Konten dari Pengguna

Mengapa Kebijakan Transportasi & Industri Gagal dalam Mengurangi Emisi Polutan?

Rizky Susanto
Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20 Desember 2024 23:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizky Susanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber foto : www.freepik.com
zoom-in-whitePerbesar
Sumber foto : www.freepik.com
ADVERTISEMENT
Kebijakan transportasi dan industri dalam mengurangi emisi polutan sering kali belum cukup efektif karena berbagai faktor struktural, teknis, dan sosial yang kompleks. Ketergantungan pada bahan bakar fosil dalam sektor transportasi dan industri masih sangat tinggi, dengan kurangnya alternatif yang kompetitif dari segi harga maupun ketersediaan. Dalam hal transportasi, meskipun kendaraan listrik terus diperkenalkan, infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya belum tersebar luas, terutama di daerah terpencil. Sementara itu, subsidi bahan bakar fosil yang masih berjalan di banyak negara, termasuk Indonesia, mengurangi insentif bagi perusahaan dan masyarakat untuk beralih ke energi bersih.
ADVERTISEMENT
Transportasi: Dominasi Kendaraan Pribadi
Transportasi adalah salah satu sektor penyumbang emisi terbesar. Ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar fosil masih dominan, sementara transisi ke kendaraan listrik berjalan lambat. Infrastruktur pendukung seperti stasiun pengisian daya masih minim, terutama di luar kota besar.Meskipun pemerintah telah menghadirkan MRT, LRT, dan BRT, masyarakat masih lebih memilih kendaraan pribadi karena alasan fleksibilitas dan kenyamanan. Sayangnya, dominasi ini menjadi hambatan besar dalam upaya pengurangan emisi.
Pada bulan September 2021, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengeluarkan putusan terkait gugatan pencemaran udara di wilayah DKI Jakarta dengan nomor register 374/PDT.G/LH/2019/PN.JKT.PST, dimana para tergugat, termasuk Presiden RI dan Gubernur DKI Jakarta, dinyatakan telah melakukan pelanggaran hukum terkait pencemaran udara di wilayah tersebut. Dimana Presiden RI dan Gubernur DKI Jakarta turut serta menggunakan transportasi pribadi yang masih berbahan bakar fosil.
Ilustrasi emisi polutan dari sektor transportasi dominasi kendaraan pribadi. Sumber foto : www.freepik.com
Industri: Tantangan Biaya dan Regulasi
ADVERTISEMENT
Dalam sektor industri biaya awal untuk mengadopsi teknologi rendah emisi sering kali dianggap terlalu tinggi, sehingga pelaku industri memilih pendekatan yang lebih ekonomis namun tidak ramah lingkungan. Regulasi yang ada sering kali kurang tegas atau konsisten dalam penerapan, terutama dalam memastikan pelaku industri mematuhi batasan emisi. Selain itu, kurangnya insentif untuk mendukung investasi dalam teknologi ramah lingkungan semakin memperlambat transisi menuju praktik yang lebih berkelanjutan.
Pabrik-pabrik, termasuk pembangkit listrik, umumnya menggunakan bahan bakar fosil yang menghasilkan emisi berbahaya seperti sulfur dioksida (SO₂) dan nitrogen oksida (NO₂). Selain itu, kurangnya pengelolaan limbah industri yang memadai juga berpotensi menyebabkan pencemaran udara akibat pelepasan zat beracun ke atmosfer.
Meskipun berbagai kebijakan telah diterapkan untuk mengendalikan emisi dari kedua sektor tersebut, efektivitasnya masih menjadi pertanyaan mengingat kualitas udara Jakarta yang belum menunjukkan perbaikan signifikan.
Ilustrasi masyarakat terkena paparan emisi polutan dari sektor industri. Sumber foto : www.freepik.com
Indonesia dan Tantangan Geografis
ADVERTISEMENT
Persebaran wilayah yang luas dan heterogen memberikan tantangan tersendiri dalam penerapan kebijakan transportasi yang efektif. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau dan wilayah dengan karakteristik yang sangat bervariasi, mulai dari kota besar yang padat hingga daerah pedalaman yang memiliki infrastruktur terbatas. Kebijakan yang diterapkan di perkotaan mungkin tidak bisa langsung diimplementasikan dengan cara yang sama di daerah-daerah yang lebih terpencil, yang sering kali memiliki kebutuhan transportasi yang berbeda.
Kebijakan transportasi harus disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial di setiap wilayah, memerlukan pendekatan yang lebih fleksibel dan berbasis pada kebutuhan lokal. Hal ini tentu membutuhkan sumber daya yang lebih besar serta keterlibatan banyak pihak, termasuk pemerintah daerah dan sektor swasta, untuk menciptakan solusi transportasi yang dapat diakses dan efisien.
Ilustrasi kerusakan muka bumi akibat emisi polutan dari sektor transportasi dan industri. Sumber foto : www.freepik.com
Kesadaran Publik: Masalah yang Tak Kalah Penting
ADVERTISEMENT
Kurangnya kesadaran masyarakat juga menjadi penghalang. Banyak yang belum memahami manfaat transportasi publik atau teknologi ramah lingkungan. Pola pikir yang masih mengutamakan efisiensi jangka pendek memperburuk masalah ini. Kampanye edukasi dan insentif yang mendukung peralihan ke teknologi ramah lingkungan menjadi langkah yang tidak bisa diabaikan.
Kebijakan transportasi dan industri di Indonesia harus lebih strategis dan fleksibel untuk menjawab tantangan yang kompleks. Tanpa evaluasi menyeluruh dan perubahan pola pikir, upaya pengurangan emisi hanya akan menjadi angan belaka.