Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Qatar, Piala Dunia, dan Propaganda Media Barat
6 Januari 2023 13:12 WIB
Tulisan dari Muhammad Rizky Fauzan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Perhelatan Piala Dunia 2022 baru saja usai diselenggarakan. Pada edisi kali ini, Argentina resmi menasbihkan diri kembali sebagai juara dunia setelah 36 tahun usai mengalahkan Prancis melalui drama adu penalti. Namun, kita tidak akan membahas lebih jauh tentang hal tersebut. Pembahasan ini merujuk pada sisi lain, yaitu citra Qatar sebagai tuan rumah yang digambarkan oleh media Barat.
ADVERTISEMENT
Isu Miring Sebelum Pagelaran
Jauh sebelum Piala Dunia 2022 berlangsung, banyak tuduhan serta isu miring yang ditujukan kepada Qatar. Didapuknya Qatar sebagai tuan rumah pada 2010 lalu menjadi salah satunya. Hal ini menjadi topik yang menarik untuk dibahas karena menuai kontroversi. Bagaimana tidak, negara kecil yang terletak Timur Tengah ini mampu mengalahkan kandidat lain seperti Amerika Serikat yang notabene berlabel negara adikuasa.
Hal ini sontak membuat publik dunia sepak bola geger. Adanya isu suap dan "main mata" dengan pejabat FIFA untuk memuluskan dukungan terhadap Qatar menjadi tuan rumah terpilih Piala Dunia 2022 menjadi headline utama media barat kala itu.
Tak hanya itu, isu miring juga berlanjut selama persiapan. Kali ini, Qatar diterpa isu terkait pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terhadap para pekerja migran. Kabarnya, ada ribuan pekerja migran yang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja serta minimnya kesejahteraan. Namun, CEO Piala Dunia 2022 Qatar, Nasser Al Khater membantah. Dia mengatakan hanya tiga pekerja yang meninggal dunia dalam proyek Piala Dunia 2022. Menurutnya, media Barat terlalu berlebihan dan hanya fokus ke hal-hal negatif.
ADVERTISEMENT
"Angka ini (kematian tiga pekerja) diberikan kepada mereka berulang kali namun sayangnya mereka tidak mempublikasikannya," ucapnya yang dilansir dari media Qatar, The Peninsula (11/10/22).
Hingga kini, segala tuduhan tersebut tidak dapat dibuktikan. Bahkan, segala persiapan yang dilakukan negeri Jazirah Arab itu berhasil selesai tepat waktu.
Qatar juga disinyalir menggunakan penonton bayaran untuk membantu memeriahkan serta memberi kesan yang positif tentang Piala Dunia 2022. Dilansir dari salah satu surat kabar Jerman, DW, mereka mengklaim bahwa Qatar membayar biaya perjalanan serta hotel untuk para penggemar internasional yang terpilih.
Ragam Kontroversi Saat Pagelaran
Pemberitaan buruk, kritik, serta propaganda media barat terhadap Qatar terus berlanjut hingga gelaran Piala Dunia 2022 berlangsung. Hal ini dimulai dengan adanya tudingan pengaturan skor untuk memenangkan Qatar saat bersua Ekuador di pertandingan pembuka turnamen. Pada akhirnya, hal tersebut tidak terbukti karena Ekuador yang keluar sebagai pemenang pada partai tersebut.
ADVERTISEMENT
Kontroversi berlanjut saat para punggawa Timnas Jerman melakukan pose tutup mulut saat sesi pemotretan saat berjumpa Jepang. Aksi itu dilakukan sebagai bentuk protes terhadap FIFA maupun Qatar karena dinilai membungkam suara mereka dalam mengampanyekan gerakan LGBTQ. Selain Jerman, beberapa negara Eropa lain seperti Belanda, Inggris, dan Belgia juga cukup vokal dalam menyuarakan dukungan mereka. Namun, mereka akhirnya mengurungkan niat tersebut setelah mendapat peringatan dari FIFA dengan ancaman adanya hukuman.
Seperti yang diketahui, Qatar selaku tuan rumah Piala Dunia 2022 menerapkan beberapa kebijakan yang dinilai kontroversial dan berseberangan dengan budaya sepak bola Eropa seperti larangan membawa minuman beralkohol di stadion, larangan satu kamar hotel bagi pasangan yang bukan suami istri, dilarang memakai pakaian yang terbuka, dan yang paling keras adalah larangan segala hal yang berkaitan dengan LGBTQ.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Qatar mendapat kritikan tajam saat Emir Qatar, Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani memakaikan jubah "bisht" kepada kapten Timnas Argentina, Lionel Messi saat hendak mengangkat trofi Piala Dunia 2022. Beberapa media Barat seperti The Mirror dan The Telegraph bahkan menulis dalam tajuknya bahwa Messi dipaksa menutupi jersey Argentina miliknya dalam balutan bisht dan menganggap yang dilakukan Emir Qatar itu "aneh" serta "merusak momen terbesar dalam sejarah Piala Dunia".
