Konten dari Pengguna

Pernikahan Beda Agama Di Indonesia Apakah Sah? Bagaimana Hukumnya Dalam Islam

M Rizky Ramdhani
Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah
24 September 2024 8:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari M Rizky Ramdhani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: (https://www.canva.com/)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: (https://www.canva.com/)
ADVERTISEMENT
Pernikahan beda agama merupakan hubungan dua insan yang berbeda keyakinan dan diikat dalam satu pertalian yaitu perkawinan. Ada dua unsur pokok yang harus ada dalam definisi perkawinan antar agama, yaitu keyakinan atau memeluk agama yang berbeda dan diikat dalam suatu hubungan perkawinan.
ADVERTISEMENT
Pernikahan beda agama di Indonesia kerap terjadi pada kalangan artis maupun masyarakat biasa, itu artinya pernikahan beda agama di Indonesia tetap berjalan walaupun menimbulkan berbagai macam kontroversi. Terdapat perselisihan dikalangan para ulama mengenai pernikahan beda agama ini diantara nya 1). Potensi konflik 2). Menjaga keharmonisan rumah tangga 3). Pembagian harta warisan dan masih banyak lagi.
Di Indonesia berdasarkan pasal 2 UU perkawinan, menyatakan bahwa perkawinan beda agama tidak boleh. UU Perkawinan memberikan peranan yang sangat menentukan sah/tidaknya suatu perkawinan kepada hukum agama dan kepercayaan masing‐masing calon mempelai. Keadaan tersebut nampak jelas dalam Pasal 2 UU Perkawinan yaitu “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing‐masing. ”Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) dinyatakan bahwa tidak ada perkawinan diluar hukum agamanya dan kepercayaannya itu.
ADVERTISEMENT
Sedangkan menurut agama islam pernikahan beda agama hukumnya tidak sah/haram sebagaimana di dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 221:
وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكٰتِ حَتّٰى يُؤْمِنَّ ۗ وَلَاَمَةٌ مُّؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكَةٍ وَّلَوْ اَعْجَبَتْكُمْ ۚ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِيْنَ حَتّٰى يُؤْمِنُوْا ۗ وَلَعَبْدٌ مُّؤْمِنٌ خَيْرٌ مِّنْ مُّشْرِكٍ وَّلَوْ اَعْجَبَكُمْ ۗ اُولٰۤىِٕكَ يَدْعُوْنَ اِلَى النَّارِ ۖ وَاللّٰهُ يَدْعُوْٓا اِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِاِذْنِهٖۚ وَيُبَيِّنُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُوْنَ ࣖ
Artinya: "Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil Pelajaran”. (QS. Al-Baqarah (2) ayat:221)
ADVERTISEMENT
Ayat ini menegaskan larangan bagi seorang mukmin untuk menikahi wanita musyrik dan seorang wanita mukmin dengan laki-laki musyrik, kecuali mereka telah beriman atau memeluk agama islam.
Maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan beda agama menurut UU Perkawinan relative sulit dilakukan meskipun dapat dilaksanakan dengan pencacatan di kantor catatan sipil. Sedangkan menurut agama islam pernikahan beda agama hukumnya tidak sah/haram, jika pernikahan beda agama tersebut tetap dilaksanakan maka tetap tidak sah dan secara syariah perbuatan mereka tergolong dalam perbuatan zina. Akan tetapi pada realitasnya masyarakat masih memberlakukan legalitas pernikahan beda agama. Dan hal ini menjadi permasalahan hukum yang harus di selesaikan.
Muhammad Rizky Ramdhani
Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
ADVERTISEMENT