news-card-video
30 Ramadhan 1446 HMinggu, 30 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Salam Tempel Lebaran: Menjaga Tradisi di Tengah Lesunya Ekonomi Indonesia

Rizkiani Iskandar
Dosen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tadulako
25 Maret 2025 7:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizkiani Iskandar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: Diolah penulis
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Diolah penulis
Ekonomi Indonesia menunjukkan tanda-tanda perlambatan pada awal 2025, dengan deflasi 0,45% pada Februari akibat menurunnya daya beli masyarakat. Rasio NPL kredit rumah tangga meningkat menjadi 2,17%, dan impor barang konsumsi turun 14,24%, mencerminkan penurunan konsumsi. Selain itu, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) turun menjadi 126,4, menambah kekhawatiran ekonomi. Defisit APBN mencapai Rp31,2 triliun, sementara penerimaan pajak turun drastis. Faktor eksternal, seperti ketidakpastian global dan penurunan ekspor, memperburuk keadaan, dan PHK massal meningkatkan pengangguran. Jika tidak ada intervensi cepat, Indonesia berisiko mengalami resesi lebih dalam pada semester kedua 2025. Di tengah kondisi ekonomi yang sulit ini, tradisi salam tempel saat Lebaran menjadi sorotan. Dalam masyarakat Indonesia, salam tempel bukan sekadar pemberian uang, tetapi juga bagian dari budaya yang mempererat hubungan sosial antar anggota keluarga, teman, dan tetangga. Tradisi ini mencerminkan rasa saling berbagi dan kepedulian, yang menjadi simbol kebersamaan. Namun, dengan tantangan ekonomi yang ada, muncul pertanyaan penting: Apakah salam tempel masih bisa dianggap sebagai berkah, atau justru menjadi beban bagi sebagian masyarakat yang tengah berjuang menghadapi kesulitan finansial?
ADVERTISEMENT
Salam Tempel: Antara Berkah dan Beban di Tengah Kesulitan Ekonomi
Salam tempel, tradisi khas Lebaran di Indonesia, memberikan dampak positif meskipun di tengah kondisi ekonomi yang sulit. Penerima salam tempel, terutama anak-anak dan keluarga, dapat merasakan peningkatan daya beli dalam jangka pendek, yang mendorong konsumsi barang dan jasa. Uang yang beredar melalui tradisi ini juga memperkuat sektor ekonomi informal, seperti pasar tradisional dan usaha kecil, yang bergantung pada transaksi mikro. Selain itu, salam tempel mempererat hubungan sosial antar keluarga dan komunitas, menciptakan rasa berbagi dan saling mendukung di tengah kesulitan ekonomi. Dengan demikian, tradisi ini tidak hanya membawa berkah dalam aspek sosial, tetapi juga memberi dorongan positif bagi perekonomian lokal.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, tradisi salam tempel juga dapat menjadi beban finansial, terutama bagi kalangan kelas menengah ke bawah. Bagi sebagian orang, memberikan salam tempel bisa menguras anggaran dan mengurangi tabungan atau dana darurat yang seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan mendesak. Selain itu, dalam beberapa kasus, salam tempel dianggap sebagai kewajiban sosial atau simbol prestise, yang menekan pemberi untuk memberikan jumlah uang yang lebih besar, bukan berdasarkan makna atau kemampuan. Tekanan sosial ini dapat memicu konsumerisme berlebihan, yang pada gilirannya menambah beban keuangan. Bagi keluarga dengan penghasilan terbatas, hal ini bisa mengganggu keseimbangan ekonomi rumah tangga, di mana kebutuhan lainnya terabaikan demi memenuhi ekspektasi sosial yang ada.
Jadi bagaimana persiapan “salam tempel” anda tahun ini?
ADVERTISEMENT