Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Bersahabat dengan Teknologi dan Masa Depan Pendidikan
4 Februari 2025 21:25 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari Rizki Mulyarahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di era digital yang semakin meluas, teknologi telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari hampir setiap aspek kehidupan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Kemajuan teknologi, yang mencakup alat pembelajaran daring, kecerdasan buatan (AI), dan sistem manajemen pembelajaran, menjanjikan perubahan besar dalam cara kita mengakses dan menyampaikan pengetahuan. Namun, di balik kemudahan yang ditawarkan, muncul sebuah pertanyaan yang mendalam: Mampukah teknologi menjaga esensi pendidikan?
ADVERTISEMENT
Pendidikan sejatinya tidak hanya tentang transfer pengetahuan, tetapi juga tentang membentuk karakter, keterampilan berpikir kritis, dan kemampuan berinteraksi dalam masyarakat. Sebagaimana yang ditekankan oleh UNESCO, pendidikan tidak hanya berfokus pada penguasaan materi akademik, tetapi juga pada pembentukan kepribadian dan keterampilan sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, teknologi sering dipandang hanya sebagai alat yang fokus pada efisiensi dan aksesibilitas, dan banyak yang khawatir bahwa penggunaan teknologi secara berlebihan dapat mereduksi aspek-aspek esensial dari pendidikan itu sendiri.
Teknologi, meskipun menawarkan banyak kemudahan dan efisiensi, apakah dapat mempertahankan elemen-elemen tersebut, atau justru menggesernya?
Teknologi dalam Pendidikan: Sebuah Peluang Baru
Sejak abad ke-21, teknologi telah merubah paradigma pendidikan secara signifikan. Pembelajaran daring, misalnya, membuka akses pendidikan yang lebih luas tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu. Sebuah studi oleh Allen dan Seaman (2017) menunjukkan bahwa lebih dari 6 juta mahasiswa di Amerika Serikat saja mengikuti kelas daring pada tahun 2016, dan angka ini terus meningkat setiap tahun. Teknologi juga memungkinkan penggunaan berbagai platform seperti learning management systems (LMS), aplikasi pendidikan berbasis AI, serta alat interaktif seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) yang memperkaya pengalaman belajar.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Bailenson dan Tim Peneliti (2008) menunjukkan bahwa penggunaan VR dalam pendidikan dapat meningkatkan keterlibatan emosional dan pembelajaran praktis yang lebih efektif, yang mungkin tidak bisa dicapai dengan metode konvensional.
Selain itu, penelitian oleh Mayer (2005) dalam Cognitive Theory of Multimedia Learning menunjukkan bahwa penggunaan multimedia dalam pembelajaran dapat mempercepat pemahaman konsep dan meningkatkan retensi informasi siswa. Teknologi dapat membawa pembelajaran ke tingkat yang lebih mendalam dengan memungkinkan visualisasi konsep-konsep abstrak dan eksperimen yang mungkin sulit dilakukan di dunia nyata. Oleh karena itu, teknologi tidak hanya mempermudah akses pendidikan, tetapi juga memperkaya proses pembelajaran dengan berbagai cara yang inovatif.
Secara positif, teknologi telah membuka pintu akses pendidikan yang lebih luas. Penelitian oleh Anderson dan Dron (2011) dalam artikel mereka "Learning Technology through the Lens of Learning Theory" menunjukkan bahwa teknologi dapat memperkaya pengalaman belajar, terutama dalam konteks distance learning atau pembelajaran jarak jauh, yang memungkinkan siswa di berbagai belahan dunia untuk mengakses kursus dan materi pendidikan tanpa dibatasi oleh lokasi atau waktu. Platform seperti Coursera, edX, dan Khan Academy adalah contoh konkret bagaimana teknologi memperluas jangkauan pendidikan.
ADVERTISEMENT
Risiko Teknologi dan Potensi Degradasi Esensi Pendidikan
Teknologi sering dianggap sebagai solusi atas segala kekurangan dalam sistem pendidikan. Namun, penggunaan teknologi dalam pendidikan juga menghadirkan beberapa tantangan yang patut dipertimbangkan. Salah satu kekhawatiran utama adalah bahwa teknologi dapat mengurangi esensi pendidikan yang sesungguhnya, yaitu pembelajaran yang membentuk pemikiran kritis, kreativitas, dan nilai-nilai kemanusiaan. Dimana ketergantungan pada mesin dan algoritma yang lebih mengutamakan kecepatan dan efisiensi daripada kedalaman dan pemahaman.
