Konten dari Pengguna

Mengungkap Food Fraud: Bagaimana Penipuan dalam Makanan Mengancam Konsumen

Rizki Dwi Setiawan
Dosen Departemen Teknologi Pengolahan Hasil Ternak Universitas Andalas dan Praktisi Industri Pangan
22 September 2024 12:13 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Dwi Setiawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ilustrasi food fraud pada buah apel (Credit: Shutterstock)
Makanan adalah kebutuhan dasar manusia, dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang mereka beli sangat penting. Namun, di balik label dan klaim produk yang tampak meyakinkan, ada fenomena yang semakin marak dikenal sebagai food fraud atau penipuan dalam makanan. Praktik ini melibatkan pemalsuan, manipulasi, atau penipuan terkait dengan bahan makanan, yang tujuannya sering kali adalah untuk mendapatkan keuntungan ekonomi. Fenomena ini tidak hanya merugikan konsumen secara finansial, tetapi juga dapat menimbulkan dampak serius pada kesehatan.
ADVERTISEMENT
Apa Itu Food Fraud?
Food Fraud merupakan istilah kolektif yang mencakup substitusi, penambahan, salah saji pangan, bahan makanan atau kemasan pangan, produk informasi atau pernyataan palsu yang dibuat tentang produk untuk keuntungan ekonomi yang dapat berdampak pada kesehatan konsumen. Food fraud mencakup berbagai bentuk penipuan dalam produksi, pengolahan, distribusi, atau pemasaran makanan. Penipuan ini bisa melibatkan bahan baku, proses pengolahan, atau label produk. Beberapa contoh umum meliputi pemalsuan bahan makanan (menggantikan bahan asli dengan bahan yang lebih murah), pelabelan palsu (mengklaim bahwa produk adalah sesuatu yang sebenarnya tidak sesuai), serta penambahan bahan yang tidak seharusnya ada dalam makanan.
Contoh klasik food fraud adalah penggantian minyak zaitun murni dengan minyak yang lebih murah, seperti minyak kanola, tetapi tetap dilabeli sebagai minyak zaitun murni. Contoh lain yang banyak terjadi adalah penjualan madu palsu yang dicampur dengan sirup jagung atau gula. Dalam kasus-kasus ini, konsumen percaya bahwa mereka mendapatkan produk berkualitas tinggi, padahal kenyataannya mereka membeli produk yang sudah dicurangi.
ADVERTISEMENT
Jenis-Jenis Food Fraud
Penipuan makanan dapat dibagi menjadi beberapa kategori, di antaranya:
1. Pemalsuan Bahan (Adulteration)
Pemalsuan bahan adalah salah satu bentuk food fraud yang paling umum. Ini terjadi ketika bahan makanan diganti atau ditambahkan dengan bahan lain yang lebih murah untuk mengurangi biaya produksi. Misalnya, penggantian susu murni dengan air atau penambahan bahan sintetis ke dalam bumbu rempah-rempah untuk meningkatkan volume.
2. Pelabelan yang Menyesatkan (Mislabeling)
Penipuan pelabelan terjadi ketika informasi pada kemasan produk tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya, produk yang mengklaim "organik" padahal bahan bakunya tidak bersertifikat organik, atau makanan yang dicap sebagai "bebas gluten" padahal mengandung bahan yang mengandung gluten.
3. Penggantian Bahan (Substitution)
Penggantian bahan sering dilakukan dengan menggunakan bahan alternatif yang lebih murah tetapi mirip secara visual. Contoh yang sering terjadi adalah penjualan ikan jenis murah yang dilabeli sebagai ikan mahal, atau penggunaan daging hewan lain yang tidak sesuai dengan klaim produk.
