Konten dari Pengguna

Kupas Tuntas Protokol Madrid terhadap Optimalisasi Merek di Indonesia

Rizkinta Nathania
Mahasiswa Hukum Universitas Indonesia
11 Januari 2024 14:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizkinta Nathania tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Merek | Sumber : https://www.pexels.com/photo/jaguar-emblem-170809/
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Merek | Sumber : https://www.pexels.com/photo/jaguar-emblem-170809/
ADVERTISEMENT
World Intellectual Property Organization memaparkan bahwa permohonan merek di Indonesia menduduki peringkat kedua terbanyak pada bulan November 2022, yaitu sebanyak 127. 142 permohonan yang dimana peringkat pertama diduduki oleh negara Meksiko dengan permohonan sebanyak 199.389 permohonan. Hal tersebut tentunya dapat berdampak positif terhadap sistem perekonomian Indonesia selama dapat “ditemukan” tidak adanya bentuk atau kasus pelanggaran terhadap merek itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Mengacu terhadap Pasal 1 pada Undang Undang nomor 20 Tahun 2016 menyatakan bahwa, “Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, susunan warna, dalam bentuk 2 (dua) dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasi dari 2 (dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa yang diproduksi oleh orang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan barang dan/atau jasa”
Dapat disimpulkan bahwa merek tentu digunakan sebagai daya pembeda untuk menunjukkan identitas suatu barang/ jasa bagi subjek hukum dalam memperoleh Hak atas Merek tersebut sebagai pemilik. Dengan adanya merek, hal tersebut dapat digunakan sebagai jaminan atas kualitas suatu barang/ jasa serta menciptakan iklim persaingan usaha yang sehat.
ADVERTISEMENT
Ilustrasi Perjanjian | Sumber : https://www.pexels.com/photo/person-signing-document-paper-618158/
Pemberlakuan Protokol Madrid
Dengan munculnya, berbagai merek yang telah ada di pasar global tentunya harus menciptakan perlindungan hukum yang adil dan pasti, salah satunya melalui standarisasi Protokol Madrid sebagai produk Hukum Internasional yang secara esensial memberikan pedoman atas pemberlakuan dan perlindungan merek pada pasar global bagi negara- negara anggota. Protokol Madrid tentunya dapat dipercaya dalam memberikan efektifitas untuk pendaftaran merek karena telah melalui berbagai penyempurnaan yang telah dilalui yang awal mulanya dikenal sebagai Perjanjian Madrid. Beberapa terobosan dan poin penting dalam Protokol Madrid yang dirundingkan pada tanggal 27 Juni 1989 adalah:
1)Meningkatkan dan mendukung kegiatan ekspor dimana memudahkan bagi pemilik merek untuk melakukan pendaftaran dalam skala Internasional terhadap negara anggota yang dituju secara meluas.
ADVERTISEMENT
2) Efektif dalam melakukan pembayaran terhadap biaya pendaftaran dan biaya perpanjangan yang dilaksanakan sekali.
3) Memudahkan negara anggota yang baru bergabung dalam melakukan proses pendaftaran sesuai dengan Protokol Madrid serta sudah menggunakan bahasa pengantar yang mudah, yaitu Bahasa Inggris.
Bagaimana dengan negara Indonesia?
Indonesia sendiri telah bergabung dalam Protokol Madrid pada tahun 2017. Keterlibatan yang dilakukan oleh negara Indonesia dapat tertuang dalam proses ratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 92 Tahun 2017 tentang Aksesi Protokol Madrid dalam pembaharuan dan penyesuaian atas pembentukkan peraturan dan regulasi hukum atas Merek. Namun, masih timbul permasalahan dari Protokol Madrid bagi Indonesia beserta dengan peraturan yang berlaku nasional.
1)Potensi Protokol Madrid terhadap Indonesia sendiri
ADVERTISEMENT
Protokol Madrid sendiri sulit untuk mengakomodir terhadap perkembangan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) melihat adanya penambahan biaya yang mungkin tidak sebesar biaya pendaftaran diawal, yaitu diantaranya adalah munculnya basic fee, supplementary fee, and complementary fee .
Tak hanya itu, hal tersebut berpotensi dalam menemukan kesulitan untuk proses pendaftaran terhadap kebijakan merek terhadap negara yang dituju serta dengan adanya ketergantungan yang kuat terhadap negara asal, misalnya bagaimana negara asal memberikan pembatasan maupun pencabutan merek melihat bahwa perkembangan UMKM di Indonesia justru sangat potensial.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa Protokol Madrid tidak membutuhkan jasa konsultasi, namun pada faktanya hal tersebut justru membutuhkan konsultan Hak Kekayaan Intelektual untuk upaya penyelesaian sengketa yang terjadi, misalnya dengan adanya penolakkan serta membantu dalam pengurusan berkas.
ADVERTISEMENT
2) Bagaimana dengan praktik merek di Indonesia?
Melihat sendiri bahwa prosedur permohonan merek di Indonesia menggunakan prinsip first to file atau melalui pendaftaran terlebih dahulu. Namun, permasalahan yang hadir tak lain adalah minimnya bentuk koordinasi serta pengawasan atas beredarnya pendaftaran merek, yaitu bagaimana sosialisasi pendaftaran merek masih belum “menyentuh” kalangan masyarakat awam, terutama untuk masyarakat yang melakukan pendaftaran merek secara online pada situs Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual disusul dengan minimnya pemberitahuan tentang merek yang sudah resmi ataupun adanya hambatan akan merek yang sudah melampaui batas waktu sehingga perlu untuk diperpanjang dan memunculkan adanya potensi persamaan merek.
Inisiatif dan keterlibatan Indonesia dalam upaya menggencarkan pentingnya Hak Merek dalam skala Internasional sudah cukup baik, salah satunya melalui ratifikasi Protokol Madrid untuk menggencarkan kegiatan ekspor pada pasar global .Namun, alangkah lebih baik apabila Indonesia dapat melakukan pembenahan atas praktik pendaftaran merek yang masih kurang optimal terlebih dahulu, terutama dalam melakukan pemanfataan dan meningkatkan kolaborasi pada era digitalisasi ini untuk mempermudah masyarakat awam untuk proses pendaftaran merek serta membangun kesadaran hukum akan hak atas merek untuk mencegah adanya pelanggaran atas merek yang terjadi sebelum melakukan implementasi secara langsung terhadap Protokol Madrid.
ADVERTISEMENT