Konten dari Pengguna

Membedah Sisi Linguistik Ujaran "Ndeso" Kaesang

6 Juli 2017 22:53 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Membedah Sisi Linguistik Ujaran "Ndeso" Kaesang
zoom-in-whitePerbesar
Putra bungsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo Kaesang Pangarep dilaporkan oleh warga Bekasi bernama Muhammad Hidayat ke Polres Metro Bekasi karena ujaran "Dasar Ndeso" di video blog (VLog) YouTube.
ADVERTISEMENT
Pernyataan lengkap Kaesang bisa dicek di transkrip ini:
Transkrip:
"Halo bapak, Kaesang mau minta proyek triliunan yang ada di pemerintah. Kaesang udah bosen sama YouTube, dapat uangnya kecil mulu. Kaesang minta ya bapak?," ucapnya.
Lalu berlakon sebagai bapak, Kaesang menjawab pertanyaannya sendiri.
"Opo tho le, mau sukses sama kaya, ya kerja keras toh. Mosok pengen penake tok. Sana urusin Markobar sana,"
"Markobar bukan punyaku bapak," lanjut Kaesang.
"Oh bukan toh," ucap Kaesang bertindak sebagai bapak.
"Bukan bapak, bukan," lanjut putra bungsu Jokowi ini.
"Dik, bapak ada pesan yang penting buat kamu," timpal Kaesang sebagai Jokowi.
"Kok bapak jadi serius gini?," lanjut Kaesang.
"Dengerin bapak, bapak minta pulsa ya, pulsa bapak habis," demikian ucap Kaesang sebagai Jokowi dalam parodi pamungkas.
ADVERTISEMENT
Selanjutnya Kaesang mengeluarkan pernyataan sebagai berikut:
"Emangnya masih zaman minta proyek sama orangtua yang ada di pemerintah? Dasar ndexx (sensor)!.
Malu dong sama embel-embel gelar yang kalian dapat dari kuliah, apalagi kuliahnya di luar negeri. Balik ke Indonesia bukannya membangun Indonesia lebih baik, malah ngancurin. Dasar ndexx.
Katanya mau berbakti buat nusa dan bangsa, tapi yang ada apa? Halah malah ngancurin semuanya.
Bukan begini caranya membangun Indonesia yang lebih baik. Ini adalah salah satu contoh seberapa buruknya generasi masa depan kita. Lihat saja ---(muncul video pawai takbiran teriak bunuh si Ahok).
Di sini aku bukannya membela Pak Ahok. Tapi di sini aku mempertanyakan kenapa anak seumur mereka bisa begitu? Sangat disayangkan kenapa anak kecil sebesar mereka sudah belajar menyebarkan kebencian. Apaan coba itu? Dasar ndexx. Ini ajaran siapa coba? Dasar ndexx.
ADVERTISEMENT
Ndak jelas banget. Ya kali ngajarin ke anak-anak untuk mengintimidasi dan meneror orang lain. mereka adalah bibit-bibit penerus bangsa kita. Jangan sampai kita kecolongan dan kehilangan generasi terbaik yang kita punya.
Untuk membangun Indonesia yang lebih baik kita tuh harus kerjasama, ya kerjasama, bukan saling menjelek-jelekan dan mengadu domba, mengkafir-kafirkan orang lain.
Apalagi ada tuh kemarin apa namanya yang nggak mau mensalatkan, padahal sesama muslim. Hanya karena perbedaan memilih pemimpin, apaan coba? Dasar ndexx.
Kita itu Indonesia, kita itu hidup dalam perbedaan. Salam kecebong!"
Lantaran ujaran yang memuat kata atau pun kalimat lekat dengan studi bahasa, linguistik, maka penulis mencoba menganalisa dari tiga sisi cabang ilmu linguistik, yakni Sintaksis, Semantik dan Pragmatik. Berikut penjelasannya.
