Konten dari Pengguna

Kebiasaan dan Membiasakan yang Benar

Rizki Dewantoro
Pegiat Komunitas Literasi Pendidikan Iqro Movement
25 Januari 2025 13:52 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Dewantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pelajar dan guru Indonesia Photo by Husniati Salma on Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Pelajar dan guru Indonesia Photo by Husniati Salma on Unsplash
ADVERTISEMENT
Biasakanlah yang benar, bukan membenarkan yang biasa. Benar adanya pepatah lawas tersebut. Segala sesuatu hal terbentuk karena kebiasaan. Sebuah keberhasilan dapat diraih karena adanya konsistensi dari kebiasaan-kebiasaan yang baik. Bukan hasil dari menerabas dan melawan aturan maupun berbagai norma yang berlaku di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Saat ini masyarakat cenderung menginginkan segala hal secara cepat dan instan. Persis seperti karakter era digital yang mengandalkan kecepatan. Perkara benar atau tidak, tepat atau tidak itu urusan belakangan. Orang-orang hanya menginginkan hasil yang bagus tanpa peduli prosesnya bagaimana. Padahal, untuk mendapatkan hasil yang baik perlu dibarengi usaha, kerja keras, dan belajar secara terus menerus.
Membiasakan yang benar misalnya mengendarai kendaraan bermotor di jalur jalan yang semestinya. Bukan membawa kendaraan di atas trotoar yang seharusnya menjadi tempat pejalan kaki. Bukan juga mengendarai kendaraan dengan melawan arah dan memotong arus atau melanggar rambu-rambu lalu lintas.
Mematuhi peraturan dan membiasakan yang benar membuat hati dan pikiran tenang. Berbeda jika melakukan pelanggaran atau membiasakan yang tidak benar justru membuat gelisah. Bahkan jika hal itu yang menjadi kebiasaan malah dapat berdampak kebinasaan, nyawa yang jadi taruhannya. Tengok saja orang-orang yang membawa motor biasa melawan arus menyebabkan kecelakaan beruntun.
ADVERTISEMENT
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa anak-anak di Jepang sangat mandiri dan taat. Mereka sudah dibiasakan ke sekolah sendiri dan sejak di taman kanak-kanak diajarkan untuk mengantre. Kebiasaan baik itulah yang tertanam dan menjadi karakter anak-anak tersebut hingga dewasa. Sehingga mereka memiliki jiwa tangguh, disiplin, dan mampu memiliki kepekaan sosial yang tinggi.
Baru-baru ini Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah memperkenalkan program dalam pembentukan karakter generasi muda. Program itu disebut dengan Gerakan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat. Adapun 7 kebiasaan tersebut di antaranya Bangun Pagi, Beribadah, Berolahraga, Makan Sehat dan Bergizi, Gemar Belajar, Bermasyarakat, dan Tidur Cepat. Terdengar sederhana dan sudah lazim dikerjakan oleh anak-anak dan orang-orang. Namun benarkah demikian?
Gerakan 7 kebiasaan tersebut pasti ditujukan bagi anak-anak terutama di usia sekolah maupun pra sekolah. Saat disebutkan kebiasaan bangun pagi tentu anak-anak bisa dan biasa bangun pagi karena pagi adalah waktu mengawali hari dan mereka memiliki kewajiban untuk sekolah yang juga di pagi hari. Namun aktivitas bangun pagi bukanlah perkara yang mudah jika memiliki kebiasaan bangun pagi apalagi ditambah dengan beribadah. Tak sedikit anak-anak yang perlu dibangunkan oleh orang tuanya. Dibangunkan saja sulit, apalagi bangun mandiri ketika mendengar seruan ibadah di pagi hari atau subuh.
ADVERTISEMENT
Kemudian kebiasaan berolahraga merupakan sarana dalam membangun fisik yang kuat. Di samping membentuk pelajar yang cerdas, pintar dan berkarakter, fisik yang sehat dapat membuat pikiran segar serta beraktivitas dengan lancar. Berbeda dengan fisik yang lemah dan mudah sakit, jangankan untuk berpikir secara jernih, melakukan kegiatan pun akan terkendala.
Aktivitas olahraga lebih dari sekadar aktivitas fisik, berolahraga karena kegemaran bisa menumbuhkan prestasi di berbagai bidang. Olahraga seperti atletik, sepakbola, berenang, bola voli, bulu tangkis, panjat tebing, bersepeda, dan lain sebagainya merupakan olahraga yang jika ditekuni dapat berbuah prestasi. Bahkan dapat mengharumkan nama diri pribadi, bangsa, dan negara di kancah internasional.
