Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.0
Konten dari Pengguna
Peran Humas Pemerintah pada Keterbukaan Informasi Publik di Era Digital
Dosen Ilmu Komunikasi, UPN Veteran Jakarta. Pengamat isu Komunikasi Publik dan Komunikasi Pemerintah. Alumni University of Leeds, UK. Contact: [email protected]
19 November 2020 1:31 WIB
Diperbarui 28 November 2020 7:33 WIB
Tulisan dari Rizkiya Ayu Maulida tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Humas pemerintah memiliki peran yang sangat signifikan pada era digital, dimana arus informasi mengalir dengan deras. Humas tidak hanya dipandang sebagai agen untuk mendiseminasikan informasi yang terkait dengan kebijakan atau program pemerintah yang terbaru, tapi juga harus mampu mengelola komunikasi dua arah (dialogis) antara pemerintah dengan publik. Selain itu, dengan banyaknya informasi yang beredar, humas pemerintah harus mampu menjadi pengawas sekaligus sumber informasi yang reliable bagi masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan komitmen pemerintah Indonesia terkait keterbukaan informasi publik, dimana humas berperan sebagai jembatan atau fasilitator komunikasi antara pemerintah dengan publik.
ADVERTISEMENT
Secara umum, peran humas pada era keterbukaan informasi publik dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu sebagai source (sumber informasi yang terpercaya), surveillance (pengawas informasi yang beredar) dan service (melayani masyarakat).
Humas sebagai Sumber Informasi (Source) yang Terpercaya
Peran humas sebagai sumber informasi yang terpercaya, tidak hanya terbatas pada menyampaikan informasi dan memastikan informasi tersebut sampai kepada masyarakat, akan tetapi juga mengolah informasi tersebut menjadi pesan yang tepat sasaran. Hal ini disebabkan karena keberagaman masyarakat Indonesia, yang berpengaruh terhadap pemaknaan pesan. Stuart Hall mengatakan bahwa latar belakang audiens berpengaruh terhadap pemaknaan mereka terhadap suatu teks. Dengan kata lain, pesan yang sama dapat dimaknai secara berbeda oleh audiens dengan latar belakang berbeda. Latar belakang tersebut juga mencakup kebiasaan menggunakan media (media habit) dan tingkat literasi yang dimiliki. Oleh karena itu, humas harus mampu memetakan karakter berbagai kelompok dari masyarakat Indonesia sebagai audiens, kemudian mengkurasi informasi yang dibuat sesuai dengan karakter masing-masing kelompok tersebut.
ADVERTISEMENT
Ackoff memperkenalkan konsep hierarki Data-Information-Knowledge- Wisdom (DKIW). Konsep ini dapat dijadikan landasan bagi humas pemerintah dalam menjalankan tugasnya. Data secara mentah tidak serta merta dapat disajikan langsung kepada masyarakat. Dalam beberapa situasi, menyajikan data secara mentah justru dapat menimbulkan kepanikan. Selain itu, rawan menimbulkan misinformasi karena tidak semua masyarakat familiar dengan permasalahan yang disampaikan. Oleh karena itu, peran humas pemerintah dibutuhkan untuk dapat mengemas data dalam bentuk informasi yang mudah dimengerti, dengan tetap mempertimbangkan keakuratan dari pesan tersebut. Terlebih pada situasi krisis, informasi harus dikemas dengan narasi yang konstruktif, agar tidak menimbulkan kepanikan. Keterampilan mengemas informasi tersebut harus dimiliki oleh humas pemerintah.
ADVERTISEMENT
Humas Pemerintah sebagai Pengawas (Surveillance)
Berdasarkan survey yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 80% juta dari penduduk Indonesia. Selain itu, tingkat pengguna sosial media di Indonesia berada di urutan ketiga, setelah India dan Amerika Serikat. Denga begitu, potensi pertukaran informasi di Indonesia dapat dikatakan besar.
Akan tetapi, jumlah pengguna internet yang besar apabila tidak diimbangi dengan tingkat literasi digital yang tinggi dapat menjadi boomerang. Internet sebagai new media memberi kebebasan bagi pengguna untuk memproduksi, menyebarkan dan memilih informasi secara mandiri (autonomy). Dengan kata lain, siapa saja dapat menjadi produsen dan disseminator informasi di internet. Yang menjadi masalah apabila masyarakat tidak memiliki kesadaran mengenai informasi seperti apa yang pantas untuk dibagi di internet. Selain itu, masalah akan menjadi tambah besar apabila pihak yang menjadi penerima informasi langsung menelan mentah-mentah informasi yang mereka terima, tanpa melakukan verifikasi terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Dalam hal ini, dibutuhkan peran sentral dari pemerintah untuk menjadi pengawas dari segala informasi yang kurang akurat yang beredar di masyarakat. Humas pemerintah harus proaktif untuk segera mengklarifikasi informasi yang tidak akurat yang beredar di masyarakat. Lebih jauh lagi, humas pemerintah harus menyediakan informasi yang lebih akurat yang dapat menepis disinformasi yang beredar tersebut. Pemerintah sebagai pihak yang memiliki otoritas harus dapat menjadi tumpuan bagi masyarakat dalam menemukan informasi yang terpercaya.
Humas Pemerintah sebagai Pelayan Masyarakat (Service)
Pada konteks keterbukaan informasi publik, peran sebagai "pelayan" yang dimaksud adalah menjadi jembatan atau fasilitator yang menghubungkan komunikasi antara pemerintah dengan publik. Pada negara demokrasi, masyarakat memiliki keleluasaan untuk menyampaikan aspirasi terkait pemerintahan yang sedang berjalan, baik berupa kritik, saran, keluhan maupun apresiasi. Dalam hal ini, peran humas pemerintah adalah menampung aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat, untuk kemudian disampaikan kepada pembuat kebijakan. Selain itu, humas pemerintah juga berperan sebagai komunikator untuk menyampaikan kebijakan, kinerja dan program terbaru dari pemerintah kepada masyarakat. Hal tersebut merupakan bentuk akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah kepada masyarakat bahwa pemerintah sudah menjalankan tugasnya dengan baik.
ADVERTISEMENT
Implementasi komunikasi dua arah ini sesuai dengan model komunikasi Two-way symmetrical ways of communication yang dikemukakan oleh Grunig dan Hunt pada tahun 1994. Menurut Grunig and Hunt, suatu organisasi dapat berjalan dengan efektif dan efisien apabila mampu menjalin hubungan jangka panjang yang baik antara publik, dimana organisasi menjadikan kepentingan publik sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan, sehingga ada pemahaman yang sama (mutual understanding) dan hubungan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Pada lembaga pemerintah, hal tersebut sangat dibutuhkan mengingat lembaga pemerintah merupakan lembaga yang dibuat untuk melayani kepentingan publik. Tanggung jawab untuk menjadikan kepentingan publik sebagai pertimbangan tentu lebih besar pada lembaga pemerintah daripada lembaga privat.