Konten dari Pengguna

Masyarakat Lebih Memilih Vivo Meski Lebih Mahal dari Pertamina

Rizki Sahrul Romadon
Saya adalah Mahasiswa aktif di UPN Veteran Jakarta dengan jurusan S1 Akuntansi
6 Oktober 2022 12:36 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Sahrul Romadon tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
pixabay.com
ADVERTISEMENT
Kemunculan rencana akan kenaikan harga BBM untuk jenis Pertalite dan Pertamax pada 1 September 2022 sudah beredar di tengah masyarakat. Harga Pertalite dikabarkan akan naik berkisar Rp 8.500-Rp 10.000 per liter dari harga Rp 7.650 per liter dan Harga Pertamax akan naik di kisaran Rp 14.800 - Rp 15.500. Kenaikan tersebut sangat mengkhawatirkan karena sangat tinggi.
ADVERTISEMENT
Tetapi, anggaran BBM tahun 2022 telah meningkat tiga kali lipat, dari 152,5 triliun menjadi 502,4 triliun dan itu akan terus meningkat. Dan lebih dari 70 persen digunakan oleh kelompok masyarakat yang berkecukupan yakni memiliki kendaraan pribadi. Seharusnya, uang negara itu diprioritaskan untuk diberikan kepada masyarakat yang kurang mampu. Pada situasi ini pemerintah sangat sulit untuk membuat suatu keputusan. Pilihan terakhir pemerintah adalah dengan cara mengalihkan BBM. Sehingga, harga untuk jenis BBM yang selama ini mendapat anggaran mengalami penyesuaian.
Pemerintah seakan tidak lagi mempunyai pilihan lain karena harga minyak mentah dunia melonjak setelah perang Rusia dan Ukraina. Hal itu berpotensi membuat belanja BBM makin membengkak. Hal itu memengaruhi kenaikan harga BBM. Ada beberapa faktor penentu yang membuat naik nya harga BBM. Pertama, kenaikan harga minyak mentah dunia yang melambung tinggi, hal itu sangat besar pengaruhnya terhadap total biaya pengadaan BBM dan itu bisa memengaruhi hingga 85%- 90% total biaya. Kedua, nilai tukar dolar AS terhadap rupiah. Kenaikan minyak mentah global bisa makin parah jika nilai tukar rupiah terhadap dolar AS makin anjlok, pemerintah otomatis perlu mengeluarkan uang rupiah lebih banyak untuk membeli minyak dari luar negeri. Ketiga, biaya transportasi atau logistik. Sebelumnya anggaran energi bisa membengkak dari 198 triliun menjadi 700 triliun jika harga pertalite dan solar tak naik.
ADVERTISEMENT
Faktor penyebab BBM naik
Faktor yang membuat pemerintah terpaksa menaikkan harga BBM tak hanya berasal dari kondisi internal saja, namun ada pula pengaruh dari faktor eksternal negara. Adapun faktor yang dimaksud adalah harga dan pasokan minyak mentah di dunia juga dipengaruhi oleh negara produsen minyak dunia. Guncangan keamanan dan politik Timur Tengah akan berdampak besar terhadap minyak dunia. Indonesia selaku negara konsumen minyak dunia juga tak bisa berbuat banyak terhadap kondisi tersebut.
Pemerintah resmi menaikkan harga BBM. Kenaikan ini karena pencabutan anggaran yang diberikan pemerintah. Pertalite akan mengalami kenaikan harga dari Rp 7.650 hingga Rp 10.000 per liter. Sedangkan pertamax naik hingga Rp 14.500 dari sebelumnya Rp 12.500 per liter. Kenaikannya akan berdampak pada beberapa hal bagi masyarakat menengah ke bawah. Berikut dampak kenaikan harga BBM bagi masyarakat ekonomi bawah.
ADVERTISEMENT
Dampak yang dirasakan masyarakat saat BBM naik
Pertama, akan timbul penurunan daya beli dalam jangka pendek karena dampak pendapatan yang mengalami penurunan. Khususnya kelompok rumah tangga bawah atau miskin yang tidak memiliki ruang yang cukup untuk menghadapi masalah jangka pendek. Selanjutnya adalah kenaikan harga bahan pokok, hal ini akan sangat berdampak untuk masyarakat menengah ke bawah. Ketiga, kenaikan harga ini juga akan berdampak pada aspek sosial masyarakat. Salah satunya peningkatan angka pengangguran. Pasalnya, kenaikan harga BBM akan membebani biaya produksi dan operasional. Akhirnya, perusahaan harus mempertimbangkan jumlah produksi. Maka pilihan yang harus diambil perusahaan adalah terpaksa untuk melakukan pemutusan hubungan kerja. Sehingga berpotensi meningkatkan angka pengangguran.
Ada beberapa hal lagi yang akan dirasakan masyarakat saat harga BBM naik yakni adalah naiknya harga bahan pokok, ketika pemerintah berencana menaikan harga BBM dalam waktu dekat, maka di saat bersamaan masyarakat juga harus melewati inflasi bahan pangan yang hampir menyentuh 11% secara tahunan per Juli 2022 dan sektor usaha akan memiliki beban tambahan selain di biaya produksi. Oleh karena itu, pelaku usaha harus lebih mengurangi pengeluaran terhadap biaya produksi serta biaya logistik.
ADVERTISEMENT
Perubahan yang dirasakan terhadap BBM Pertamina
Perubahan yang saya rasakan sebagai pengguna pertalite setelah kenaikan harganya adalah bensin terasa sangat boros sekali, sebelum kenaikan harga saya merasakan jika menggunakan pertalite sangat irit. Saya memiliki pengalaman pergi ke Puncak Bogor, bensin yang saya gunakan saat itu adalah pertalite, saya mengisi full tank bensinnya saat itu. Ketika saya sampai di puncak, saya melihat indikator bensinnya dan bensinnya hanya berkurang sedikit. Akan tetapi, setelah kenaikan harga BBM, jika saya mengisi full tank untuk berangkat kuliah bensinnya sudah berkurang cukup banyak saat sampai di kampus. Itu dilihat dari indikator bensin yang ada di motor. Saya merasakan sebelum harga BBM naik, pertalite terasa lebih irit.
ADVERTISEMENT
Peralihan masyarakat menggunakan Vivo
Penggunaan bahan bakar dari rival Pertamina kini lebih disukai oleh kalangan masyarakat. Pertamina dinilai lebih boros, sehingga masyarakat beralih ke Vivo. Antrean pelanggan yang mengantri untuk membeli baik roda dua maupun roda empat cukup banyak di sejumlah SPBU Vivo yang menjual RON 89 (Revvo 89), yang hampir mirip dengan bahan bakar Pertalite (RON 90). Karena dinilai lebih terjangkau, masyarakat cenderung beralih ke BBM Revvo 89.
Pernyataan pakar terkait borosnya BBM Pertamina
Studi laboratorium harus dilakukan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana kualitas Pertalite yang semakin menurun dan semakin boros. Perlu membandingkan Pertalite sebelumnya (sebelum kenaikan subsidi BBM) dan Pertalite saat ini secara apple-to-apple. Persyaratan yang sama juga harus berlaku untuk keadaan, rute, waktu pengujian, dan kendaraan pengujian. Bahkan jika hanya ada satu perbedaan, itu pasti akan berdampak pada pengujian. Misalnya, rute yang berbeda, bahkan jika ditempuh dengan kendaraan yang sama, pasti akan memberikan hasil yang berbeda karena jumlah bahan bakar yang dibakar berbeda-beda.
ADVERTISEMENT