Permasalahan dalam Mewujudkan Keterwakilan Politik Perempuan di Indonesia

Rizkya Nurunnisa
Political Science Student at Padjadjaran University
Konten dari Pengguna
8 April 2022 17:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizkya Nurunnisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumentasi Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumentasi Pribadi

Perjuangan Hak Perempuan dalam Ranah Politik

ADVERTISEMENT
Hak Politik Perempuan pada dasarnya adalah hak asasi manusia, dan menjadi esensi dari demokrasi. Dengan melibatkan perempuan dan laki-laki dalam proses pengambilan keputusan menjadi salah satu syarat mutlak berdemokrasi.
ADVERTISEMENT
Dalam memperjuangkan haknya di ranah politik khususnya dalam mewujudkan keterwakilan politik perempuan, kaum perempuan Indonesia sudah melalui jalan panjang dan dinamika perubahannya dari waktu ke waktu. Adanya budaya patriarki yang masih melekat dalam pemikiran masyarakat menunjukkan adanya hambatan bagi kedudukan perempuan khususnya yang berkaitan dengan sikap politik dan kehidupan social kaum perempuan di Indonesia.
Dari masa Orde Baru hingga pasca Reformasi sekarang, keterlibatan perempuan dalam ranah politik sebenarnya semakin meningkat, salah satunya dibuktikan dengan kenaikan keterwakilan perempuan yang menduduki kursi legislatif terutama pada pemilu tahun 1999-2019. Saat ini, konsep keterwakilan perempuan sangat penting bagi pemerintahan, namun hal tersebut tidak serta merta menunjukkan bahwa keterwakilan perempuan di Indonesia sudah berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.
ADVERTISEMENT

Dasar Hukum Affirmative Action

Terdapat dasar hukum yang menentukan bahwa keterwakilan politik perempuan yang diusung oleh partai politik di parlemen harus mencapai 30%, hal tersebut dimuat dalam UU No.12 Tahun 2003, dan peraturan inipun menjadi bentuk affirmative action yang menjadi landasan penting dalam memperjuangkan hak politik perempuan.

Keterwakilan Politik Perempuan dan Realita

Namun dalam realitanya, untuk mencapai kuota 30% keterwakilan politik perempuan di parlemen amatlah sulit. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase anggota legislatif perempuan baik di tingkat pusat dan daerah masih belum bisa mencapai kuota minimum tersebut, dan masih berada dalam angka sekitar 20%. Permasalahan inilah yang harus menjadi fokus bagi para pelaku politik terkhusus partai politik di Indonesia. Sebab apabila masih terjadi ketimpangan ini, kebijakan public yang memihak pada perempuan dan kesetaraan gender akan sulit untuk diwujudkan.
ADVERTISEMENT
Permasalahan yang fundamental dalam fenomena ini adalah perempuan dalam ranah politik masih dibatasi dengan berbagai control dalam seluruh aspek kehidupannya. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, permasalahan pemberdayaan perempuan dan optimalisasi peran politik perempuan harus menjadi fokus dari Partai Politik, karena melalui fungsinya partai politik memiliki peranan yang penting untuk melakukan perekrutan dan Pendidikan politik terhadap kaum perempuan.
Selain itu, masyarakat juga memiliki peran penting dalam mengatasi masalah ini, yaitu dengan melakukan penyadaran politik untuk mengurangi bahkan menghilangkan budaya pola pikir patriarki melalui peningkatan kualitas Pendidikan, apabila budaya ini masih melekat dalam kehidupan sosial, maka upaya untuk meningkatkan pemberdayaan dan partisipasi politik perempuan di Indonesia akan sulit untuk diwujudkan. Selain itu, pemaknaan mengenai affirmative action juga perlu diperdalam, pemberian kuota dalam jumlah tertentu bagi perempuan tidak hanya sekadar merekrut perempuan untuk masuk dalam posisi politik dan hanya dijadikan sebagai tanda dalam kehidupan politik, melainkan memastikan posisi nya berada dalam posisi strategis.
ADVERTISEMENT