ADVERTISEMENT
A. Sisi Gramatikal (struktur)
Dilihat dari sisi gramatikal, "Dasar Ndeso" masuk dalam kelas kata "Interjection" atau "interjeksi" (kata seru/kata lukisan rasa) yakni berupa kata yang diucapkan untuk mengungkapkan perasaan. Jadi "Dasar Ndeso" di sini merupakan perasaan atau ekspresi prihatin Kaesang yang heran atas fenomena yang terjadi di Indonesia.
Bila diurai, frasa interjeksi "Dasar Ndeso" bisa dipecah menjadi 2 kata, yakni interjeksi "Dasar" dan interjeksi "Ndeso". Interjeksi "Dasar" masuk dalam kategori interjeksi sekunder, yang menurut buku Tata Bahasa Jawa Mutakhir, sudah memperlihatkan struktur bunyi fonetis (fonotaktis) yang jelas. Mengucapkan kata "Dasar" lebih terdengar jelas ketimbang mengucap interjeksi "Ndeso" yang dibentuk dari bunyi pelancar "nd". Dan kata "Dasar" yang tergolong interjeksi sekunder ini cenderung memiliki satu pola intonasi saja. Si A, si B, si C, dan seterusnya cenderung mengucapkan kata "Dasar" dengan bunyi yang sama dalam hal guyonan atau ejekan.
ADVERTISEMENT
Sementara kata "Ndeso" masuk kategori interjeksi primer yang dari segi bentuk memperlihatkan bentuk yang sederhana. Pada umumnya, bentuk primer ini bersuku satu dengan pola fonotaktis (K)V(K), konsonan - vokal - konsonan. Dan interjeksi primer ini memiliki beberapa jenis tone atau pola intonasi berbeda. Artinya, nada ucapan "Ndeso" dari beberapa orang mungkin bisa berbeda, seperti pengucapan di 2 kalimat berikut.
- A: Kamu kok gitu si, Dasar Ndeso... (Tone Sindiran)
- B: Rumah makan khas Jawa ini suasananya enak, "Ndeso", adem... (Tone Pujian)
B. Sisi Semantik (makna) dan Pragmatik (maksud)
Setiap ujaran memiliki makna. Namun apa yang diucapkan dan yang dimaksud si penutur bisa dimaknai berbeda oleh si pendengar. Hal ini terjadi jika pemahaman, preferensi dan latar belakang pengetahuan antara si penutur dan pendengar berbeda. Untuk itu, pemahaman mengenai maksud dari si penutur sangat diperlukan untuk melihat lebih luas dan dalam, atau dari kedua sisi apa yang sebenarnya yang dimaksud si penutur.
ADVERTISEMENT
*Dalam hal ini, Kaesang bertindak sebagai si penutur dan Muhammad Hidayat yang melaporkan Kaesang ke polisi sebagai pendengar.
Si pelapor, Pak Muhammad Hidayat menilai ada 6 poin ujaran kebencian yang dilontarkan Kaesang. Sebagaimana yang tertulis di Vlog yang diunggahnya sendiri, ia menyebut Kaesang telah "menuduh" beberapa hal, seperti menuduh ada anak pejabat tidak tahu malu dengan meminta saham, menuduh ada generasi muda berperilaku buruk-menyebarkan kebencian, menuduh ada yang mengajarkan anak-anak menyebar kebencian, ada yang saling menjelek-jelekkan, mengadu domba, mengkafir-kafirkan orang lain, hingga tak mau mensalatkan jenazah karena beda pilihan politik. Lihat video berikut untuk membaca laporan Muhammad Hidayat secara lengkap.
Dalam ilmu Pragmatik dikenal konsep "Speech Act" atau "Tindak Tutur" (menurut ahli bahasa Austin, 1962 dan Searle, 1969) yang didefinisikan sebagai say something and doing something by words, mengungkapkan dan melakukan sesuatu dengan kata-kata. Jadi, dari apa yang kita katakan, sebenarnya itu bisa jadi merupakan tindakan.
ADVERTISEMENT
Jika seorang ibu bilang kepada putranya di rumah "udaranya panas sekali" dengan konteks AC di ruangan tersebut belum diaktifkan. Maka maksud perkataan si ibu tidak hanya sekadar memberitahu bahwa udaranya panas, tapi minta tolong agar putranya mengaktifkan AC. Dengan cukup mengucap "udaranya panas sekali", sang ibu telah melakukan tindakan menyuruh anaknya mengaktifkan AC.
