Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Konten dari Pengguna
Kesetaraan Gender
12 Januari 2021 15:45 WIB
Tulisan dari Rizki Taufik Hidayat tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Persepsi orang yang kurang tepat dalam kesetaraan gender membuat peran kaum perempuan dikehidupan sosial menjadi terhalangi. Selama ini masyarakat menganggap perempuan memiliki keterbatasan kesempatan perbedaan ciri biologis primer. Menurut Guru Besar Bidang Komunikasi Gender Institut Pertanian Bogor Aida Vitayala S Hubies mengungkapkan, persepsi mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan berdasarkan ciri biologis primer (fisik) telah membudaya, sehingga mempengaruhi cara pandang masyarakat. Pandangan itu juga yang membatasi peran perempuan dalam tatanan sosial. Ciri biologis primer itu memungkinkan perempuan memiliki kemampuan 2H-2M (Haid, Hamil, Melahirkan, Menyusui). Hal itu menyebaban mereka (kaum perempuan) diposisikan berperan dirumah. Dalam ciri biologis sekunder (kuat-lemah atau maskulin-feminim) tidak ada perbedaan mencolok.
ADVERTISEMENT
Demi untuk meraih hak yang sama di segala bidang, kaum perempuan mengharapkan kesetaraan gender. Kesetaraan yang dimaksud bukan berarti tuntutan kaum perempuan untuk menyamakan fungsi perempuan dan laki-laki. Kesetaraan yang dimaksud adalah kaum perempuan ingin memiliki akses dan kesempatan yang sama sesuai dengan kompetensinya, hal itu terkait erat dengan profesi di dunia kerja. Ini berarti bahwa semua manusia harus memiliki akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat yang setara dan secara adil.
Salah satu contoh dari penerapan kesetaraan gender, saat ini adanya pemisahan gender pada transportasi umum bisa dikatakan efektif. Salah satu hal yang dianggap menjadi solusi pencegahan pelecehan dan kekerasan di transportasi umum adalah pemisahan antara laki-laki dan perempuan. National Programme Officer for Safe City, Gender and HIV di UN Women Indonesia mengatakan, di berbagai negara kebijakan segregasi itu dianggap sebagai satu langkah awal adanya kesadaran bahwa akses perempuan menggunakan transportasi publik memang sulit karena mereka rentan mengalami pelecehan dan kekerasan. Dengan demikian, dengan langkah tersebut dianggap sebagai solusi cepat namun bukan satu-satunya, ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pengadaan gerbong khusus perempuan di kereta dan bus khusus perempuan di Transjakarta maupun KRL adalah langkah yang harus diapresiasi. Tapi menurut penelitian yang dilakukan di negara lain, hal itu saja tidak cukup. Bukannya tidak efektif, tapi itu tidak serta merta menurunkan jumlah kekerasan dan pelecehan. Kekerasan terhadap perempuan terjadi bukan hanya karena infrastruktur yang kurang, tetapi karena adanya pendekatan hukum dan kebijakan yang tidak mengatur penanganan (korban pelecehan dan kekerasan). Korban juga tidak mau melaporkan karena takut disalahkan dan tidak tahu mekanisme pelaporannya. Selain itu, petugas tidak tahu bagaimana menanggapinya. Pemisahan gender di transportasi publik adalah solusi tapi sifatnya sementara. Di dalam mencapai kesetaraan perempuan dan laki-laki, ada terminologi temporary special measure (tindakan khusus sementara), yang seolah-olah mengeksklusifkan perempuan, tapi tidak boleh dianggap sebagai diskriminasi karena ada hal yang melatarbelakanginya.
ADVERTISEMENT
Live Update