Upaya Takhta Suci Vatikan dalam Normalisasi Hubungan Rusia dan Ukraina

Rizki Maulana Firdaus
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Kristen Indonesia
Konten dari Pengguna
12 Januari 2023 17:23 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizki Maulana Firdaus tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Paus Fransiskus memberikan sambutan kepada umat di lapangan Santo Petrus. Sumber foto : Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Paus Fransiskus memberikan sambutan kepada umat di lapangan Santo Petrus. Sumber foto : Pixabay.com
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Invasi Rusia terhadap Ukraina bermula pada tanggal 24 Februari 2022. Invasi ini dilakukan otoritas Rusia dengan dalih untuk mengamankan Ukraina Timur yaitu wilayah Donbass yang dikuasai oleh milisi pemberontak.
ADVERTISEMENT
Dalam pidato resminya Presiden Rusia, Vladimir Putin, menyatakan bahwasanya tindakan Rusia merupakan sebuah operasi militer khusus yang ditujukan untuk demiliterisasi dan denazifikasi Ukraina.
Selain itu juga Rusia merasa terancam dengan adanya intervensi Uni Eropa dan Amerika Serikat yang tergabung dalam aliansi North Atlantic Treaty Organization (NATO) yang terus berupaya melakukan ekspansi.
Ekspansi NATO sendiri bagi otoritas Rusia dipandang sebagai sebuah instrumen politik luar negeri Amerika Serikat untuk makin memperkuat hegemoni mereka di kawasan tersebut.
Ilustrasi pasukan bersenjata. Sumber foto : Pixabay.com
Konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina sendiri memiliki dampak yang buruk terkait dengan beberapa aspek dalam ruang lingkup domestik maupun internasional.
Terjadinya krisis energi, inflasi, masalah pasokan pertanian, dan krisis kemanusiaan merupakan dampak yang ditimbulkan akibat konflik yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina.
ADVERTISEMENT
Serangan Rusia terhadap Ukraina pertanggal 12 Juli telah memakan setidaknya 11.554 korban sipil. Dengan disinyalir 5.024 orang tewas termasuk di antaranya 343 anak-anak dan 6.520 orang diperkirakan terluka.
Tercatat juga 5,8 juta jiwa telah keluar dari Ukraina untuk mengungsi ke wilayah Eropa. Hal ini disinyalir menjadi menjadi krisis perpindahan manusia terbesar di dunia saat ini.
Keadaan ini juga sekaligus menandai polemik besar krisis kemanusiaan yang terjadi akibat invasi dewasa ini. Melihat hal tersebut, Takhta Suci Vatikan di bawah kepemimpinan Paus Fransiskus menaruh perhatian besar terhadap konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina ini. Dalam hal ini masalah moral dan kemanusiaan menjadi fokus utama Tahkta Suci.

Upaya Takhta Suci Vatikan Jadi Mediator Rusia dan Ukraina

Paus Fransiskus melambai dari balkon yang menghadap ke Lapangan Santo Petrus setelah menyampaikan pesan "Urbi et Orbi" saat perayaan Paskah di Vatikan pada Minggu (17/4/2022). Foto: Yara Nardi/REUTERS
Oleh karena banyaknya korban jiwa yang berjatuhan, Takhta Suci Vatikan di bawah otoritas Paus Fransiskus bersedia untuk membantu proses negosiasi kedua negara melalui serangkaian proses diplomasi.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut dilakukan agar terciptanya kesepakatan yang adil dan resolusi yang permanen guna mengakhiri kehancuran dan kematian akibat perang.
Diplomasi Takhta Suci Vatikan dalam kaitannya dengan Rusia maupun Ukraina sangat berperan penting guna mendamaikan kedua belah pihak melalui dialog yang terus di upayakan.
Apabila melihat sepak terjang Takhta Suci Vatikan dalam upaya menciptakan perdamaian rasanya akan sangat menarik untuk dibahas. karena seperti diketahui Takhta Suci sering sekali menjadi penengah dalam berbagai macam pertikaian dan konflik yang terjadi.
Takhta Suci pernah menjadi penengah konflik antara Jerman dan Spanyol pada tahun 1885, penengah untuk sengketa perbatasan antara Haiti dan Santo Domingo pada tahun 1895, dan penengah dalam perselisihan Selat Beagle antara Argentina dan Chili dari tahun 1797-1984.
ADVERTISEMENT

