Konten dari Pengguna

Madrasah dan Pendidikan Keagamaan dalam Mencerdaskan Bangsa

Rizki Dewantoro
Pegiat Komunitas Literasi Pendidikan Iqro Movement
10 April 2022 15:01 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Dewantoro tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siswa Madrasah mengikuti Kompetisi Sains Madrasah Online (KSMO) Tingkat Nasional Foto Dok Kemenag Kulonprogo
zoom-in-whitePerbesar
Siswa Madrasah mengikuti Kompetisi Sains Madrasah Online (KSMO) Tingkat Nasional Foto Dok Kemenag Kulonprogo

Madrasah merupakan pengembangan dari pesantren tradisional yang memadukan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

ADVERTISEMENT
Madrasah lahir sebagai jawaban atas tantangan zaman, termasuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bukan hanya belakangan ini, melainkan sudah sejak didirikannya. Tantangan pendidikan ini memiliki jalan yang berbeda setiap masanya, dan tentu tidak selalu mulus.
ADVERTISEMENT
Latar belakang kemunculan madrasah yakni adanya keinginan segolongan pihak, khususnya para santri yang mengagumi sistem pendidikan di Barat, untuk menjembatani sistem pendidikan tradisional pesantren dengan sistem pendidikan modern sekolah umum. Lebih lanjut lagi, menyempurnakan sistem pendidikan pesantren agar para lulusannya mendapatkan kesempatan kerja dan ijazah yang setara dengan sekolah umum.
Madrasah tiba sampai posisi dan bentuk saat ini setelah melalui dinamika proses yang panjang. Diawali dengan pendidikan keagamaan nonformal yang hadir di rumah-rumah, surau, langgar, dan pesantren pada abad ke-19.
Saat itu pendidikan keagamaan masih disajikan melalui metode konvensional seperti hafalan dan ceramah. Belum ada fasilitas modern layaknya papan tulis, kursi, meja, apalagi ruang kelas yang mudah dijumpai di era sekarang.
ADVERTISEMENT
Perubahan signifikan terjadi pada abad ke-21 di mana pendidikan keagamaan mengalami perkembangan secara sporadis. Eksisnya lembaga pendidikan keagamaan modern dalam bentuk madrasah seiring sejalan dengan ciri khas dan nilai-nilai ajaran Islam yang dianggap urgen untuk dibudayakan juga di sekolah umum.
Madrasah merupakan pengembangan dari pesantren tradisional, maka otomatis terdapat pembaharuan sekaligus perbedaan cara berpakaian siswa, metode dan materi pembelajaran, sarana dan prasarana, penataan ruang kelas, serta kurikulum.
Pembaharuan yang dimaksud termasuk pula melibatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, menekankan siswa untuk mampu tampil kritis, kreatif, dan inovatif terhadap isu-isu aktual, menggarisbawahi adanya interaksi humanistik antara guru dengan siswa, serta menyeimbangkan peran siswa muslim sebagai hamba Allah sekaligus pemimpin di muka bumi.
ADVERTISEMENT
Selain pembaruan di atas, madrasah berperan sebagai benteng moralitas para kader muslim. Madrasah sangat menegaskan penerapan etika dan moral sesuai nilai-nilai Islam sehingga memperkukuh pribadi siswa muslim yang berakhlak mulia.
Karena mempunyai bobot jam pelajaran keagamaan yang lebih dari sekolah umum, maka madrasah lebih leluasa mengajarkan syariat Islam dengan detail dan komprehensif. Madrasah juga tidak alergi memperingati hari besar Islam, justru rutin menyelenggarakan kegiatan terkait itu demi menjaga tradisi keagamaan.
Tokoh besar bangsa yang lahir dari rahim madrasah antara lain mantan Menteri Agama RI Lukman Hakim Saifuddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiah Siti Noorjannah Djohantini, cendekiawan Indonesia Buya Syafi’i Ma’arif, bahkan Presiden RI ke-4 Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur pernah mengajar di madrasah.
ADVERTISEMENT
Dari sini dapat dilihat kontribusi madrasah dalam memajukan bangsa dan kedudukannya sebagai pendidikan alternatif. Di samping melangsungkan kurikulum umum secara penuh, madrasah tetap berupaya memelihara kekhasan dalam menuntunkan ajaran Islam secara utuh dan melahirkan tokoh bangsa.
Maka, tidak dicantumkannya Madrasah dalam revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) patut dicermati. Selain memiliki nilai historis, madrasah berperan dalam mencerdaskan generasi penerus yang berkarakter dan berkontribusi bagi bangsa Indonesia.
Rizki Putra Dewantoro, Pegiat Komunitas Literasi Pendidikan Iqro Movement