Islamofobia, Orientalisme, hingga Rasisme
Tidak bisa dipungkiri, Qatar selaku tuan rumah dapat dikatakan cukup berhasil dalam menyelenggarakan event akbar sepak bola empat tahunan ini. Namun, headline buruk kebanyakan menghiasi pemberitaan media Barat selama pagelaran berlangsung. Lalu, kiranya alasan apa yang mendasari media Barat begitu masif dalam menyudutkan Qatar? Sentimen terhadap isu Islamofobia, orientalisme, hingga rasisme terhadap Qatar bisa menjadi jawaban yang masuk akal.
ADVERTISEMENT
Islamofobia digambarkan sebagai ketakutan berlebih terhadap Islam atau muslim. Dengan kata lain, Islamofobia ialah nama bagi sebuah fenomena anti-Islam yang biasanya ditandai dengan prasangka buruk seperti menganggap Islam adalah agama yang mengancam dan membahayakan nilai-nilai lain dalam masyarakat (Putri, 2020).
Sudah menjadi rahasia umum bahwa sedari dulu, Barat melalui medianya menggambarkan umat Islam (muslim) sebagai pembunuh, teroris, hingga radikal. Media barat melakukan propaganda dengan membentuk paradigma masyarakatnya untuk membenci Islam. Stigma negatif ini akhirnya melekat dan dijadikan dasar untuk menyudutkan Qatar yang notabene negara dengan penduduk mayoritas muslim.
Selain itu, isu rasisme serta orientalisme juga tidak bisa dilepaskan. Rasisme dipahami sebagai bentuk perilaku dari suatu kelompok tertentu yang beranggapan bahwa kelompok mereka lebih tinggi atau superior daripada kelompok lain, hal inilah yang mengakibatkan munculnya perilaku rasisme (Daniel, 2016). Sedangkan orientalisme secara umum adalah suatu paham yang mengkaji dunia Timur, baik agama maupun peradabannya, yang dilakukan oleh orang Barat (Jamilah, 1981). Dalam hal ini, orientalisme didefinisikan sebagai pandangan yang menyimpang tentang perbedaan antara orang Arab dan orang Eropa. Dua isu ini berujung adanya perasaan unggul dari Eropa atas Timur Tengah.
ADVERTISEMENT
Hal ini terbukti saat Qatar menyuguhkan Piala Dunia dalam bentuk yang berbeda dengan membawakan nilai, budaya, serta kebijakan yang merepresentasikan Islam. Melihat hal ini, Barat yang merasa superior merasa kebakaran jenggot. Mereka yang selama ini berkuasa mengatur sistem kehidupan manusia dunia tiba-tiba harus tunduk pada sebuah negara kecil yang membawa nilai serta budaya Islam. Bahkan, mereka malah menuduh Qatar mencoba untuk memaksakan budaya Islam kepada Eropa daripada fokus menggelar Piala Dunia. Sebuah kenyataan yang tidak bisa diterima sehingga mereka tidak peduli aturan yang tidak sesuai dengan pandangan Barat.
Epilog
Tidak bisa dipungkiri, Piala Dunia 2022 Qatar menjadi salah satu event olahraga terbaik dan termegah yang pernah ada. Beragam peristiwa, rekor, serta kontroversi tersaji dalam satu pagelaran yang diadakan di negara kecil di Jazirah Arab.
ADVERTISEMENT
Faktanya, Qatar adalah negara Islam, Arab, dan Timur Tengah pertama yang menjadi penyelenggara Piala Dunia. Tak ayal, banyak yang meragukan bahkan mendiskreditkan kecakapan Qatar dalam menggelar pesta sepak bola empat tahunan ini. Beragam terpaan miring yang dimonitori oleh media Barat ditujukan terhadap Qatar.
Dari sebelum hingga sesudah bergulir, media Barat masih saja fokus menyudutkan Qatar. Berbagai hal diangkat mulai dari masalah sepak bola hingga masalah yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan sepak bola. Beragam kebijakan Qatar selama turnamen ini juga selalu dikritik keras oleh media Barat karena dianggap bertolak belakang dengan peradaban saat ini. Hal ini dilatarbelakangi adanya sentimen Islamofobia, rasisme, hingga orientalisme yang merasa dunia Barat (Eropa) lebih superior daripada dunia Timur (Arab).
ADVERTISEMENT
Namun seperti pepatah bijak, Qatar menjalankan prinsip anjing menggonggong kafilah berlalu. Qatar tetap percaya diri menggelar Piala Dunia sembari memberikan klarifikasi berita untuk menjawab segala tuduhan media Barat yang memfitnah mereka. Pada akhirnya, Qatar mampu menjawab keraguan serta tuduhan yang ditujukan dengan sukses besar membuat dunia takjub dengan Piala Dunia 2022 nya.
Terakhir, Qatar dan negara lain juga memiliki aib, itu fakta yang tak terbantahkan. Sebab tidak ada negara yang sempurna di dunia ini. Namun, Qatar melalui Piala Dunia 2022 telah memberikan pelajaran kepada dunia Barat tentang bagaimana menghormati keragaman agama, budaya, dan peradaban. Barat harus meninggalkan perspektif orientalis dan superior serta mengakui adanya multikulturalisme dan keragaman. Jadi, setelah ini, apakah dunia Barat melalui medianya masih terus menutup mata dengan dunia Timur? Kita lihat saja, karena bisa jadi yang mereka benci bukan negaranya, tapi Islamnya.
ADVERTISEMENT