Kita Sang Penyintas Pandemi

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
28 Desember 2020 23:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menggelegar Old Trafford pada 8 Maret 2020 tatkala bola masuk ke gawang Manchester City. Pendukung Manchester United berjingkrak, bersorak-sorai, tertawa-tiwi.
ADVERTISEMENT
Tiga hari sebelum derby, kasus kematian pertama akibat virus corona di tanah Inggris terjadi. Tak tanggung-tanggung cepatnya penyebaran COVID-19 membuat negara itu di-lockdown sebelum bulan berganti.
Belakangan, 27 penonton pertandingan sepak bola itu meninggal terdampak pandemi. Habis itu sudah, tidak boleh ada kerumunan lagi. Stadion dan tempat umum lain dibuat sepi.
"Hard to believe this was our last game with a home crowd," begitu kata seorang fans MU seperti saya kutip dari sini.
Kecemasan menjalar seantero bumi, termasuk di Indonesia ini. Dua warga Depok dinyatakan terpapar virus asal Wuhan, Cina, itu dan harus diisolasi.
Sebelum April menghampiri, kumparan menetapkan code red dan secara radikal memberlakukan work from home tanpa terkecuali.
ADVERTISEMENT
Bagaimana wartawan mendapatkan berita kalau dilarang ke sana-sini, dipikirkan nanti. Yang penting upaya menanggulangi. Lebih baik sedikit ketinggalan berita ketimbang wartawan harus menghadap ilahi.
Tak satupun orang tahu bakal begini. Tahu ada pandemi yang mengubah hidup ini. Termasuk Terawan sang menteri.
Perilaku kita tak sama lagi. Setiap mau makan, hendak bersentuhan, bahkan untuk bernapas, mesti dipikir-pikir kembali: Aman tidak semua ini?
Mulai ragu ke warung nasi, kita belajar masak sendiri. Caranya bagaimana, ya, kita mencari-cari.
Gema takbir ada di hati tapi kita jauh dari keluarga merayakan Idul Fitri. Semua semata-mata supaya corona tidak kita alami.
Derasnya dampak pandemi menggoyahkan ekonomi, bikin kacrut kantong kas korporasi. Kemudian: PHK di sana-sini. Yang tak kuat juga mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
2020 berlalu seperti ilusi. Rasanya cuma mimpi, Januari Febuari kita masih berhaha-hihi. Maret ke Desember tak ke mana-mana tapi lama-lama kehabisan energi.
Biasanya kita punya obsesi setiap tahun baru berganti. Bolehlah kini mencicil dengan mengharapkan vaksin karena toh corona tak benar-benar "pergi".
Jangan merutuki! Inilah sesungguhnya saatnya kita meningkatkan ekspektasi. Jangan ada lagi "Nanti. Nanti. Nanti." Bisa-bisa keburu mati.
Ketika ini semua berakhir, kita patut berbangga hati karena kita sang penyintas pandemi.