Dasar Kebijakan Luar Negeri Takhta Suci Vatikan dalam Konflik Rusia-Ukraina

ilustrasi Vatikan Foto: Shutter stock
Takhta Suci Vatikan mendasarkan kebijakan luar negerinya kepada sebuah dokumen yang dinamakan Ensiklik. Secara etimologis ensiklik berasal dari kata Latin yakni “litterae encyclicae”.
Yakni merupakan surat edaran atau pesan tertulis dari Paus kepada semua uskup yang sifatnya umum, berisi masalah penting dalam bidang keimanan atau bidang sosial.
Ensiklik yang digunakan Sebagai dasar pada permasalahan konflik Rusia dan Ukraina ialah Ensiklik Pacem In Terris. Ensiklik Pacem in Terris yang berarti damai di bumi adalah sebuah ajaran sosial gereja yang diterbitkan oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963 untuk menanggapi persoalan-persoalan sosial terutama menyoroti bahaya peperangan. Dalam Ensiklik Pacem In Teriss sendiri termuat berbagai macam norma-norma terkait perdamaian Yang salah satunya ialah :
ADVERTISEMENT
Norma tersebut menekankan bahwasanya perang dalam alasan apa pun tidak dibenarkan dan norma ini pula yang mendasari tindakan Takhta Suci Vatikan turut serta dalam konflik Rusia dan Ukraina untuk dapat berupaya menciptakan perdamaian didasari ensiklik pacem in teriss untuk menciptakan sebuah resolusi yang manusiawi melalui jalan damai.

Strategi Takhta Suci Vatikan dalam Menjalankan Diplomasi pada Konflik Rusia dan Ukraina

ilustrasi Vatikan Foto: Shutter stock
Takhta Suci Vatikan menggunakan dua strategi pada konflik Rusia dan Ukraina ini guna menjalankan diplomasinya. Yang pertama adalah strategi faith base diplomacy atau diplomasi antar iman.
ADVERTISEMENT
Diplomasi sendiri merupakan metode khusus dalam upaya mencapai kepentingan nasional di dalam skema kerja sama internasional. Diplomasi memainkan peran penting dalam percaturan politik dunia yang bertujuan untuk mengubah dan memengaruhi kebijakan negara lainnya termasuk di dalamnya menyangkut perdamaian.
Secara spesifik Takhta Suci Vatikan menggunakan diplomasi iman (faith base diplomacy) dalam melakukan upaya perdamaiannya.
Dalam hal ini terlihat bagaimana diplomasi berbasis agama menggabungkan dinamika keyakinan agama dengan perdamaian internasional untuk mencapai rekonsiliasi antara pihak-pihak tertentu.
Ilustrasi Bendera Rusia dan Bendera Ukraina. Foto: Getty Images
Seperti yang pernah dilakukan vatikan pada saat rekonsiliasi hubungan antara Amerika Serikat dan Kuba di mana faith base diplomacy menjadi kunci keberhasilannya.
Dalam konflik Rusia dan Ukraina juga Takhta Suci Vatikan melakukan diplomasi iman yang dibuktikan dengan adanya tindakan paus yang melakukan dialog dengan patriak kiril yaitu pemimpin tertinggi dan berpengaruh dalam otoritas Gereja ortodoks Rusia untuk membantu proses rekonsiliasi kedua negara.
ADVERTISEMENT
Namun, sangat disayangkan diplomasi iman kali ini tidak berdampak signifikan terhadap perdamaian kedua negara karena ditengarai oleh perbedaan pendapat kedua pimpin agama tersebut, di mana paus berpegang teguh dengan penolakannya terhadap perang sedangkan Patriak Kiril mendukung meskipun tidak secara eksplisit invasi yang dilakukan oleh Rusia terhadap Ukraina.
Paus Fransiskus melambaikan tangan saat tiba untuk memimpin prosesi Via Crucis (Jalan Salib) selama perayaan Jumat Agung di Colosseum, di Roma, Italia, Jumat (15/4/2022). Foto: Yara Nardi/REUTERS
Yang kedua Takhta Suci Vatikan melakukan diplomasinya dengan strategi head to head. Yang dibuktikan dengan adanya pertemuan secara langsung Paus Fransiskus dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen di sekretariat negara untuk membahas komitmen mereka untuk mengakhiri perang di Ukraina yang kian memburuk.
Pembicaraan itu berfokus pada strategi hubungan bilateral yang baik dan komitmen bersama untuk mengakhiri perang di Ukraina.
ADVERTISEMENT
Paus Fransiskus sendiri sebagai otoritas tertinggi Takhta Suci Vatikan memfokuskan perhatian khusus pada aspek kemanusiaan dan konsekuensi pangan dari kelanjutan konflik yang berlangsung.
Hal lain yang dibicarakan dalam pertemuan secara langsung tersebut antara lain adalah tentang kesimpulan Konferensi terkait masa depan Uni Eropa dan konsekuensi bagi struktur masa depan organisasi Uni Eropa.