Konten dari Pengguna

Penunjukan dr. Reisa, Cara Pemerintah Memaksimalkan Upaya Komunikasi Publik?

Rizkiya Ayu Maulida
Dosen Ilmu Komunikasi, UPN Veteran Jakarta. Pengamat isu Komunikasi Publik dan Komunikasi Pemerintah. Alumni University of Leeds, UK. Contact: [email protected]
21 Juni 2020 13:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizkiya Ayu Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sehubungan dengan diterapkannya masa transisi Era New Normal, pemerintah memperkenalkan dr. Reisa Broto Asmoro sebagai bagian dari Tim Komunikasi Publik Gugus Percepatan Penangan Covid-19. Penunjukan dr. Reisa ini menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat. Sebagian masyarakat mengapreasi sebagai bagian dari inovasi strategi komunikasi pemerintah, sebagian lagi pesimis dengan pengaruh yang diberikan dari penunjukan dr. Reisa tersebut. Bagaimana kehadiran dr. Reisa jika dilihat dari kacamata komunikasi public?
dr.Reisa saat memberikan keterangan pada konferensi pers (Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19)
zoom-in-whitePerbesar
dr.Reisa saat memberikan keterangan pada konferensi pers (Sumber: Gugus Tugas Percepatan Penangangan Covid-19)
ADVERTISEMENT
Dr. Reisa sebagai Komunikator
Dalam perspektif komunikasi publik, peran komunikator sangat besar dalam memberikan penekanan pada pesan. Semakin meyakinkan komunikator, maka akan semakin besar pengaruh pesan pada audiens. Komunikator yang ideal tidak hanya harus memiliki kemampuan untuk menyampaikan pesan yang baik, tetapi juga dengan latar belakang yang mendukung. Semakin mendukung latar belakang komunikator terhadap pesan yang disampaikan, maka semakin besar pengaruh pesan terhadap audiens.
Hovland, Janis dan Kelley (1953) menemukan tiga factor yang mempengaruhi kredibilitas seorang komunikator di mata audiens. Yang pertama adalah adanya unsur trustworthiness (keterpercayaan), dimana hal ini terkait dengan track record atau rekam jejak dari komunikator. Semakin besar bersih dan sempurna rekam jejak yang dimiliki komunikator, semakin mudah public percaya terhadap pesan yang disampaikan.
ADVERTISEMENT
Kemudian, yang kedua adalah keahlian yang dimiliki oleh komunikator, yang terutama terkait dengan pengetahuan (knowledge) dan pengalaman (experience) yang dimiliki. Dr. Reisa dalam hal ini memiliki kredibiltas yang cukup untuk menyampaikan informasi yang terkait dengan kesehatan. Latar belakangnya pendidikannya di bidang medis serta profesinya yang seorang dokter, membuat dr. Reisa memiliki pengatahuan yang cukup untuk berbicara mengenai masalah kesehatan. Dr. Reisa juga sudah sering menjadi pembicara dan pembawa acara untuk berbagai acara yang terkait kesehatan, sehingga mumpuni untuk menyampaikan informasi yang terkait dengan kesehatan, dengan cara yang mudah dipahami masyarakat.
Terakhir, daya tarik (attractiveness), baik daya tarik fisik maupun non-fisik. Daya tarik fisik dapat berupa penampilan komunikator. Daya tarik non-fisik dapat berupa familiarity (tidak asing) dan kedekatan emosional (emotional closeness). Selama ini, dr. Reisa dikenal sebagai presenter acara kesehatan di televisi. Selain itu, ia juga menjadi influencer di bidang kesehatan. Sosok dr. Reisa yang sudah tidak asing di mata public akan membuat informasi yang ia sampaikan lebih mudah diterima.
ADVERTISEMENT
Bukan Satu-satunya Solusi untuk Memaksimalkan Komunikasi Publik
Terpilihnya dr. Reisa sebagai tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mendapat respon positif dari masyarakat. Berdasarkan data yang dihimpun dari Drone Emprit, 78% penggunan internet di Indonesia memberikan respon positif terkait penunjukan dr. Reisa. Sisanya, sebanyak 17% netral, sedangkan masyarakat yang memberikan respon negative hanya sebanyak 5%. Ismail Fahmi, founder Drone Empit, pada akun Twitter pribadinya, mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk menyimpulkan penujukan dr. Reisa sebagai tim komunikasi public akan memberikan efek yang positif bagi penanganan pandemi di Indonesia. Akan tetapi, sebagai besar sentiment pengguna internet Indonesia adalah positif, dimana sebagian besar warganet optimis bahwa penunjukan dr. Reisa akan membuat masyararakat menjadi lebih disiplin untuk mematuhi protocol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Inisiatif pemerintah dalam memberikan penyegaran pada upaya komunikasi public ini patut dihargai. Kehadiran dr. Reisa diharapkan dapat menarik lebiih banyak perhatian masyarakat mengenai informasi terkait implementasi new normal. Terlebih, dengan adanya pelonggaran aturan PSBB sehinggaa bisa jadi membuat masyarakat lengah untuk tetap menerapkan protocol kesehatan. Akan tetapi, kehadiran dr. Reisa tidak dapat dijadika satu-satunya solusi untuk memaksimalkan upaya komunikasi publik.
Sejak kemunculan pertama Covid-19, hambatan terbesar adalah pada pemerataan informasi. Karakter masyarakat Indonesia, sanngat beragam, dimana masing-masing kelompok masyarakat memiliki kebiasaan mengonsumsi media (media habit) yang berbeda, sehingga dibutuhkan lebih dari satu channel dan komunikator untuk menyampaikan informasi terkait penerapan new normal. Kehadiran dr. Reisa sebagai komunikator hanya salah satu solusi untuk memaksimalkan penyebaran informasi terkait protocol kesehatan. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga penyebaran informasi pada level grassroot (akar rumput), dimana banyak terdapat kelompok masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap media arus utama. Maka dari itu, selain menghadirkan Ahmad Yurianto dan dr. Reisa sebagai juru bicara utama di level pusat, kehadiran pemuka pendapat local (local opinion leader) pada level akar rumput tetap dibutuhkan. Pendekatan local diharapkan dapat menjembatani celah (gap) informasi yang tidak dapat diisi oleh kanal media arus utama. Pemuka pendapat local juga lebih memiliki unsur familiaritas dan kedekatan emosional dengan masyarakat di daerah.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perlu ada perubahan narasi dalam menyampaikan informasi yang berkaitan dengan protokol kesehatan. Idealnya, pesan yang disampaikan tidak hanya bersifat instruksi, tetapi juga memberikan penjelasan mengenai mengapa langkah-langkah tersebut harus diterapkan. Sebagai contoh, penjelasan mengenai resiko yang terjadi apabila tidak mengenakan masker. Masyarakat perlu dijelaskan mengenai resiko yang dapat mereka terima sekaligus keuntungan apabila mereka mematuhi protocol kesehatan yang ada. Dengan begitu, mereka dapat mengikuti imbauan berdasarkan kesadaran mereka sendiri.