Jika ada seorang istri mengucap ke suaminya: "Pah, bajunya lucu banget yah" dengan konteks sang suami baru saja ambil uang gajian. 99,99% bisa dipastikan bahwa sang istri tak sekadar berkata begitu, tapi ia sebenarnya meminta suaminya untuk membelikan baju tersebut. Dari hanya mengucap "Pah, bajunya lucu banget yah" bisa berbuah tindakan sang suami untuk membelikan baju.
ADVERTISEMENT
Selain itu, sebelum menuturkan kata-kata, seseorang sudah memiliki suatu pandangan yang disebut proposisi. Menurut Yule (2006), Proposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Sementara Nababan (1987) mendefinisikan proposisi sebagai dasar bagi si penutur menciptakan ujaran yang mempunyai makna bagi pendengar.
Dalam hal ini, dasar pemikiran yang ada di benak Kaesang adalah bahwa saat itu situasi negara sedang tidak kondusif dengan adanya hal-hal yang tidak beres dan ramainya ujaran kebencian di media sosial. Sehingga, Kaesang menuturkan ekspresi interjeksi "Dasar Ndeso". Nah dalam hal ini, ujaran Kaesang bisa dipahami menjadi dua sudut pandang: positif dan negatif.
Makna "Ndeso": Positif atau Negatif?
Jika dilihat dari sudut pandang positif, dengan notabene sebagai seorang anak presiden, Kaesang merasa peduli dan ingin melakukan tindakan yang bisa mempengaruhi orang lain dengan cara membuat Vlog tersebut. Sebagai anak pejabat, Kaesang mengimbau anak pejabat lain untuk tidak memanfaatkan posisi orangtuanya untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Kaesang yang juga generasi penerus bangsa berharap anak muda bisa lebih kreatif berkarya ketimbang membuang waktu untuk saling mencela atau bahkan bertengkar di media sosial.
ADVERTISEMENT
Kaesang merasa prihatin dan mengimbau agar tidak ada lagi ujaran kebencian yang dilakukan anak kecil. Juga tidak ada yang mengajarkan anak kecil untuk mengucapkan kebencian. Dalam hal ini juga, Kaesang mengungkapkan keprihatinannya terkait ada warga yang tidak mau mensalatkan jenazah sesama Muslim hanya karena perbedaan pilihan politik. Di mata Kaesang, semua itu merupakan ungkapan keprihatinan dan kritik, bukan ujaran kebencian.
Jika dilihat dari sudut pandang negatif (Yang dimaksud negatif di sini adalah cara memandang pernyataan, bukan orangnya yang negatif ), ujaran Kaesang secara keseluruhan bermuatan "rasa kebencian" karena menuduh golongan tertentu. Menurut yang dipahami oleh pelapor Kaesang, Muhammad Hidayat, ujaran kebencian ini disimpulkan dari adanya kata "Ndeso". "Ndeso" menyiratkan kata umpatan yang merefleksikan kebencian. Dan "Ndeso, menurut Hidayat, merepresentasikan golongan masyarakat desa.
Muhammad Hidayat, pelapor Kaesang (Foto: Nadia Riso/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Muhammad Hidayat, pelapor Kaesang (Foto: Nadia Riso/kumparan)
ADVERTISEMENT
"Nah kalau satu golongan masyarakat desa itu dikonotasikan masyarakat rendah sehingga dia menjadi analogi mempersepsikan menjadi negatif, dasar ndeso lu, dasar kampungan lu maka masyarakat desa menjadi sebuah image stigma bahwa masyarakat desa itu rendah," kata Muhammad Hidayat, seperti dimuat Republika.co.id
Dijelaskan pria tersebut, masyarakat desa rendah merupakan ujaran kebencian yang membenci masyarakat desa. Sehingga menurut dia, seseorang tidak bisa mengatakan dasar ndeso menjadi konsumsi publik. "Kalau hanya berdua, eh kamu ndeso itu enggak apa-apa," tandas Hidayat.
