Konten dari Pengguna

Kampanye Komunikasi Kesehatan sebagai Solusi untuk Menghadapi Era New Normal

Rizkiya Ayu Maulida
Dosen Ilmu Komunikasi, UPN Veteran Jakarta. Pengamat isu Komunikasi Publik dan Komunikasi Pemerintah. Alumni University of Leeds, UK. Contact: [email protected]
3 Juni 2020 13:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizkiya Ayu Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Membludaknya pengunjung bandara Soekarno-Hatta serta kerumuman masyarakat pada penutupan outlet McD Sarinah menunjukkan masih rendahnya kesadaran masyarakat untuk mematuhi social distancing. Sementara, pemerintah akan memberlakukan fase new normal dimana masyarakat diharapkan dapat hidup berdampingan dengan virus yang ada. Bagaimana new normal dapat diterapkan apabila kesadaran masyarakat untuk mematuhi protokol kesehatan masih rendah? Apa yang perlu diperbaiki dari strategi komunikasi pemerintah?
ADVERTISEMENT
Kesadaran Masyarakat Indonesia mengenai Kesehatan Rendah
Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa hanya 20% masyarakat Indonesia peduli terhadap kesehatan (CNN Indonesia, 2019). Tingkat kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kesehatan ini akan mempengaruhi gaya hidup mereka, dimana semakin tinggi dan peduli mereka akan kesehatan, maka akan lebih besar kemungkinan mereka untuk menerapkan gaya hidup sehat, seperti makan-makanan yang bergizi, melakukan aktivitas fisik, memiliki kebiasaan sanitasi yang baik, dan sebagainya.
Dalam penekanan penyebaran Corona, tingkat kesadaran masyarakat akan kesehatan, termasuk kebiasan masyarakat menjaga sanitasi sangat berpengaruh. Negara Jepang adalah negara yang berhasil menekan penyebaran virus Corona tanpa lockdown dan mass-testing. Dikutip dari Bloomberg.com, pada hari Senin (25/5), Jepang mengakhiri masa darurat di negara mereka dengan jumlah korban jiwa kurang dari 1.000 orang. Keberhasilan Jepang tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor. Banyak yang mengkaitkan dengan kebiasaan menggunakan masker, tidak berjabat tangan serta tingkat obesitas yang rendah di Jepang.
ADVERTISEMENT
Dibandingkan dengan Jepang, tingkat kesadaran masyarakat Indonesia untuk menjaga higienitas masih rendah. Sebelum terjadi virus corona, sedikit jumlah masyarakat Indonesia yang mengetahui cara bersin yang benar. Selain itu, penggunaan masker saat mengalami penyakit ISPA belum menjadi kebiasaan yang lumrah bagi masyarakat Indonesia. Secara umum, masyarakat Indonesia juga belum menjadikan isu kesehatan sebagai prioritas utama.
Kementerian Kesehatan sudah memiliki kampanye Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas). Gerakan ini terdiri atas kampanye untuk meningkatkan pola hidup sehat pada masyarakat secara umum, seperti peningkatan aktivitas fisik, peningkatan perilaku hidup sehat, peningkatan pangan sehat dan perbaikan gizi, dan lain-lain. Pada saat ini, yang menjadi focus dari Germas ini adalah peningkatan aktivitas fisik, konsumsi sayur buah dan memeriksa kesehatan secara berkala. Akan tetapi, hingga artikel ini dibuat, belum ada data yang menunjukkan bahwa kampanye Germas tersebut mampu meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia mengenai kesehatan.
ADVERTISEMENT
Selain itu, hingga belum ada kampanye yang secara khusus memfokuskan pada pencegahan penyebaran ISPA. Sebelum wabah Corona merebak, Kementerian Kesehatan RI sudah menginiasi Gerakan Pemakaian Masker untuk mencegah penularan ISPA. Akan tetapi, hanya diperuntukkan bagi jamaah haji dari Indonesia. Tidak ada gerakan yang spesifik untuk menghimbau masyarakat untuk menggunakan masker dalam kehidupan sehari-hari. Padahal, masker sangat efektif untuk mengurangi penyebaran penyakit ISPA.
Kampanye Perubahan Sosial sebagai Solusi Jangka Panjang
Kampanye dapat dipahami sebagai upaya komunikasi yang dilakukan pada jangka waktu tertentu dengan tujuan untuk mempengaruhi sejumlah audiens dengan menggunakan berbagai macam saluran sebagai mediator pesan (Atkin, 2013). Perubahan yang ingin diciptakan pada audiens, dapat terjadi pada tiga tahap, yaitu tahap kognitif, afeksi dan konatif. Tahap kognitif ketika pesan yang diberikan hanya sebatas informasi atau pengetahuan, sedangkan tahap afeksi adalah ketika pesan sudah mencapai tahap perasaan. Tahap konatif ketika pesan yang ditimbulkan sudah mencapai perubahan perilaku. Pada kampanye perubahan perilaku, tahap konatif merupakan hasil akhir yang diharapkan.
ADVERTISEMENT
Kampanye untuk menciptakan perubahan sikap harus terjadi dalam jangka waktu yang lama, dimana dalam jangka waktu itu, target dari kampanye akan diekspos dengan pesan yang sama secara berulang-ulang (repetitive). Selain itu, kampanye juga harus menggunakan berbagai macam saluran media (multiple platform) untuk menyasar target audiens. Penggunaan multiple platforms berkaitan dengan repetisi pesan, dimana audiens harus dibombardir oleh pesan yang sama dengan berbagai cara agar pesan tersebut lebih mengena kepada mereka. Selain itu, penggunaan berbagai platform juga memperbesar kemungkinan pesan tersebut sampai kepada target audiens.
