Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Kapitalisme Digital dan Ketimpangan Baru
4 Februari 2025 19:58 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Rizki Mulyarahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kapitalisme digital bukanlah sebuah totalitas baru, bukan pula gambaran dan dimensi baru pada lanskap dunia digital (Budiawan dkk: 2024, dalam buku Kapitalisme Digital dan Ekonomi). Kapitalisme tidak hanya beradaptasi, bahkan berkembang menjadi bentuk baru yang dikenal sebagai kapitalisme digital. Fenomena ini terlihat dari dominasi perusahaan teknologi besar seperti Amazon, Google, Facebook (Meta), dan Microsoft, yang menciptakan ekosistem ekonomi berbasis data, platform, dan teknologi informasi.
ADVERTISEMENT
Fenomena ini membawa dampak besar terhadap ketimpangan sosial dan ekonomi yang ada, antara Jawa dan Luar Jawa. Sebuah isu yang masih dan sangat relevan untuk dianalisis melalui teori Karl Max, terutama terkait konsep eksploitasi, kelas sosial dan akumulasi kapital.
Eksploitasi Kapitalisme Digital
Marx berpendapat, bahwa kapitalisme pada dasarnya adalah sistem yang mengeksploitasi tenaga kerja. Dalam dunia kapitalisme tradisional, eksploitasi terjadi dalam bentuk pemisahan antara pemilik modal (kapitalis) dan pekerja. Kapitalis memperoleh keuntungan dari produksi barang dan jasa, sementara pekerja hanya menerima upah yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai yang mereka hasilkan. Dalam konteks kapitalisme digital, eksploitasi ini tidak hanya terbatas pada pekerja fisik, akan tetapi melus ke data pengguna.
ADVERTISEMENT
Sebagai contoh, platform digital seperti Google, Facebook, Amazon dan lainnya, mengumpulkan data dari miliaran penggunanya di seluruh dunia. Data ini menjadi “sumber daya” yang sangat bernilai bagi perusahaan-perusahaan ini, tetapi pengguna tidak di beri kompensasi yang sebanding. Setiap kali seseorang berselancar media sosial, meng-klik iklan, atau menggunakan aplikasi, mereka sebenarnya berkontribusi pada profit perusahan melalui data mereka. Dalam hal ini, data pribadi menjadi komoditas yang dieksploitasi, menghasilkan keuntungan besar bagi perusahan teknologi, sementara individu yang memberikan data tersebut tidak mendapatkan keuntungan, apalagi manfaat secara langsung, melainkan hanya menjadi konsumen dari layanan yang ditawarkan secara gratis.
Apalagi dalam konteks ekonomi gig, seperti halnya pengemudi angkutan secara daring, kurir lepas, atau jasa lain yang berbasis aplikasi platform digital. Mereka tidak mendapatkan upah bulanan atau gaji. Penghasilan yang mereka dapatkan, tergantung bagaimana apa yang mereka kerjakan pada hari itu. Bahkan, apabila mereka sakit, atau tidak bekerja, mereka tidak akan mendapatkan upah atau penghasilan dan jaminan social lainnya.
ADVERTISEMENT
Kelas Sosial Baru dan Monopoli Digital
Marx berbicara tentang dinamika kelas sosial yang terbentuk dalam kapitalisme. Dalam kapitalisme digital, terbentuk kelas baru: "pengusaha data" dan "pekerja digital". Pengusaha data adalah perusahaan-perusahaan besar yang menguasai dan mengendalikan data serta infrastruktur digital, sementara pekerja digital adalah individu yang menciptakan data tersebut melalui aktivitas online mereka. Kelas pekerja dalam kapitalisme digital juga dapat mencakup pekerja yang terlibat dalam ekonomi gig, seperti pengemudi ojek online atau pekerja lepas yang tidak memiliki perlindungan atau stabilitas kerja.
