Musuh Utama Kreativitas (Seringkali) Adalah Produktivitas

Rizki Gaga
Wartawan Tempo 2011 - 2016, Redaktur kumparan 2016 - sekarang. Orang Bandung lulusan Jurnalistik Unpad.
Konten dari Pengguna
14 Juni 2021 22:26 WIB
·
waktu baca 1 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gaga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Image by Alexandr Ivanov from Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Image by Alexandr Ivanov from Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketika kita memulai sesuatu, fokuslah pada kuantitas bukan kualitas. Begitu kata seseorang yang saya lihat entah di TikTok atau YouTube (lupa).
ADVERTISEMENT
Wejangan itu berlaku untuk siapa saja: Penulis, content creator, wartawan, bahkan koki; dan untuk apa saja: Usaha kecil, korporasi besar, lembaga pers, bahkan kampus.
Banyak alasan, di antaranya adalah perlunya menggaet audiens atau pembaca atau pembeli sebanyak mungkin secepat-cepatnya. Ini memang perjuangan memutar roda bisnis di awal-awal.
Ketika tujuan "menggapai audiens-pembaca-pembeli" sudah tercapai, maka kemudian ini:
Mulailah berkreativitas dengan meningkatkan kualitas.
Tapi ternyata inilah yang susah. Ada banyak pula alasan, di antaranya susahnya mengubah pakem "produktif-cepat" yang sudah tertanam. Apalagi kalau pakem itu sudah jadi obsesi.
Dan yang paling susah tentu: Sembari mempertahankan produktivitas mesti pula mendorong kreativitas. Paling susah karena musuh utama kreativitas (seringkali) adalah produktivitas.
Bagi korporasi, mengganti orang-orang enggak kreatif dengan orang-orang baru yang kreatif menjadi salah satu solusi. Kenyataan memang pahit.
ADVERTISEMENT
Bagaimana dengan orang? Mereka, aku, bahkan kamu, yang ingin kreatif tapi terlalu sibuk (berhenti sejenak untuk berimajinasi pun sulit)?
Nah, saya juga tidak tahu jawabannya.