Pro Kontra Childfree, Ini Pengaruh pada Perekonomian Sebuah Negara

RIZKI FEBRIOLITA
Mahasiswa aktif di Universitas Negeri Malang. Menjalani perkuliahan di semester 4
Konten dari Pengguna
16 Februari 2023 8:26 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari RIZKI FEBRIOLITA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi childfree. Foto: GOLFX/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi childfree. Foto: GOLFX/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Istilah childfree kini sedang marak diperbincangkan di sosial media dan menjadi fenomena baru di Indonesia. Hal ini dikarenakan seorang selebgram bernama Gita Savitri Devi atau yang biasa dikenal Gitasav menyuarakan pendapatnya bahwa ia memilih untuk childfree agar awet muda dan lebih baik menggunakan uangnya untuk botox daripada untuk membiayai seorang anak.
ADVERTISEMENT
Hal itu menimbulkan pro dan kontra netizen. Ada yang menyebutkan bahwa punya anak bukanlah beban dan masih banyak ibu-ibu yang awet muda dan selalu terlihat bahagia ketika mengurus anaknya.
Di sisi lain ada yang mendukung dengan menyebut bahwa semua orang memiliki hak untuk memilih keputusannya masing masing. Menurutnya, childfree bisa meningkatkan fleksibilitas untuk mengejar karier, minat, dan perjalanan hidupnya.
Dari perdebatan tersebut masih sedikit orang yang menyinggung permasalahan ini yang mengaitkan dengan perekonomian negara. Lantas, apakah nantinya ini akan berdampak untuk negara?

Apa Dampak bagi Perekonomian Negara?

Ilustrasi childfree. Foto: Shutter Stock
Mungkin untuk sekarang dampak childfree pada perekonomian negara belum terasa. Namun, ketika semakin banyak orang yang memilih untuk childfree, negara akan mengalami krisis demografi dan perekonomian Indonesia akan runtuh karena tidak ada generasi penerus bangsa.
ADVERTISEMENT
SDM yang kurang memenuhi, bisa menyebabkan PDB menurun dan semakin banyak beban negara akibat mengurusi lansia yang sudah tidak produktif lagi.
Jepang merupakan contoh negara yang kekurangan populasi dan sudah terancam krisis demografi. Hal ini dikarenakan warga Jepang lebih memilih untuk bekerja dan dan memutuskan untuk childfree karena takut tidak sanggup mengurus anak karena biaya yang besar dan menguras tenaga serta mengganggu kariernya.
Orang tua di Jepang. Foto: Shutter Stock
Oleh karena itu, untuk meningkatkan populasi, pemerintah Jepang memberi beberapa intensif untuk warga yang mau memiliki anak. Contoh intensif yang diberikan adalah dukungan dana pernikahan, dukungan dana kesehatan, santunan dana melahirkan, dana tunjangan anak, dan masih banyak lagi.
Hal itu bisa saja terjadi di Indonesia jika semakin banyak orang yang memilih untuk childfree. Walaupun indonesia pernah mengalami population boom, childfree bukanlah hal yang tepat untuk menanggulanginya.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, pemerintahan memilih untuk membuat program Keluarga Berencana (KB) di mana setiap pasangan disarankan hanya memiliki 2 anak saja agar tidak terjadi kepadatan penduduk yang berlebihan dan masih ada penerus bangsa.