Pencegahan Corona erat kaitannya dengan perilaku menjaga imunitas dan pola hidup sehat . Kebiasaan ini dapat dibangun melalui upaya kampanye untuk mengubah perilaku masyarakat untuk menjaga sanitas dan menerapkan pola perilaku hidup sehat. Pada kasus Corona, pemerintah melakukan kampanye untuk melakukan physical distancing, memakai masker, mencuci tangan dan menjaga imunitas. Kampanye tersebut bukan kampanye untuk menciptakan perubahan sikap, melainkan kampanye untuk menghentikan persebaran virus Corona. Kampanye ini lebih tepat merupakan reaksi yang diambil pemerintah dalam menangani penyebaran virus Corona. Oleh karena itu, tidak dapat mengubah sikap masyarakat dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
Untuk menciptakan perubahan perilaku, perlu dilakukan kampanye dalam jangka panjang, dengan upaya yang lebih komprehensif. Kampanye ini perlu secara khusus menyasar mindset atau pola pikir masyarakat mengenai pola hidup sehat dan menjaga imunitas. Program kampanye , perlu dilakukan dengan menyasar pada penanaman nilai-nilai yang dipegang oleh individu, bukan hanya untuk menanamkan kebiasaan, tanpa memberikan pertimbangan rasional di dalamnya. Persepsi dari individu juga perlu diubah bahwa ketika mereka menjaga kesehatan mereka itu tidak sekedar mematuhi anjuran pemerintah, tapi demi keuntungan hidup mereka sendiri. Pesan kampanye Germas yang dimiliki oleh Kementerian Kesehatan tersebut masih terbatas pada penanaman kebiasan-kebiasaan. Dalam menanamkan pola perilaku hidup sehat, yang perlu diubah adalah mindset atau pola pikir, sehingga perubahan perilaku tersebut timbul dari kesadaran yang muncul dari dalam diri individu.
ADVERTISEMENT
Mengubah Pola Pikir Masyarakat mengenai Hidup Sehat
Seluruh upaya komunikasi resiko yang dilakukan pemerintah dalam mencegah penyebaran virus Corona menjadi lebih susah dilakukan ketika secara umum persepsi dan tingkat kesadaran masyarakat rendah. Oleh karena itu, komunikasi perubahan perilaku yang berupaya mempengaruhi persepsi dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan—disebut juga dengan komunikasi kesehatan--merupakan solusi dalam menghadapi virus Corona. Dengan begitu, ketika masyarakat dipapar oleh imbauan untuk mencegah penyebaran Corona, apabila tingkat kesadaran masyarakat mengenai kesehatan sudah tinggi, maka pesan-pesan tersebut akan lebih mudah diterima.
Dalam merencanakan komunikasi perubahan perilaku, hal yang harus pertama dilakukan adalah melalukan pemetaan terhadap persepsi masyarakat mengenai kesehatan. Dalam memetakan persepsi mengenai kesehatan serta membuat perencaaan kampanye kesehatan, para ahli banyak menggunakan Health Belief Model (Model Keyakinan Kesehatan). Health Belief Model adalah model yang sering digunakan oleh para ahli dalam merancang kampanye kesehatan. Model ini mengatakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat dipengaruhi oleh enam factor, yaitu perceived susceptibility (persepsi mereka mengenai kerentanan diri mereka terhadap penyakit), perceived severity (persepsi mereka tentang risiko yang mereka hadapi ), perceived benefit (keuntungan yang mereka hadapi ketika mengikuti anjuran kesehatan) , perceived barrier (halangan yang dimiliki masyarakat untuk mengikuti aturan kesehatan), cues to action (dorongan dari luar untuk melakukan perubahan) dan self efficacy (keyakinan masyarakat atas kemampuan dirinya untuk mengikuti anjuran kesehatan).
ADVERTISEMENT
Pada masyarakat Indonesia, banyak masyarakat yang menggampangkan penyakit Corona sebagai penyakit yang “bisa sembuh sendiri” dan “hanya menyerang orang yang sudah memiliki penyakit kronis". Dengan begitu, perceived susceptibility mereka rendah. Masyarakat juga menganggap arahan untuk tetap tetap tinggal di rumah itu tidak masuk akal karena bagi masyarakat yang berpenghasilan harian, karena mereka harus tetap bekerja untuk dapat bertahan hidup hari itu. Dengan begitu, persepi mereka tentang manfaat (perceived benefit) untuk mengikuti imbauan pemerintah rendah.
Persepsi keyakinan masyarakat mengenai bahaya Corona ini sangat dipengaruhi oleh persepsi mereka mengenai kesehatan secara umum. Semakin masyarakat memiliki tingkat kesadaran yang tinggi akan kesehatan maka akan semakin mudah pula pesan mengenai kampanye mengenai Corona ini diterima oleh mereka. Oleh karena itu, program kampanye jangka panjang yang harus dibuat adalah kampanye untuk menjaga kesehatan secara umum.
ADVERTISEMENT
Keyakinan masyarakat harus diubah menjadi bahwa menjaga kesehatan melalui pola hidup sehari-hari seperti menjaga pola makan, menjaga kebersihan, melakukan aktivitas fisik, menggunakan masker saat sakit, ternyata dapat menghindarkan masyarakat dari penyakit yang serius. Selain itu, menjaga kesehatan tidak hanya akan melindungi diri mereka, tetapi juga melindungi orang-orang di sekitar mereka. Keyakinan tersebut yang harus ditanamkan ke dalam pola pikir masyarakat dalam menghadapi era New Normal.
*penulis adalah pengamat komunikasi publik, pengajar di UPN Veteran Jakarta, alumni School of Media and Communication, University of Leeds, UK.