Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
KKN di Desa Cilembu: Ini Udara yang Kumau
5 Juli 2024 10:35 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Rizki Alif Al-Hikam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Apa yang kamu pikirkan ketika mendengar kata cilembu? Pastinya, ubi dong!
ADVERTISEMENT
Liburan semesterku diisi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Sesuai namanya, desa ini merupakan penghasil ubi cilembu terbaik di Indonesia.
Alasanku memilih Desa Cilembu sebagai tempat KKN adalah selain topiknya yang menarik, desa ini membuatku penasaran. Yang menjadi pertanyaan pertamaku di kepala saat itu adalah: apakah ini ada kaitannya dengan ubi cilembu? Atau hanya sebatas nama desa saja? Pasalnya, topik yang kupilih tidak menyebutkan dan tidak berhubungan dengan ubi sama sekali.
Ubi cilembu dijual di sepanjang pinggir jalan desa. Terdapat dua pilihan sajian ubi, dibakar dan direbus. Satu kilonya dibanderol mulai dari 20 ribu rupiah. Rasa manis dan legitnya ubi cilembu ini yang membuat beda dari ubi-ubi lainnya. Bau harumnya semerbak terpapar di sepanjang jalan. Membuat orang-orang yang datang ke sana, menciumnya. Aku, menyukai bau aroma ubi cilembu itu.
ADVERTISEMENT
Sejuk. Hijau. Bebas polusi. Udara yang kumau. Ramah. Dingin. Kata-kata itu mungkin bisa merepresentasikan Desa Cilembu ini. Sebagai orang Bekasi yang berkuliah di Jatinangor, jarang sekali menghirup udara se-fresh ini. Hamparan ladang dengan tanaman ubi menjadi ciri khas dari desa ini.
Jaraknya tidak jauh dari Jatinangor, kurang lebih memakan waktu 30 menit. Yang jauh adalah segala kehidupannya. Jatinangor yang ramai dengan kendaraan, membuat udaranya tidak sebaik di sini, walaupun sama-sama di Kabupaten Sumedang.
Hijaunya tumbuhan dan pepohonan juga mengiringi sepanjang jalan Desa Cilembu, membuat desa ini terasa teduh. Kontur tanah dan jalanan yang naik turun, membuat kita harus berhati-hati jika menggunakan kendaraan di sana.
Tanahnya subur dan airnya yang mengalir deras membuatku yang baru saja tinggal 3 hari di sini seperti tinggal di rumah nenek, nyaman. Menariknya, siang hari pun desa ini juga tidak terasa panas. Masih ada hawa-hawa sejuk yang menyentuh kulit. Beruntungnya, aku mendapati desa ini hujan gerimis. Gemericiknya airnya membuat suasana hati semakin tenang.
ADVERTISEMENT
Tersenyum. Itu yang pertama ku ekspresikan ketika sampai di sana. Sebagai pendatang, aku salut dengan semua yang ada di dalamnya. Semuanya tertata rapi. Sampah pun tidak terlihat, selain di tempatnya. Jalanannya juga bersih. Hidungku berusaha menghirup udara pelan-pelan sambil menghembuskannya. Karena ini hal yang tak bisa kulakukan 30 hari lagi. Ini, udara yang ku mau.