Selain itu, kapitalisme digital cenderung menghasilkan monopoli atau oligopoli besar, di mana hanya beberapa perusahaan besar yang menguasai pasar dan mengendalikan akses ke platform digital. Hal ini sejalan dengan analisis Marx tentang bagaimana kapitalisme cenderung mengarah pada konsentrasi kekayaan dan kekuasaan pada segelintir individu atau kelompok. Dalam kapitalisme digital, perusahaan-perusahaan besar ini memiliki kontrol besar terhadap pasar, kebijakan, dan bahkan budaya, sehingga menyebabkan ketimpangan yang semakin besar antara perusahaan teknologi besar dan masyarakat umum.
ADVERTISEMENT
Akumulasi Kapital dan Ketimpangan Baru
Salah satu ide utama dalam teori Marx adalah akumulasi kapital, yaitu proses di mana kapitalis mengumpulkan kekayaan melalui eksploitasi. Dalam kapitalisme digital, akumulasi kapital terjadi melalui penguasaan dan monetisasi data. Model bisnis seperti iklan berbasis data atau algoritma rekomendasi yang menjual informasi kepada pihak ketiga, memungkinkan perusahaan teknologi untuk memperoleh keuntungan besar tanpa harus bergantung pada produksi fisik barang. Proses ini memperburuk ketimpangan ekonomi, di mana perusahaan besar mengakumulasi kapital dengan cepat, sementara individu, yang memberikan sumber daya utama—data—tidak mendapatkan bagian yang adil.
Ketimpangan ini juga tercermin dalam distribusi kekayaan dan akses. Akses terhadap teknologi dan internet adalah sumber daya yang penting, tetapi tidak semua orang memiliki akses yang setara. Di beberapa negara, terdapat kesenjangan besar antara mereka yang dapat mengakses teknologi canggih dan mereka yang terpinggirkan. Bahkan di negara-negara maju, ketimpangan digital ini tetap ada, dengan sebagian besar orang hanya menjadi konsumen pasif dari platform digital.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia misalnya, menurut hasil riset Subekti dan kawan-kawan (2024), kesenjangan digital tidak hanya berdampak pada akses informasi, tetapi mempengaruhi aspek sosial dan ekonomi. Di sektor pendidikan misalnya, siswa di daerah terpencil seringkali kesulitan mengakses materi belajar digital. Hal ini, semakin memperlebar jarak ketimpangan sosial dan memperbesar kesenjangan dengan daerah lain seperti di wilayah timur Indonesia, hanya kota-kota besar sajalah yang mengalami perkembangan secara pesat.
Solusi Marxian dalam Kapitalisme Digital
Dari perspektif Marx, salah satu solusi untuk ketimpangan yang ditimbulkan oleh kapitalisme digital adalah redistribusi kekayaan. Dalam hal ini, redistribusi tidak hanya berarti memberikan upah yang lebih tinggi bagi pekerja digital, tetapi juga mengatur ulang cara data dikumpulkan dan dimanfaatkan. Salah satu gagasan yang relevan adalah penerapan pajak terhadap data atau penggunaan data sebagai komoditas yang perlu dikendalikan oleh otoritas publik. Marx mendorong agar kontrol atas data yang dihasilkan oleh individu tidak hanya berada di tangan perusahaan besar, melainkan dapat diatur oleh masyarakat atau negara dengan tujuan keadilan sosial.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada gagasan untuk mendirikan "platform sosial" yang lebih berfokus pada kepentingan umum daripada hanya pada akumulasi kapital. Ini mungkin termasuk platform yang dimiliki dan dijalankan oleh komunitas atau kolektif, yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan yang ada dan memberikan kontrol kepada pengguna terhadap data mereka.
Pada akhirnya, ‘Kapitalisme Digital’ membawa tantangan baru dalam ketimpangan sosial dan ekonomi yang harus diperhatikan dalam perspektif teori Karl Marx. Fenomena pengumpulan dan eksploitasi data serta dominasi monopoli digital memperburuk ketimpangan yang sudah ada, baik dalam hal distribusi kekayaan maupun akses teknologi. Untuk mengurangi ketimpangan ini, diperlukan pendekatan yang lebih egaliter dalam mengelola teknologi dan data, serta redistribusi kekayaan yang lebih adil bagi semua pihak yang terlibat dalam ekosistem digital.
ADVERTISEMENT