Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Metaverse dan Dunia Utopia Generasi Z
6 November 2022 10:42 WIB
Tulisan dari Rizky Ridho Pratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat ini, kita hidup di dua dunia sekaligus: nyata dan maya. Perbedaan dua dunia ini sangat jelas. Kita tak bisa menciptakan realita versi kita di dunia nyata, tetapi dunia maya membuka ruang untuk itu.
ADVERTISEMENT
Contoh, ketika membuka media sosial, kita bisa mengatur postingan apa yang ingin kita tampilkan ke publik, baik dalam bentuk story dan foto. Filter yang ada di media sosial pun bisa membuat kita mengatur penampilan kita sesuka hati.
Selain itu, di media sosial kita bisa jadi seorang komentator ulung. Selalu berkomentar tentang berbagai isu. Sementara di dunia nyata, kita menjadi seorang yang bisu. Mulut terbungkam, tak punya keberanian untuk berdebat.
Kemudian, muncul metaverse, sebuah dunia dengan banyak potensi. Metaverse membawa prinsip dunia nyata ke dalam kehidupan digital dengan kebebasan eksplorasi yang sangat besar.
Metaverse menggabungkan augmented reality dan virtual reality untuk menciptakan real-world experience bagi penggunanya. Dengan membuat avatar yang mewakili kepribadian, kita dapat menjelajah dunia yang disajikan oleh metaverse.
ADVERTISEMENT
Tentu metaverse punya segudang dampak positif. Kita bisa melakukan meeting tanpa perlu pergi ke kantor; kita bisa mengakses materi pembelajaran dan menikmati pendidikan di manapun dan kapanpun, serta kita bisa menikmati banyak hiburan.
Bahkan, kita bisa menonton konser artis ternama di dunia metaverse. Ariana Grande dan grup band Easy Life pernah menggelar konser di dunia metaverse. Banyak avatar yang hadir tanpa perlu ke New York atau Los Angeles.
Sayangnya, ada beberapa concern terhadap metaverse. Pertama adalah soal kekosongan hukum. Ketika metaverse terlihat bentuk sejatinya, satu pertanyaan mendasar adalah bagaimana praktik hukum di sana? Apakah pemerintah punya kuasa untuk membuat regulasi atau justru metaverse akan bergerak berdasarkan hukum dari perusahaan?
ADVERTISEMENT
Concern lain yang muncul adalah soal menjadikan dunia online sebagai utopia dan semacam wadah untuk melarikan diri dari dunia nyata.
Dunia Ideal Generasi Z
Ada sebuah riset menarik dari Razorfish yang berkolaborasi dengan VICE Media yang terbit tahun 2022 ini. Mereka meneliti tentang bagaimana sikap generasi Z yang gemar bermain video games di Amerika Serikat tentang metaverse.
Hasilnya sangat menarik: 52% generasi Z merasa menjadi diri sendiri di dunia metaverse dibandingkan di kehidupan nyata, dan 45% merasa bisa mengeksplorasi diri di metaverse.
Selain itu, generasi Z beranggapan jika siapa dirinya di dunia online akan punya pengaruh terhadap identitas dirinya di dunia nyata. Mereka juga menghabiskan 12,2 jam waktunya untuk bermain game.
ADVERTISEMENT
Bagi 65% generasi Z, game online membuat mereka bisa mengembangkan hubungan baru dengan sesama gamers dan 65% menganggap hubungan tersebut sama bermaknanya di dunia nyata.
Selain itu, dunia metaverse juga memungkinkan kita mencari uang. Sebanyak 52% generasi Z memang ingin metaverse jadi tempat buat mencari uang.
Dunia maya bagi generasi Z adalah extension of reality. Dari studi ini, generasi Z lebih memilih menghabiskan banyak waktu di dunia metaverse.
Sikap mereka bukan tanpa dasar. Saat ini pun banyak orang bisa menghasilkan uang dengan berkarya lewat dunia digital. Profesi Content Creator dan Influencer dunia maya bisa menghasilkan uang dengan jumlah yang fantastis dengan mengandalkan jumlah penonton.
Jika sekarang saja dunia maya bisa berpengaruh positif bagi generasi Z, metaverse bisa merealisasikan kemungkinan tersebut dan membawanya ke tingkat yang lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Kemungkinan, generasi Z akan hidup seperti di film Ready Player One. Mereka akan bertemu di dunia maya dengan avatar yang telah dibuat sesuai keinginan. Avatar memang merepresentasikan diri kita yang ideal, tetapi tidak menunjukkan siapa diri kita sebenarnya. Sebuah identitas yang semu tanpa makna.
Kita akan berkenalan dan melaksanakan misi, seakan misi itu jauh lebih penting dibandingkan kehidupannya di dunia nyata.
Alhasil, metaverse menjadi sebuah pelarian yang nyaman. Sebuah dunia utopia yang akan ramai dikunjungi oleh generasi Z di masa depan. metaverse menyediakan semuanya untuk generasi: tempat untuk bersenang-senang, bercengkerama, sekaligus mencari uang.
Kecanduan
Namun, sikap seperti ini akan membuat generasi Z jauh dari dunia nyata dan lebih nyaman berada di dalam rumah. Dengan segudang potensi, metaverse bisa membuat kita kecanduan. Sama seperti saat kita lebih memilih bermain smartphone dibandingkan berinteraksi dengan orang-orang.
ADVERTISEMENT
Dunia nyata akan menjadi tempat yang sepi. Generasi Z akan tercerabut dari realita.
Bisa jadi ke depan kita akan menderita metaverse overdependence. Di Korea Selatan saja, masalah kecanduan internet direspon sangat serius oleh pemerintah.
Bahkan, hampir 40% anak muda Korea Selatan teridentifikasi smartphone overdependence.
Oleh karena itu, pemerintah Korea Selatan membuat Internet Addiction Prevention Centres. Tujuannya untuk melakukan detoksifikasi terhadap kecanduan internet dan menggunakan smartphone dengan lebih baik.
Jika Metaverse hadir, bisa jadi, pemerintah akan membuat Metaverse Addiction Camp.
Metaverse memang masih dalam tahap pengembangan, tetapi hanya masalah waktu hingga metaverse menjadi tempat pelarian bagi generasi Z.
Generasi Z mungkin juga akan mengalami Hikikomori, sebuah kondisi di mana anak mudanya lebih nyaman di rumah dan tidak ingin keluar dalam waktu lebih dari enam bulan.
ADVERTISEMENT
Alasannya, menurut Profesor Saitō dari Universitas Tsukuba, karena hidup mereka tidak punya makna dan value.
Sangat mungkin bagi generasi Z mengalami Hikikomori. Tetapi bukan karena hidup mereka tidak punya value, melainkan terlalu nyaman terkoneksi dengan metaverse.
Dan mungkin pekerjaan untuk membuat anak muda keluar rumah akan menjadi profesi baru di masa depan.