Konten dari Pengguna

PPN 12%: Ujian Baru untuk Dompet dan Mental Gen Z

Rizky Rahmadani
Halo!, kenalin saya Rizky seorang mahasiswa tingkat akhir di Politeknik Statistika STIS Prodi D-IV Komputasi Statistik.
26 Desember 2024 16:40 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky Rahmadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.freepik.com/free-photo/high-view-piggy-bank-piles-coins_5683054.htm#fromView=search&page=1&position=25&uuid=88e58f68-d39f-4719-8b0b-f3bf413471cd&new_detail=true
zoom-in-whitePerbesar
https://www.freepik.com/free-photo/high-view-piggy-bank-piles-coins_5683054.htm#fromView=search&page=1&position=25&uuid=88e58f68-d39f-4719-8b0b-f3bf413471cd&new_detail=true
ADVERTISEMENT
Benarkah kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% adalah solusi terbaik untuk meningkatkan pendapatan negara, atau justru menjadi beban tambahan bagi masyarakat terutama Gen Z?
ADVERTISEMENT
Apa itu PPN?
Akhir-akhir ini, media sosial ramai membahas kenaikan PPN dari 11% menjadi 12%. Meski terlihat hanya naik 1%, angka ini tidaklah kecil dan menjadi perbincangan di berbagai kalangan. Sebenarnya, apa itu PPN? PPN adalah singkatan dari Pajak Pertambahan Nilai, yaitu pajak yang dikenakan pada setiap tahapan transaksi barang atau jasa, mencakup konsumsi di dalam wilayah pabean. PPN dikenakan pada setiap tahap distribusi, dibayarkan oleh produsen, dan akhirnya menjadi tanggung jawab konsumen akhir sebagai pengguna barang atau jasa. Sebagai salah satu sumber utama pendapatan negara, PPN memiliki peran besar dalam mendukung pembangunan serta penyediaan layanan publik. Namun, kenaikan tarif PPN sering kali menjadi isu yang menimbulkan kekhawatiran, terutama di kalangan masyarakat kelas menengah ke bawah, termasuk generasi muda seperti Gen Z.
ADVERTISEMENT
Kilas Balik Kebijakan PPN
Sebelumnya kebijakan terkait kenaikan tarif PPN menjadi 12% sudah diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 7 Tahun 2021 Pasal 7 Ayat 1b Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Awalnya tarif PPN naik dari 10% menjadi 11% pada Tahun 2022. Kemudian, tarif PPN direncanakan akan naik lagi menjadi 12% pada 1 Januari Tahun 2025.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), konsumsi rumah tangga Indonesia turun dari 5,05% (y-o-y) pada kuartal III 2023 menjadi 4,91% (y-o-y) pada kuartal III 2024. Kemudian, nilai inflasi juga terus mengalami penurunan (deflasi) sepanjang bulan April sebesar 3,0% sampai September 2024 sebesar 1,84%. Hal ini mengindikasikan jatuhnya daya beli masyarakat secara terus-menerus dan jika dibiarkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2025 diprediksi akan terancam.
ADVERTISEMENT
Tetapi, mengapa isu ini tiba-tiba menjadi kontroversial dan hangat dibicarakan oleh masyarakat?
Pandangan Pakar Ekonomi
Pakar Ekonomi Universitas Muhammadiyah Surabaya, Arin Setyowati, mengkhawatirkan bahwa kenaikan PPN ini dapat menekan daya beli masyarakat dan mengganggu stabilitas konsumsi domestik. Beliau menekankan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang lebih dari 50% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, sehingga penurunan daya beli dapat berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi nasional. Selain itu, sektor usaha, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), berisiko tertekan akibat penurunan permintaan dari konsumen.
Reaksi Masyarakat
Di media sosial, keputusan pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12% menuai reaksi beragam. Banyak warganet mengkhawatirkan dampak kenaikan ini terhadap biaya hidup sehari-hari. Beberapa pengguna media sosial menyatakan bahwa kenaikan PPN di saat masyarakat masih menghadapi tantangan ekonomi akan semakin memberatkan.
ADVERTISEMENT
Mengapa Gen Z?
Gen Z merupakan sebutan untuk orang-orang yang lahir pada tahun 1997 hingga 2012. Gen Z juga dikenal sebagai generasi pertama yang tumbuh dengan akses penuh terhadap internet dan teknologi digital sejak kecil. Hasil Sensus Penduduk 2020 oleh BPS menunjukkan bahwa generasi z menjadi kelompok dengan jumlah terbanyak yaitu 27,94%. Saat ini mayoritas Gen Z sudah mulai memasuki usia kerja (15 tahun ke atas). Artinya, Gen Z tentu memiliki peran yang cukup krusial terhadap perekonomian negara.
Dampak Kenaikan PPN Terhadap Gen Z
Oleh karena itu, kebijakan untuk menaikkan PPN menjadi 12% tentu akan berdampak kepada kelompok Gen Z baik dari segi finansial maupun mental. Berikut beberapa dampak negatif dari kebijakan PPN 12% yang mungkin dialami oleh Gen Z:
ADVERTISEMENT
1. Semakin Sulit Menabung
Menurut CELIOS (Center of Economic and Law Studies), Kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan menaikkan pengeluaran Gen Z sebesar Rp 1,75 juta per tahun dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini tentu akan semakin mempersulit Gen Z menyisihkan uangnya untuk ditabung. Apalagi lagi kelompok Gen Z yang bekerja untuk membantu keluarga (sandwich generation) atau bahkan menjadi tulang punggung keluarga. Terlebih lagi Gen Z yang menjadi anak kos juga menjadi korban yang terdampak akibat kebijakan ini. Sehingga perlu mengatur pengeluaran dengan tepat apabila ingin tetap menabung untuk keperluan di masa depan.
