul “Indonesia Darurat Sampah! Jutaan Ton Tidak Dikelola dengan Baik,” terdapat beberapa daerah yang saat ini mengalami penumpukan sampah, mulai dari Tangerang, Bandung, Batam, Surabaya, Malang, dan Denpasar.
Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2022, jumlah timbunan sampah nasional dari 309 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia mencapai 35,9 juta ton.
ADVERTISEMENT
Dari jumlah tersebut, sekitar 62,51 persen atau sekitar 22,4 juta ton berhasil dikelola, sementara 37,49 persen atau sekitar 13,4 juta ton masih belum terkelola dengan baik. Jenis sampah sisa makanan menjadi yang paling dominan dengan persentase 40,6 persen, diikuti oleh sampah plastik dengan kontribusi 18,1 persen.
Dengan peningkatan terus-menerus dalam volume sampah harian dan keterbatasan daya tampung Tempat Pembuangan Akhir (TPA), persoalan sampah menjadi sebuah ancaman yang semakin mendesak untuk diatasi, seperti bom waktu yang siap meledak.
Namun, di balik ancamannya, sampah juga menyimpan potensi luar biasa. Dengan pengelolaan yang tepat, sampah bisa disulap menjadi sumber daya berharga. Misalnya, sampah organik bisa dijadikan kompos untuk memupuk tanah. Sampah plastik dan kertas bisa didaur ulang menjadi produk baru.
ADVERTISEMENT
Pengelolaan sampah tak hanya soal teknis, tetapi juga merupakan cerminan peradaban kita. Sebuah masyarakat yang mampu mengelola sampahnya dengan baik menunjukkan tingkat kesadaran dan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan. Sebaliknya, masyarakat yang membiarkan sampah menumpuk mencerminkan rendahnya kualitas hidup.
Maka dari itu, sudah saatnya kita mengubah persepsi tentang sampah. Bukan lagi sebagai musuh yang harus dibuang, melainkan berkah yang perlu dikelola dengan bijak. Dengan begitu, kita tidak hanya menjaga kelestarian bumi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup kita sendiri.

Maggot Sebagai Pengurai Limbah

Maggot atau belatung, larva kecil dari lalat yang sering dianggap jijik dan menjengkelkan, ternyata menyimpan sejuta manfaat yang tidak banyak diketahui publik. Penampilan maggot yang lunak, tidak berkaki, tanpa rambut atau sisik memang tidak menarik. Namun dibalik itu, tubuh mungilnya yang terbagi kepala berahang dan beruas-ruas, mampu melakukan pekerjaan luar biasa.
ADVERTISEMENT
Salah satunya adalah peran maggot dalam mengelola sampah yang, terbilang sangat baik. Mereka mampu mengurai limbah organik dengan cepat, dengan 10.000 larva KTH (Kumbang Tentara Hitam) dapat mengurai 5 kilogram limbah organik dalam waktu 24 jam. Proses ini tidak hanya membantu mengurangi volume limbah tetapi juga berkontribusi pada lingkungan yang lebih bersih.
Penggunaan maggot dalam pengelolaan limbah telah diaplikasikan di berbagai tempat, termasuk di Indonesia. Pemerintah Indonesia telah mengimplementasikan program untuk mempromosikan penggunaan maggot dalam pengelolaan limbah, mengakui peran mereka dalam mengurangi limbah.
Lalu, ada sebuah komunitas berbasis nasional yang fokus kepada isu-isu lingkungan yang lahir dari ekosistem KitaBisa.com bernama Askara Nusantara. Mereka berangkat dari masalah-masalah lingkungan hidup yang tidak hanya terbatas pada sampah, namun secara keseluruhan dan cukup kompleks.
ADVERTISEMENT

Askara Nusantara dan Maggotnya

Gerakan nyata yang dilakukan oleh Askara Nusantara mengajak masyarakat untuk berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan gaya hidup zero waste. Askara Nusantara telah melakukan beberapa misi kampanye lingkungan, di antaranya membuat forum “Temu Komunitas Sampah” dalam rangka memperingati Hari Peduli Sampah Nasional pada 21 Februari 2024. Askara Nusantara mengangkat konsep “Acara Minim Sampah” dalam forum tersebut, mewajibkan peserta membawa tumblr dan tempat makan reusable yang digunakan untuk konsumsi acara.
Askara Nusantara merupakan satu dari banyaknya pihak yang sudah mulai menggunakan media Maggot sebagai pengelola limbah. Menurutnya, Maggot adalah salah satu media pengelola sampah yang sangat efektif. “Sebenarnya mengelola sampah dengan Maggot itu adalah salah satu opsi saja, kalau bicara soal sampah organik, Maggot akan mendominasi, karena lebih dari 50% sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, komposisinya adalah sisa makanan organik,” ucap Nur Afif Aulia, salah satu anggota penggerak dari Askara Nusantara.
ADVERTISEMENT
Bicara soal mengelola sampah dengan menggunakan media Maggot itu ada kelebihan dan kekurangannya sendiri. Kelebihannya adalah bisa mengelola sampah dengan sangat efisien tanpa memberikan efek samping seperti pencemaran udara jika sampah itu dibakar dan pencemaran tanah jika sampah itu dikubur, namun kekurangannya adalah untuk menggunakan Maggot ini memerlukan biaya yang tidak sedikit.
“Iya, kalo ngomongin Maggotnya aja minim, yang bikin mahal adalah ketika kita menciptakan fasilitas agar tidak bau yang menyengat hidung sehingga perlu kerak embar dsb,” katanya.
“Tools-tools itu sih yang paling lebih jadi cost nya, kalau Maggotnya sendiri dari telur dan bisa menciptakan siklus, hingga jadi lalat itu kan ga perlu mengeluarkan modal lagi kan, itu cenderung lebih terjangkau daripada yang lain” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Namun, sosialisasi tentang efisiennya Maggot dalam mengelola sampah masih belum mencapai massive. Askara Nusantara sendiri kerap kali mengadakan program sosialisasi ke berbagai daerah di Indonesia, mereka memperkenalkan Maggot sebagai salah satu media pengurai limbah. Akan tetapi, masih terhitung jarang sekali warga di Indonesia ada yang mengetahui jika salah satu dari spesies belatung atau larva yang terlihat menjijikkan ini adalah alat yang sangat ampuh untuk mengurai limbah.
“Kesulitannya adalah di saat kita berada di wilayah yang minim penggerak. Karena sebenernya kita kan programnya bukan untuk orang yang awam banget sama si Maggot ini. Jadi, ketika di wilayah itu minim penggerak, tidak ada sampah yang terorganisir,” ucapnya.
“Kalau di Bandung kan banyak komunitas atau kelompok yang sudah sadar sama sampah, jadi dia udah punya kesadarannya sendiri, jadi kita gampang. Berbeda sama Pekanbaru, dia masih dikit tim penggerak atau kesadaran warga buat berkoalisi untuk mengolah sampah di lingkungannya. Susahnya adalah, kota yang masyarakatnya belum memilki kesadaran untuk secara kolektif mengelola sampah,” tutupnya.
ADVERTISEMENT