Selanjutnya gemar makan sehat dan bergizi sudah tentu menjadi kebutuhan fisik manusia. Tantangan dalam membangun kebiasaan makan bergizi ini adalah makanan sampah (junk food) dan kegemaran mengkonsumsi makanan instan. Edukasi terkait makanan sehat dan bergizi terutama asupan gizi seimbang perlu ditanamkan kepada anak-anak. Di samping rasanya yang memang harus sesuai, mengetahui asupan seperti karbohidrat, protein, serat, dan kandungan lemak yang tidak berlebih perlu menjadi arus utama. Makan bukan hanya sekadar makan, makan bukan hanya mengisi perut yang lapar dan asal kenyang.
ADVERTISEMENT
Lalu gemar belajar yaitu menjadikan pribadi sebagai pembelajar sepanjang hayat. Kebiasaan belajar senada dengan kegemaran membaca, menulis, menganalisis, hingga membuat solusi dari berbagai permasalahan. Di beberapa daerah misalnya Yogyakarta telah menerapkan jam belajar masyarakat. Belajar bukan hanya di sekolah, namun bagaimana menerapkan pembelajaran di sekolah agar dapat diterapkan di masyarakat. Belajar amatlah luas sebagaimana ilmu pengetahuan yang setiap detik terus mengalami perkembangan. Penemuan-penemuan peneliti dan ahli terus bermunculan. Bangsa kita tak boleh ketinggalan.
Hal tersebut berkaitan dengan kebiasaan berikutnya yaitu gemar bermasyarakat. Hal ini yaitu bersosial di masyarakat, jangan sampai anak-anak kita terbuat dengan kehidupan dalam kotak di gawai-gawai mereka. Generasi saat ini sangat lengket dengan gawai dengan sebagai permainan dan tontonan di dalamnya. Sementara itu mereka melupakan kehidupan di sekitarnya bagai di keluarga maupun di lingkungannya yaitu masyarakat.
ADVERTISEMENT
Makanya penting bagi pelajar terutama setelah di tingkat menengah dan atas untuk ikut aktif di komunitas maupun organisasi. Banyak sekali lulusan-lulusan kampus yang memiliki nilai sangat bagus bahkan cumlaude namun gagap di masyarakat. Karena ke depan kesuksesan bakal ditentukan oleh soft skill yang di antaranya yaitu kemampuan bermasyarakat dan membangun kerja sama dengan orang lain.
Terakhir yaitu kebiasaan tidur cepat yang berkaitan dengan kebiasaan pertama yaitu bangun pagi. Kebiasaan pertama dapat terwujud jika kebiasaan terakhir ini tak dikesampingkan. Kebiasaan tidur larut atau begadang tidak baik untuk kesehatan. Apalagi jika tidur larut itu disebabkan melakukan aktivitas-aktivitas yang tidak bermanfaat seperti menonton televisi atau bermain yang berlebihan.
Berbagai kebiasaan baik itu perlu dibarengi dengan pikiran yang positif dan peran orang tua serta pendidik. Pikiran positif hadir dari motivasi dalam diri. Kebiasaan olahragawan atau atlet untuk berlatih dengan tekun menjadikan mereka atlet yang luar biasa. Berlatih bukan hanya 1-2 jam, melainkan bisa berkali-kali lipat dari itu untuk satu skill saja.
ADVERTISEMENT
Selain itu, bagi anak-anak di usia sekolah dasar ke bawah maupun ke atas perlu dibarengi dengan permainan yang edukatif. Dalam sebuah wawancara di sebuah stasiun televisi swasta, Wamen Diktisaintek Prof Stella Christie mengungkapkan bahwa dalam permainan anak-anak dapat belajar pemecahan masalah. Namun di dalam kebiasaan bermain itu perlu dibarengi pengawasan dan bimbingan guru dan orang tua. Karena di usia anak-anak belajar dengan format permainan dapat lebih terinternalisasi.
Dalam membangun masyarakat yang beradab, penanaman kebiasaan yang benar perlu dilakukan sedini mungkin. Bahkan penanaman kebiasaan itu dimulai sejak ibu mengandung. Berlanjut ketika usia anak-anak usia dini hingga penanaman karakter di sekolah tingkat dasar, menengah hingga tingkat tinggi. Termasuk penanaman karakter di kehidupan sosial bermasyarakat. Penanaman kebiasaan baik perlu terus dipupuk dan dilestarikan.
ADVERTISEMENT