'Menjiplak' Video Clip, Tugas Nyeleneh dari Dosen Cerdik

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
11 Oktober 2021 22:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ada satu tugas di kampus Jurnalistik Fikom Unpad yang kelihatannya sepele tapi ternyata susahnya amit-amit, yaitu "menjiplak" sebuah music-video clip.
ADVERTISEMENT
Itu adalah tugas dalam mata kuliah Jurnalisme Televisi asuhan Pak Dede Mulkan. Nyeleneh, memang, tapi siapa sangka dengan "menjiplak" itu nyatanya kami berhasil mempraktikkan berbagai macam teori perfilman yang diajarkannya.
Ceritanya begini.
Kami setim berembuk mencari video clip yang bagus di kamera, bagus di cerita. Artinya selain gambarnya enak dipandang, kisahnya juga mesti dahsyat. Intinya harus keren supaya dapat nilai terbaik.
Pilihan kami jatuh kepada video clip Marcell yang berjudul Semua yang Terlambat.
Kisah di video clip tersebut singkatnya begini: Marcell terlalu sibuk sehingga sering mengabaikan kekasihnya (Marsha Timothy). Marcell baru sadar kebiasaan buruknya itu ketika sang kekasih sudah jatuh lumpuh.
Saya memerankan Marcell dan sang kekasih diperankan Dian Astari. Di kampus kami waktu itu, Dian adalah salah satu mahasiswi "bunga kampus" sehingga syuting ini amat berkesan di hati saya.
ADVERTISEMENT
Kita bicara teknis.
Kami baru benar-benar sadar video clip pilihan kami itu luar biasa susah direplikasi ketika menganalisis setiap adegan: Lokasi, properti, pakaian, utamanya bagaimana teknis pengambilan gambar.
Kami terbuai menonton video clip Marcell sehingga tidak sadar itu adalah sebuah film pendek berdurasi 4 menit yang tidak main-main.
Menjaga konsistensi atas usulan video tersebut, kami mulai berbagi tugas mengumpulkan detail properti semisal pakaian, kursi roda, mainan kincir angin, layangan, gulungan kertas (koran), antena televisi, hingga ponsel Nokia Communicator.
Di luar itu semua kami juga harus mencari pemeran anak-anak (laki-laki dan perempuan), menyewa gerobak, bahkan hingga meminjam anjing pomerania.
Memilih lokasi syuting tidak kalah ribet. Tidak mudah mencari spot yang mirip dengan yang ada di video clip Marcell meskipun kami sudah berkeliling Kota Bandung.
ADVERTISEMENT
Ketika hari H syuting dilakukan, kami diuji bukan hanya urusan teknis pengambilan gambar tapi juga mental bekerja dalam tim.
Setiap hari selalu ada masalah baru, misalnya ketika kami merasa sudah mempersiapkan segalanya tiba-tiba harus menunda syuting karena hujan.
Kesabaran kami diuji ketika harus berkali-kali mengambil gambar tapi tidak mirip dengan aslinya. Juga ketika ingin kembali mengambil gambar ternyata baterai kamera sudah habis.
Kami dibikin sering berdebat karena banyak kepala banyak pula suaranya.
Untungnya kami tim yang sangat solid, semua kru bekerja tidak ada yang leyeh-leyeh belaka. Potensi perpecahan di tim berhasil kami hindari karena kami semua tidak mudah baper.
12 tahun kemudian, 11 Oktober 2021—saat ini, alhamdulillah masih menempel pelajaran-pelajaran positif yang dapat saya petik dari tugas luar biasa itu. Yang tidak berhasil saya petik hanyalah kisah asmara dengan pemeran kekasih, tapi itu cerita lain.
Potongan video clip Marcell.
Kami.
Potongan video clip Marcell.
Hasil kami.
Potongan video clip Marcell.
Hasil kami.
Potongan video clip Marcell.
Kami.
* Tulisan ini sekaligus untuk mengenang Pak Dede Mulkan yang berpulang ke sisi-Nya pada Juni 2018. Beliau dosen cerdik yang amat disenangi para mahasiswanya. Al-Fatihah untuk beliau.
ADVERTISEMENT