Dalam konteks ini, Neil Postman dalam bukunya Technopoly: The Surrender of Culture to Technology (1993) menyatakan bahwa teknologi, dalam banyak hal, telah mengambil alih budaya dan sistem sosial kita, bahkan menggantikan cara kita berpikir dan berinteraksi. Pendidikan, menurut Postman, bukan hanya soal menguasai informasi, tetapi juga mengajarkan keterampilan untuk menganalisis dan menginterpretasi dunia dengan cara yang lebih mendalam dan kritis. Ketergantungan yang berlebihan pada teknologi, seperti penggunaan AI untuk mengoreksi tugas atau memberikan feedback otomatis, dapat mengurangi interaksi manusia yang penting dalam proses pembelajaran. Siswa mungkin lebih mengandalkan mesin daripada berdiskusi dengan guru atau teman-teman mereka, yang dapat menghambat pengembangan keterampilan sosial dan emosional.
ADVERTISEMENT
Selain itu, meningkatnya ketergantungan pada teknologi dalam dunia pendidikan, ada kekhawatiran bahwa aspek-aspek mendasar dari pendidikan, seperti pengembangan karakter, pembelajaran sosial, dan interaksi manusia dapat terabaikan. Menurut Carr (2010) dalam bukunya The Shallows: What the Internet is Doing to Our Brains, ketergantungan yang tinggi pada perangkat digital dan internet dapat mengurangi kemampuan siswa untuk berpikir kritis dan mendalam. Pembelajaran yang terjadi melalui media digital, dengan segala kemudahan aksesnya, sering kali membuat siswa terjebak, tanpa benar-benar menyelami makna dan esensi yang lebih dalam.
Penelitian yang dilakukan oleh Rosen dan kawan-kawan (2011), dalam studi "The Impact of Technology on Education" menunjukkan bahwa meskipun teknologi dapat membantu dalam meningkatkan efisiensi pembelajaran, terlalu banyak penggunaan teknologi dapat mengganggu kemampuan fokus siswa, menurunkan kemampuan sosial mereka, dan mengurangi kualitas interaksi antara guru dan siswa.
ADVERTISEMENT
Teknologi sebagai Alat, Bukan Pengganti
Sebagai respons terhadap tantangan ini, penting untuk menekankan bahwa teknologi harus dipandang sebagai alat bantu yang mendukung proses pendidikan, bukan sebagai pengganti interaksi manusia atau nilai-nilai pendidikan yang mendalam. Bruns (2009), dalam penelitiannya tentang "The Role of Educational Technologies in the 21st Century" menegaskan bahwa teknologi seharusnya melengkapi peran guru dan pendidik, bukan menggantikan kedudukan mereka. Teknologi yang bijak dapat memperkaya proses pengajaran dan memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna, selama itu digunakan dengan pertimbangan yang matang.
Untuk memastikan bahwa teknologi tidak menggantikan esensi pendidikan, teknologi harus digunakan sebagai alat bantu yang memperkaya pengalaman belajar, bukan sebagai pengganti hubungan manusia. Menurut Laurillard (2012), teknologi sebaiknya digunakan untuk mendukung metodologi pembelajaran yang berfokus pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, pemecahan masalah, dan menerapkan pengetahuan dalam konteks dunia nyata.
ADVERTISEMENT
Misalnya, penggunaan flipped classroom yang memanfaatkan teknologi untuk memberikan materi pembelajaran secara daring, tetapi mendorong siswa untuk berdiskusi dan berkolaborasi secara langsung di kelas, dapat menjadi cara yang efektif untuk menjaga keseimbangan antara inovasi teknologi dan esensi pendidikan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bergmann dan Sams (2012), yang menunjukkan bahwa flipped classroom dapat meningkatkan pemahaman konsep dan mendorong siswa untuk berpikir lebih kritis melalui interaksi langsung dengan pengajar.
Pada akhirnya, teknologi dapat memperkaya proses pendidikan dengan memberikan akses lebih luas, pengalaman belajar yang lebih interaktif, dan efisiensi dalam pengelolaan sumber daya. Namun, teknologi harus digunakan dengan bijak untuk memastikan bahwa esensi pendidikan—yang mencakup pembentukan karakter, pemikiran kritis, dan kemampuan sosial—tetap terjaga.
ADVERTISEMENT
Kita harus memastikan bahwa meskipun pendidikan berkembang mengikuti zaman, esensi yang terkandung di dalamnya tetap dijaga. Teknologi dapat menjadi alat yang sangat powerful, tetapi pendidik dan pembuat kebijakan harus berperan aktif dalam menjaga nilai-nilai inti pendidikan yang lebih dari sekadar angka dan skor.