Konten dari Pengguna

Artificial Intelligence sebagai Instrumen dalam Diplomasi Antarnegara

Rizki Faisal Ali
Mahasiswa Magister Hubungan Internasional Peminatan Digital Transformation and Competitiveness Universitas Gadjah Mada
20 Agustus 2023 10:59 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Faisal Ali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Aktor negara seringkali dihadapkan dengan situasi genting dan penting yang diharuskan untuk mengambil keputusan secara cepat dan efektif. Apabila mengandalkan sepenuhnya tenaga manusia, keputusan akan keluar kurang cepat dan efektif karena mempunyai keterbatasan yang tidak bisa dijangkau oleh manusia.
ADVERTISEMENT
Artificial Intelligence (AI) hadir untuk memecahkan masalah tersebut, tetapi itu juga dapat menjadi bumerang yang dapat menambah masalah.
AI dapat menjadi instrumen yang sangat powerful pada saat banyak sekali data yang masuk, baik itu ekonomi, militer, sosial, dan lingkungan yang harus dianalisis oleh diplomat dan aktor negara lainnya secara saksama dengan waktu yang begitu terbatas.
Tetapi bagaimana kita memastikan bahwa analisis yang dihasilkan oleh AI adalah analisis yang akurat. Data tersebut pastinya sangat penting dan rahasia, apakah AI menjamin bahwa data tersebut dapat aman dari kebocoran karena nyatanya AI hanya menjawab pertanyaan dari pengguna tanpa mengetahui benar atau salah (Jafarova 2023).
CEO Meta, Mark Zuckerberg. Foto: Chris Delmas/AFP
Meskipun benar, apakah datanya aman. Mencoba menggunakan AI untuk meminta nasihat itu dapat dibenarkan tetapi untuk menghasilkan keputusan itu terlalu berisiko.
ADVERTISEMENT
Sebagai contohnya adalah Chatgpt, saat kita bertanya suatu hal, dia akan menjawab dengan masuk akal dengan bahasa yang tertata tetapi dalam diplomasi antar negara itu berbeda karena ada proses politik yang rumit. Baru-baru ini juga Meta mengeluarkan AI yaitu Cicero (Kremidas-Courtney 2023).
Ini adalah permainan diplomasi yang di mana AI dapat mengatur strategi dalam mencapai sesuatu dengan tata bahasa yang tertata. AI ini dapat melakukan koordinasi, kerja sama, dan negosiasi dengan pengguna lainnya tetapi anonim.
Saat ini kedua AI itu belum mempunyai kemampuan untuk menganalisis bagaimana kenyataan yang rumit dan kompleks di lapangan.

Pengaruh AI pada Aktor Negara

Ilustrasi hoax. Foto: Shutter Stock
AI bukan hanya menganalisis data, tetapi AI juga dapat membuat disinformasi dan misinformasi. Pada bulan 23 April 2023 saat Joe Biden melakukan kampanye pencalonan kembali dirinya dan di saat hari yang sama Republican National Committee (RNC) menanggapi dengan video yang secara transparan dibuat oleh AI.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dilakukan untuk menggambarkan apabila Joe Biden memimpin lagi akan terus terjadi peningkatan kejahatan, perbatasan yang terbuka, perang dengan China, dan kejatuhan ekonomi (Powell 2023).
Sekilas itu adalah serang politik yang biasa tetapi masalahnya video tersebut adalah buatan AI yang dapat menggiring masyarakat iklan mana yang harus dipercaya apakah buatan AI atau manusia dan membuat industri periklanan baru yang dibuat oleh AI.
Semakin banyaknya produk AI yang dibuat dari berbagai pihak dengan tujuan tertentu membuat beberapa negara ingin mempunyai AI-nya sendiri. Tiongkok sudah memperkenalkan AI-nya yang dinamakan AI foreign policy toolbox untuk membantu kebijakan luar negerinya dan berencana menjadi pemimpin AI tingkat dunia.
Ilustrasi Artificial Intelligence (AI). Foto: Shutterstock
Bukan hanya Tiongkok, Amerika Serikat, Kanada, Rusia sudah melibatkan AI dalam kementerian luar negeri mereka. AI akan menjadi instrumen utama untuk membantu para aktor negara di dalam segala aspek, utamanya untuk kebijakan luar negeri, tetapi AI tidak mengambil alih, melainkan untuk menganalisis supaya mendapatkan saran dari analisis AI.
ADVERTISEMENT
Negara-negara terus mengembangkan produk AI sendiri untuk mencapai kepentingan mereka dengan lebih efektif dan efisien. Tetapi beberapa negara yang sudah mengembangkan AI-nya sendiri adalah negara-negara yang sudah maju dan pertumbuhan ekonominya sangat pesat.
Sebagai contoh lagi adalah Jepang yang membuat AI untuk menganalisis gerak-gerik manusia yang pernah diimplementasikan pada pemimpin Bank of Japan (Amaresh 2020). AI ini dapat memprediksi langkah selanjutnya dari orang tersebut, misal dia sedang melakukan pidato, AI dapat menganalisis dari ekspresi wajahnya dan cara dia menyampaikan pidatonya untuk menghasilkan prediksi.
Inilah era baru di mana AI akan mendominasi segala aspek dalam diplomasi sebagai instrumen untuk membantu aktor negara mencapai kepentingannya.
Tetapi apabila AI ini terus berkembang tanpa adanya batasan, maka AI akan berkembang menjadi ancaman karena nyatanya pengembang dalam membuat AI berdasarkan perintah dari yang mempunyai kuasa. Bukan hal yang mustahil akan terjadi konflik baru yang dibantu oleh kehadiran AI.
ADVERTISEMENT
AI sudah masuk ke ranah politik yang di mana negara sebagai penguasa, tetapi yang menjadi pertanyaan apakah negara akan bertindak secara bijak dalam mengelola AI.
Seringkali negara menegur produk digital dari perusahaan swasta mana pun karena mengancam keamanan negaranya, tetapi apabila produk digital menguntungkan aktor negara sementara perusahaan, masyarakat, dan pebisnis dirugikan, apakah pemerintah akan bertindak sama.