Untuk lebih jelasnya, ada baiknya kita memahami lebih dalam muatan makna dan "maksud" dari kata "ndeso". Kata "Ndeso" di sini berasal dari kata "desa". Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "desa" memiliki beberapa arti sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
- Kesatuan wilayah yang dihuni oleh sejumlah keluarga yang mempunyai sistem pemerintahan sendiri (dikepalai oleh seorang kepala desa)
- Kelompok rumah di luar kota yang merupakan kesatuan: di -- itu belum ada listrik
- Udik atau dusun (dalam arti daerah pedalaman sebagai lawan kota): ia hidup tenteram di -- terpencil di kaki gunung
- Tanah; tempat; daerah
Menurut dosen Program Studi Jawa Universitas Indonesia, Darmoko, kata dasar "desa" yang ditambah bunyi pelancar "n", maka maknanya merujuk pada karakteristik yang melekat pada orang-orang desa. Dengan kata lain, kata "Ndeso" merepresentasikan karakter seseorang atau kelompok yang "kedesa-desaan".
ADVERTISEMENT
Memang secara umum, pengertian "Ndeso" bersifat netral. Tapi jika dibandingkan dengan kata "Kota" dalam konteks pembangunan, kata "Ndeso" mengesankan tak lebih baik. Dalam konteks perbandingan seperti ini, "Ndeso" dalam bentuk yang hiperbolik bisa menjadi ungkapan mengumpat.
Sementara jika dilihat dalam konteks moralitas, kata "Ndeso" bisa berkonotasi positif, karena sosok karakter orang desa dianggap lebih sopan, santun, dan berkelakuan baik dibanding dengan yang di kota atas Dasar komparasi angka kejahatan di kota yang cenderung lebih banyak dibanding di desa. Bahkan Presiden Jokowi pernah dijuluki "Presiden Ndeso" oleh seorang budayawan, di mana kata "ndeso" tersebut dianggap sebagai hal yang positif untuk menggambarkan dirinya yang sederhana dan merakyat.
Tukul Arwana sebagai komedian yang menjadikan kata "Ndeso" sebagai brand personality-nya mengungkapkan bahwa "Ndeso" berkonotasi posifit, yaitu untuk menginspirasi masyarakat pinggiran agar bangkit seperti dirinya.
ADVERTISEMENT
"Kata 'Ndeso' itu bukan untuk nyindir orang desa, tapi itu sebagai inspirasi untuk orang-orang supaya bangkit," ungkap Tukul, pada 2011 silam, seperti dimuat Detik.com. "Artinya gini, walaupun 'Ndeso' tapi ada kemauan untuk punya skill supaya lebih maju ya, itu bagus."
Jadi, tergantung sudut pandang orang yang melihatnya serta konteks tuturan kata itu diucapkan. Dalam ujaran Kaesang ini, konteks momennya adalah pergolakan politik dan sosial yang terjadi dalam periode 2016 hingga awal 2017 di Indonesia. Mulai dari isu "minta saham", kasus Ahok dan Pilkada DKI Jakarta. Sementara konteks si pengujarnya adalah si Kaesang yang dikenal sebagai sosok jenaka. Lantas, apakah pernyataan "Ndeso" bisa dibilang serius atau bercanda?
Menurut Dwi Woro Retno Mastuti yang juga dosen Program Studi Jawa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, "Ndeso" bisa didefinisikan sebagai desa atau kampung dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, dalam konotasi tertentu dapat berarti "kampungan" yang biasanya kerap digunakan sebagai guyonan atau candaan.
ADVERTISEMENT
"Dasar 'Ndeso' sepanjang pengetahuan saya bermakna guyon. Itu bahasa pergaulan, artinya seseorang memiliki sikap atau perilaku yang kurang pantas atau kurang berpendidikan. Sebagian orang menganggap bahwa orang desa atau wong ndeso cenderung lugu, apa adanya," ujar Dwi Woro, seperti dilansir Kumparan.com.
Kesimpulan Selengkapnya:
https://rizkigunawan.com/2017/07/06/membedah-sisi-linguistik-ujaran-ndeso-kaesang/