2. Susah Mencari Pekerjaan
Ketika terjadi kenaikan harga barang dan jasa akibat PPN 12% maka daya beli masyarakat juga akan turun. Ini bisa memicu penurunan produksi barang dan jasa suatu perusahaan. Penurunan produksi dapat menyebabkan terjadinya PHK massal untuk mengurangi pengeluaran perusahaan. Sehingga, peluang Gen Z untuk memperoleh pekerjaan saat ini juga menjadi semakin sulit dan terbatas.
ADVERTISEMENT
3. Kesehatan Mental (Mental Health)
Salah satu cara Gen Z mengelola stres adalah dengan mencari hiburan, seperti staycation, liburan ke luar kota, atau menikmati hiburan digital seperti menonton Netflix dan mendengarkan lagu di Spotify. Namun, dengan meningkatnya PPN, biaya untuk menikmati berbagai bentuk hiburan ini turut naik. Harga tiket pesawat, akomodasi, hingga langganan layanan streaming menjadi lebih mahal sehingga banyak dari Gen Z harus berpikir dua kali sebelum memutuskan untuk mengeluarkan uang demi hiburan tersebut. Hal ini berpotensi berdampak pada kesehatan mental mereka, karena hiburan yang seharusnya menjadi pelarian kini semakin terbatas, yang justru memperburuk stres yang dirasakan.
4. Daya Beli Menurun
Dengan kenaikan PPN, harga barang dan jasa otomatis ikut naik, yang tentu saja dapat berdampak pada penurunan daya beli, khususnya bagi kelompok seperti Gen Z yang pendapatannya cenderung lebih terbatas bahkan masih mengandalkan dukungan finansial dari keluarga. Bagi Gen Z, yang memiliki kebiasaan belanja yang cenderung bervariasi, kenaikan harga dapat mempengaruhi banyak aspek kehidupan mereka, mulai dari kebutuhan sehari-hari hingga hiburan dan gaya hidup. Situasi ini memaksa mereka mengurangi aktivitas berbelanja dan rekreasi yang selama ini menjadi cara mereka melepas stres. Dengan demikian, daya beli, khususnya Gen Z, akan berkurang dan mempengaruhi pola konsumsi mereka secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT
Apa kata Gen Z?
Kenaikan PPN menjadi 12% tentu memiliki dampak yang tidak bisa dianggap remeh, terutama bagi Gen Z yang saat ini sedang berada dalam tahap awal kemandirian finansial. Sebagai generasi yang sudah terbiasa dengan gaya hidup digital, Gen Z menghadapi tantangan baru, seperti peningkatan harga layanan streaming, belanja online, hingga kebutuhan sehari-hari. Meskipun pemerintah mungkin bertujuan meningkatkan pendapatan negara untuk mendukung pembangunan, penulis merasa kebijakan ini kurang mempertimbangkan aspek psikologis dan kondisi ekonomi kelompok muda yang cenderung rentan terhadap perubahan harga.
Sebagai generasi yang tumbuh di era globalisasi, Gen Z juga lebih kritis terhadap kebijakan pemerintah. Apabila kenaikan ini tidak diiringi dengan komunikasi yang baik dan transparansi mengenai alokasi anggaran, maka hal ini bisa memperburuk kepercayaan terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
Alternatif Solusi
Daripada langsung menaikkan tarif PPN menjadi 12%, pemerintah dapat mempertimbangkan pendekatan yang lebih bertahap, misalnya menaikkan tarif secara incremental setiap tahun. Langkah ini bisa memberikan waktu bagi masyarakat untuk beradaptasi, sekaligus mengurangi gejolak yang mungkin timbul di pasar.
Selain itu, pemerintah dapat fokus pada perluasan basis pajak terlebih dahulu. Dengan memanfaatkan teknologi digital untuk menjangkau sektor informal dan memperbaiki sistem pengawasan pajak, pendapatan negara dapat meningkat tanpa harus menambah beban bagi konsumen yang sudah patuh pajak.
Alternatif lainnya adalah memberikan insentif pajak bagi sektor-sektor yang mendukung generasi muda, seperti pendidikan, teknologi, dan kesehatan mental. Hal ini tidak hanya meringankan beban finansial Gen Z, tetapi juga mendorong perkembangan ekonomi yang lebih inklusif.
ADVERTISEMENT
Akhirnya, transparansi dan edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana hasil dari kenaikan pajak ini akan digunakan sangat penting. Dengan begitu, masyarakat, termasuk Gen Z, dapat merasa bahwa pengorbanan mereka sebanding dengan manfaat yang diterima.
Referensi
Badan Pusat Statistik.(2024).Berita Resmi Statistik: Perkembangan Indeks Harga Konsumen September 2024. Diakses 25 Desember 2024 dari https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2024/10/01/2308/inflasi-year-on-year--y-on-y--september-2024-sebesar-1-84-persen-.html
Badan Pusat Statistik.(2024).Berita Resmi Statistik: Hasil Sensus Penduduk 2020. Diakses 25 Desember 2024 dari https://www.bps.go.id/id/pressrelease/2021/01/21/1854/hasil-sensus-penduduk--sp2020--pada-september-2020-mencatat-jumlah-penduduk-sebesar-270-20-juta-jiwa-.html
Universitas Muhammadiyah Surabaya. (2024). Pakar ekonomi UM Surabaya ingatkan dampak kenaikan PPN 12% bisa perburuk stabilitas konsumsi domestik. Diakses 25 Desember 2024 dari https://www.um-surabaya.ac.id/article/pakar-ekonomi-um-surabaya-ingatkan-dampak-kenaikan-ppn-12-bisa-perburuk-stabilitas-konsumsi-domestik