ADVERTISEMENT
4. Penyembunyian (Concealment)
Penyembunyian adalah praktik menutupi atau menyamarkan cacat atau kelemahan dalam produk makanan. Ini dapat berupa tindakan menyembunyikan kualitas buruk dari bahan-bahan yang digunakan, seperti daging busuk yang dicuci dan diberi bahan tambahan agar terlihat segar, atau menutup-nutupi informasi mengenai proses produksi yang tidak sesuai standar keamanan pangan
5. Peningkatan yang Tidak Disetujui (Unapproved Enhancements)
Peningkatan yang tidak disetujui terjadi ketika produsen menambahkan bahan atau senyawa ke dalam produk tanpa persetujuan regulasi, biasanya untuk meningkatkan penampilan atau daya tarik produk. Contohnya, penggunaan pewarna sintetis yang tidak diizinkan dalam makanan atau penggunaan zat tambahan untuk memperbaiki rasa, tekstur, atau warna produk dengan tujuan menipu konsumen mengenai kualitas produk tersebut
ADVERTISEMENT
6. Penipuan Kuantitas (Counterfeiting)
Penipuan kuantitas melibatkan pengurangan berat bersih atau volume produk tanpa disadari konsumen. Ini sering kali terlihat pada produk yang dikemas ulang dengan kemasan yang lebih kecil, namun harganya tetap sama atau bahkan lebih tinggi.
Dampak Food Fraud bagi Konsumen
Penipuan makanan tidak hanya merugikan konsumen dari sisi ekonomi, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan. Misalnya, produk yang diklaim bebas alergen, seperti produk bebas kacang atau gluten, jika ternyata mengandung alergen tersembunyi, dapat menyebabkan reaksi alergi yang serius pada konsumen yang rentan.
Lebih dari itu, penipuan bahan makanan dapat menyebabkan berkurangnya nilai gizi dari produk yang dikonsumsi. Misalnya, pemalsuan madu dengan campuran sirup gula mengurangi manfaat kesehatan yang sebenarnya bisa diperoleh dari madu asli.
ADVERTISEMENT
Dalam beberapa kasus yang lebih ekstrem, food fraud dapat menimbulkan risiko kesehatan yang signifikan, seperti dalam kasus melamin dalam susu di Tiongkok pada tahun 2008, di mana penambahan melamin dilakukan untuk meningkatkan kadar protein yang terdeteksi dalam pengujian, tetapi menyebabkan masalah kesehatan serius pada konsumen, terutama pada anak-anak.
Mengapa Food Fraud Terjadi?
Motivasi utama di balik food fraud adalah keuntungan ekonomi. Produsen, distributor, atau pengecer yang tidak jujur sering kali melakukan penipuan ini untuk menekan biaya produksi atau meningkatkan keuntungan dengan cara yang tidak etis. Di sisi lain, kurangnya pengawasan yang ketat dalam rantai pasokan makanan, baik secara global maupun lokal, memudahkan penipuan ini terjadi.
Selain itu, permintaan yang tinggi terhadap produk tertentu, seperti makanan organik atau produk-produk premium, dapat memicu terjadinya penipuan. Kesenjangan harga antara produk berkualitas tinggi dan produk biasa menciptakan insentif bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan penipuan.
ADVERTISEMENT
Upaya Mengatasi Food Fraud
Untuk melindungi konsumen, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, lembaga pengawas pangan, dan industri makanan. Regulasi yang lebih ketat, pengujian bahan pangan yang lebih canggih, serta pengawasan yang lebih baik di seluruh rantai pasokan makanan adalah beberapa langkah yang diambil untuk mengurangi insiden food fraud.
Di Indonesia, BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) memiliki peran penting dalam mengawasi produk makanan yang beredar di pasar. Selain itu, produsen juga perlu memastikan transparansi dan kejujuran dalam proses produksi dan pelabelan produk mereka. Teknologi blockchain, misalnya, semakin digunakan dalam industri makanan untuk melacak asal-usul dan perjalanan bahan baku makanan dari petani hingga konsumen akhir.
Food fraud merupakan tantangan besar dalam industri makanan yang tidak hanya merugikan konsumen secara finansial tetapi juga berpotensi membahayakan kesehatan. Untuk melindungi diri, konsumen perlu lebih waspada dan cermat dalam memilih produk makanan. Sementara itu, pemerintah dan industri harus bekerja sama untuk mengatasi masalah ini melalui regulasi yang ketat dan penerapan teknologi mutakhir yang menjamin keaslian dan keamanan produk makanan. Dengan upaya bersama, kita dapat mengurangi risiko food fraud dan membangun kembali kepercayaan konsumen terhadap produk pangan yang mereka beli.
ADVERTISEMENT