news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Putusan Ultra Petita Didalam Kasus Korupsi Harvey Moeis

Rizki Koerniawan
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum di Universitas Siber Muhammadiyah
9 Maret 2025 12:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Koerniawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto : Kumparan.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto : Kumparan.com
ADVERTISEMENT
Terdapat hal yang menarik bagi para Praktisi Hukum, Akademisi dan juga Masyarakat secara luas tentang
ADVERTISEMENT
putusan Hakim di dalam mega korupsi yang merugikan Negara sebesar 300 Triliun Rupiah.
Kasus yang melibatkan Harvey Moeis ini tidak hanya berhenti pada tindak pidana korupsi saja, tetapi juga meliputi tindak pidana penyuapan dan pencucian uang.
Pada putusan Hakim di tingkat banding, Majelis Hakim dalam amar putusannya menjatuhkan hukuman lebih berat daripada permohonan Jaksa penuntut umum (JPU).
Sebelum melangkah lebih jauh, berikut adalah duduk perkara putusan Harvey Moeis. Pada Kamis, 13 Februari 2025, Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (PT DKI) membacakan putusan banding atas nama Terdakwa Harvey Moeis.
Putusan ini memperbaiki Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 70/Pid.Sus-TPK/2024/PN Jkt.Pst yang sebelumnya menjatuhkan hukuman pidana selama 6 (enam) tahun dan 6 (enam) bulan kepada Harvey, diperbaiki menjadi hukuman penjara selama 20 tahun atas keterlibatannya dalam Tindak Pidana Penyuapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang.
ADVERTISEMENT
Putusan Hakim lebih berat daripada tuntutan Jaksa
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 24 ayat (1)yang mengatur tentang kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka. Prinsip ini menghendaki kekuasaan kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak manapun dan dalam bentuk apapun, sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya ada jaminan ketidakberpihakan. Dengan demikian, hakim memiliki kemandirian dan kebebasan dalam menjatuhkan putusan yang sedang ditanganinya, namun kebebasan yang dimiliki oleh hakim dibatasi oleh peraturan perundang-undangan.
Pada kasus yang menjerat Harvey Moeis, Hakim Pengadilan Tinggi memberikan putusan yang lebih berat daripada tuntutan Jaksa Penuntut umum, dalam hal ini kita bisa menilai bahwa Majelis Hakim menerapkan asas ultra petita dalam putusannya.
ADVERTISEMENT
Prinsip Ultra Petita
Ultra petita berasal dari bahasa latin, yakni Ultra yang berarti sangat, sekali, ekstrim, berlebihan dan Petita yang berarti permohonan.
Pasal 193 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, Menyebutkan Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana kepadanya.
Penerapan prinsip ultra petita dalam hukum acara di Indonesia cukup banyak menjadi perbincangan dan perdebatan. Putusan Hakim sebagai proses akhir dalam penegakan hukum merupakan hal yang paling problematis, dilematis dan mempunyai tingkat kontroversi yang tinggi. Upaya untuk mencari, menemukan dan menerapkan hukum inilah yang kerap kali menimbulkan rasa tidak puas terhadap para pihak hingga di kalangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana akan sangat menentukan apakah putusan seorang hakim dianggap adil dan juga menentukan apakah putusannya dapat dipertanggungjawabkan atau tidak. Selain berdasarkan sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti, putusan pidana juga harus berdasarkan kepada surat dakwaan yang dibuat oleh Jaksa Penuntut Umum yang berisi fakta-fakta yang terjadi dalam suatu tindak pidana (delik) beserta aturan-aturan hukum yang dilanggar oleh terdakwa.