Konten dari Pengguna

Kenali Faktor dan Strategi Mengurangi Agresivitas Remaja

Rizky Ramdani
Mahasiswa S1 Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5 Desember 2022 20:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky Ramdani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi beragam agresivitas remaja. Sumber foto: freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi beragam agresivitas remaja. Sumber foto: freepik.com
ADVERTISEMENT
Kasus agresivitas remaja selalu menghiasi berita-berita di Indonesia. Seperti pada hari Jumat (25/11/2022) Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara dihebohkan dengan adanya berita yang mengabarkan bahwa terjadi kasus tawuran antar pelajar yang menewaskan satu orang pelajar. Hal yang membuat pilu adalah kejadian tersebut terjadi saat momen peringatan hari guru. Pelajar yang seharusnya menunjukkan rasa terima kasih pada momen itu, justru mencoreng nama baik guru-guru dengan tindakan kriminal yang mereka lakukan.
ADVERTISEMENT
Kasus-kasus agresivitas remaja juga selalu muncul dalam berbagai bentuk di setiap tahunnya. Jumlahnya bukan lagi puluhan, tetapi ratusan. Komisi Pelindungan Anak Indonesia (KPAI) memaparkan data agresivitas remaja mulai dari tahun 2016 sampai 2020. Pada tahun 2016 tercatat 896 kasus, pada tahun 2017 tercatat 987 kasus, pada tahun 2018 tercatat 1.084 kasus, pada tahun 2019 mencapai 947 kasus, lalu pada tahun 2020 tercatat 240 kasus. Kasus tersebut berupa tawuran, bullying, sodomi/pedofilia, pembunuhan, pencurian, laka lantas, kepemilikan senjata tajam, penculikan, aborsi, dan terorisme (KPAI, 2020).
Dari data-data tersebut dapat diketahui bahwa kasus agresivitas remaja begitu banyak. Tentu hal tersebut menjadi permasalahan yang amat serius bagi masyarakat Indonesia. Masalah tersebut harus segera diselesaikan dengan solusi yang sesuai dengan faktor penyebab terjadinya agresivitas remaja. Faktor-faktor yang menjadi penyebab perilaku agresi yaitu pola asuh yang salah, teman sebaya yang buruk, dan frustrasi (Trisnawati, Nauli & Agrina, 2014).
ADVERTISEMENT

Pola Asuh yang Salah

Keluarga merupakan tempat pertama bagi anak-anak untuk mendapatkan pendidikan. Kualitas pendidikan bergantung pada pola asuh yang diterapkan oleh kedua orang tua. Ketika orang tua menerapkan pola asuh yang salah, seperti membentak anaknya, melakukan kekerasan fisik, dan mengeluarkan kata-kata kasar, akan membuat anak menjadi tertekan, cenderung menjadi pendiam, bahkan menganggap tindakan-tindakan negatif tersebut menjadi tindakan yang wajar untuk dilakukan. Akibatnya, ketika anak beranjak remaja dan sudah mampu menunjukkan perasaannya, mereka akan melampiaskan apa yang ada di dalam benaknya dalam bentuk perilaku agresif.

Teman Sebaya yang Buruk

Masa remaja merupakan masa peralihan yang mana mereka ingin hidup secara mandiri dengan cara melepaskan diri dari orang tua dan menyibukkan diri bersama teman sebaya mereka (Yusuf, 2001). Rasa ingin diterima oleh teman sebaya mereka membuat mereka rela melakukan hal-hal yang umum dilakukan oleh teman sebaya mereka. Maka dari itu, bila teman sebaya mereka melakukan hal-hal yang buruk, seperti sering melakukan perilaku-perilaku agresif, tentu remaja akan mulai mengikuti perilaku-perilaku agresif tersebut.
ADVERTISEMENT

Frustrasi

Setiap orang pasti punya keinginan serta tujuan yang ingin dicapai, demikian juga dengan remaja. Remaja yang gagal atau terhambat dalam mencapai keinginan serta tujuan akan mengalami frustrasi. Mereka yang mengalami frustrasi cenderung mengimplementasikannya dalam bentuk perilaku agresif. Hal ini sejalan dengan "Frustration-Aggresion Theory" menyatakan bila usaha seseorang untuk mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu mengalami hambatan maka akan timbul dorongan agresif yang pada gilirannya akan memotivasi perilaku yang dirancang untuk melukai orang atau objek yang menyebabkan frustrasi (Trisnawati, Nauli & Agrina, 2014).
Setelah mengetahui faktor-faktor agresivitas remaja, tentu diperlukan strategi dalam rangka mengurangi agresivitas remaja. Strategi-strategi tersebut yaitu strategi hukuman, strategi katarsis, strategi pengenalan model perilaku nonagresi, dan strategi pelatihan sosial (Hanurawan, 2015).
ADVERTISEMENT

Strategi Hukuman

Setiap orang pasti takut dengan hukuman, begitu pun dengan para remaja. Dengan adanya perasaan takut terkena hukuman, mereka akan berhati-hati dalam setiap tindakan yang akan mereka perbuat. Hal ini akan membantu untuk menekan agresivitas remaja. Oleh sebab itu, hukuman harus ditegakkan secara tegas. Penegakan hukuman tersebut harus dipublikasikan ke masyarakat agar para remaja yang dihukum mendapatkan efek jera.

Strategi Katarsis

Katarsis merupakan pelampiasan amarah dan frustrasi dengan cara yang aman. Katarsis ini dapat membantu meredam agresivitas remaja. Katarsis dapat dilakukan dengan cara melampiaskan amarah tersebut ke benda-benda yang aman seperti karung berisi pasir. Selain dengan melampiaskan ke benda yang aman, katarsis juga dapat dilakukan dengan melampiaskan perasaan yang dipendam dengan berteriak sekencang-kencangnya di area yang sepi.
ADVERTISEMENT

Strategi Pengenalan terhadap Model Perilaku Nonagresi

Remaja yang mengetahui model perilaku nonagresi cenderung memiliki tingkat perilaku agresif yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak mengetahui model perilaku nonagresi (Baron & Byrne, 2004). Perilaku nonagresi memiliki makna yang tidak saling menyerang. Apabila remaja dikenalkan dengan model perilaku nonagresi diharapkan mereka dapat meninggalkan perilaku agresi. Maka dari itu pengenalan terhadap model perilaku nonagresi bagi remaja penting untuk dilakukan.

Strategi Pelatihan Keterampilan Sosial

Para remaja yang melakukan perilaku agresif cenderung memiliki keterampilan sosial yang buruk. Ketidakmampuan mereka berkomunikasi untuk menceritakan apa yang mereka inginkan dan mereka rasakan akan membuat mereka memendam hal tersebut dan hanya mampu melampiaskannya dalam bentuk perilaku yang bersifat agresif.
ADVERTISEMENT
Berbeda halnya dengan para remaja yang memiliki keterampilan sosial yang bagus. Mereka dapat berkomunikasi dengan baik pada sesamanya dalam menceritakan apa yang mereka rasakan dan mereka inginkan sehingga dapat membantu mereka untuk meredam perilaku agresif yang ada pada diri mereka. Oleh sebab itu, pelatihan keterampilan sosial ini penting dilakukan.