Konten dari Pengguna

Politik Identitas di Indonesia: Ancaman atau Peluang untuk Demokrasi?

Rizki Alif Al-Hikam
Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran
2 Juli 2024 15:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Alif Al-Hikam tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi politik identitas. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Politik identitas telah menjadi faktor penting dalam dinamika politik Indonesia pascareformasi tahun 1998. Fenomena ini disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan sejarah, sosial, budaya, dan politik di antara berbagai kelompok dalam masyarakat Indonesia (Budiman, 2011).
ADVERTISEMENT
Perbedaan ini telah mengarah pada munculnya berbagai gerakan berbasis identitas dan partai politik, masing-masing mewakili kepentingan dan aspirasi komunitas etnis, agama, atau budaya tertentu (Sulaiman, 2021).
Politik identitas memiliki potensi untuk menjadi kekuatan positif dalam masyarakat demokrasi. Politik identitas dapat mendorong partisipasi politik dan representasi kelompok-kelompok yang terpinggirkan. Namun, politik identitas juga memiliki potensi untuk menjadi kekuatan negatif, yang dapat memicu konflik dan polarisasi.
Fenomena politik identitas dalam ruang publik Indonesia mendapatkan perhatian besar selama pemilihan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada tahun 2017. Basuki Tjahaja Purnama, yang populer dengan nama Ahok, terjerat dalam kontroversi penistaan agama ketika beberapa ucapannya diinterpretasikan sebagai penghinaan dan tidak menghormati ayat-ayat dalam Al-Quran.
ADVERTISEMENT
Kontroversi ini memicu gerakan mobilisasi massa yang menuntut tindakan hukum terhadap Ahok, yang kemudian mengakibatkan protes dan perdebatan luas seputar pertanyaan identitas keagamaan dan toleransi dalam masyarakat Indonesia (Dalimunthe et al., 2020).
Protes dan perdebatan ini tidak semata-mata didasarkan pada alasan agama, tetapi juga menjadi platform bagi berbagai aktor politik untuk memanfaatkan politik identitas untuk kepentingan mereka sendiri dan memperoleh kekuasaan politik.
Pemanfaatan politik identitas dalam konteks pemilihan gubernur Jakarta ini menyoroti keterkaitan antara agama, etnis, dan politik di Indonesia. Selain itu, proses desentralisasi di Indonesia juga telah berkontribusi pada munculnya politik identitas di tingkat lokal.
Ini memberikan kesempatan kepada elite politik dan aktor-aktor politik untuk memanfaatkan narasi berbasis identitas dan menggalang dukungan dengan merumuskan agenda mereka sebagai promosi keadilan dan kemakmuran bagi komunitas-komunitas tertentu (Suherman et al., 2020).
ADVERTISEMENT
Munculnya politik identitas di Indonesia membawa beberapa implikasi dan tantangan (Hanan, 2020). Pertama, hal ini telah memperdalam perpecahan dan polarisasi dalam masyarakat, karena kelompok-kelompok yang berbeda memprioritaskan kepentingan dan identitas mereka sendiri. Hal ini telah mengakibatkan fragmentasi lanskap politik dan menghambat pembentukan kebijakan inklusif yang mengakomodasi kebutuhan serta aspirasi semua warga negara.
Kedua, politik identitas berpotensi untuk memperburuk ketegangan sosial dan konflik, karena dapat dengan mudah dimanipulasi oleh elite politik untuk memprovokasi respons emosional dan menggalang dukungan berdasarkan pembagian agama, etnis, dan nasionalitas (Sulaiman, 2021). Tantangan-tantangan ini mengancam kesatuan sosial dan dapat menggoyahkan stabilitas demokrasi Indonesia.