Konten dari Pengguna

Hak Ulayat: Apakah Hukum Benar-Benar Melindunginya?

Muhammad Rizky Madani
Mahasiswa S1 Fakultas hukum di Universitas Jambi.
9 Desember 2024 12:34 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rizky Madani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber Foto: Foto tanah yang saya ambil sendiri
zoom-in-whitePerbesar
Sumber Foto: Foto tanah yang saya ambil sendiri
ADVERTISEMENT
Hak ulayat adalah salah satu bentuk kearifan lokal yang mencerminkan hubungan erat antara masyarakat adat dengan tanah yang mereka kelola secara turun-temurun. Dalam konteks hukum agraria di Indonesia, hak ulayat menjadi permasalahan yang menarik sekaligus kompleks karena melibatkan persinggungan antara hukum adat dan hukum positif (Hukum yang berlaku sekarang). Kedua sistem hukum ini sering kali memiliki asas dan pendekatan yang berbeda dalam mengatur pemanfaatan tanah dan sumber daya alam.
ADVERTISEMENT
Dilansir dari situs antaranews, Minggu (21/1/2024) mengutip dari Debat Keempat Pilpres 2024 di Balai Sidang Jakarta, Minggu (21/1/2024). Mahfud Menyampaikan kekhawatirannya terhadap kasus sengketa tanah adat.
Melihat banyaknya terjadi kasus sengketa tanah adat, timbul pertanyaan, Apakah hak ulayat dalam hukum di Indonesia itu benar-benar ada?

Analisis Hak Ulayat Dalam Hukum Positif Indonesia

Jika di hubungan dengan hukum negara Dalam kasus ini khusunya hukum agraria dan adat, hukum negara memang memberikan hak kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pemerintahannya sendiri menurut asas otonomi dan tugas pembantuan sesuai dengan Pasal 18 ayat (2) UUD 1945, namun disisi lain masyarakat adat berpegang pada hukum adat yang melarang penjualan atau penggunaan tanah ulayat tanpa persetujuan tetua dan masyarakat adat.
ADVERTISEMENT
Sistem hukum yang berbeda ini memunculkan konflik. Padahal dalam undang-undang, negara mengakui hak-hak masyarakat adat dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945 berbunyi sebagai berikut: “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.” Pelaksanaannya sering kali tidak sejalan dengan praktik di lapangan.
Hak bangsa Indonesia dalam hukum agraria terdapat pula pada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Yang kemudian ini menjadi acuan Pasal 2 UUPA 1960 (Undang-undang Pokok Agraria). Dalam pasal ini ditegaskan “tanah itu dikuasai Negara dan digunakan untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, dalam arti kebahagiaan, kesejahteraan dan kemerdekaan dalam masyarakat dan Negara hukum Indonesia yang merdeka berdaulat, adil dan makmur.”Jadi sudah jelas hak ulayat itu ada dan tugas pemerintah itu menguasai tanah demi mensejahterakan rakyat. lalu mengapa sengketa ini masih ada?
ADVERTISEMENT

Tantangan dalam Perlindungan Hak Ulayat Dalam Perspektif Hukum Agraria

Dalam hal pertanahan kita mengenal yang namanya sertifikat tanah, sertifikat ini adalah bukti kita memiliki tanah tersebut. Dalam hukum agraria terdapat dua konsep sertifikat diantaranya:

1. stelsel positif

Stelsel positif adalah suatu konsep dimana sertifikat bukan merupakan bukti terkuat dan lebih berfokus pada keadilan di masyarakat ini biasanya berlaku pada Negara yang menganut sistem hukum Anglo-saxon seperti Amerika serikat.

2. Stelsel Negatif

yaitu suatu konsep dimana sertifikat adalah bukti terkuat. Dapat diartikan kepastian hukum pemegang sertifikat dapat terjamin. Ini berlaku pada Negara yang menganut system hukum Eropa Kontinental seperti Jerman.
Lalu Indonesia menganut yang mana? Indonesia menganut sistem stelsel positif bertendensi negatif yang artinya suatu sertifikat tanah merupakan bukti terkuat sampai dapat dibuktikan sebaliknya. Lalu apa masalahnya?
ADVERTISEMENT
Yang menjadi masalah adalah bahwa syarat untuk menjadikan tanah itu bersetifikat yaitu dengan mendaftarkan tanah itu menjadi milik pribadinya, sementara tanah ulayat itu milik bersama, jadi jika suatu saat perusahaan ingin membangun sesuatu, cukup gunakan saja tanah itu dengan alasan investasi, dan pemerintah mendukung karena tanah ulayat itu tidak bersetifikat.
Jadi kalau di tuntut ke pengadilan akan sulit, karena minimnya bukti dan kurangnya pendidikan hukum. Oleh karena itu, diperlukan langkah konkret dari pemerintah dan masyarakat luas untuk mengatasi berbagai permasalahan ini secara adil dan berkelanjutan.

Saran Kepada Pemerintah dan Masyarakat Luas

Pada akhirnya kebanyakan motif dari sengketa ini adalah alasan investasi. Pemerintah selalu beralasan melakukan ini dengan alasan ingin memakmurkan masyarakat, tapi tidak selalu begitu, jika pemerintah ingin memakmurkan rakyat tidak mesti harus mendapatakan investasi dari pengusaha-pengusaha kaya, pemerintah juga bisa melibatkan masyarakat adat seperti pemberdayaan teh, kopi, dan komoditas lainnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun beberapa pendidikan masyarakat adat ada tertinggal, pemerintah wajib mencerdaskan kehidupan bangsa, seperti tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Upaya ini harus bertahap dan tidak instan. Pemerintah dapat membentuk program pelatihan khusus bagi masyarakat adat untuk mengelola hasil bumi mereka karena dengan itu ekonomi daerah dapat perkembang dan Agar Sumber daya manusia kita maju dan berdampak positif pada jangka panjang.
Selain itu diperlukannya pendidikan hukum kepada masyarakat adat, salah satu contohnya Pelatihan Paralegal kepada masyarakat adat yang dilakukan organisasi PPMAN (Pehimpunan Pembela masyarakat adat Nusatara) Kegiatan ini berlangsung 19 sampai 23 Juni 2023 di kampung Adat Prailiu, Nusa Tenggara Timur. dilansir dari situs PPMAN, Selasa (27/6/2023). Ketua PPMAN, Syamsul Alam Agus, menyampaikan tujuan pelatihan ini.
ADVERTISEMENT
Diharapkan berharap pemerintah dapat melakukan evaluasi demi terciptanya kepastian hukum dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum, dengan salah satu asasnya, yaitu keadilan sosial bagi seluruh masyarakat indonesia. mari bersama-sama mari kita perjuangkan hak-hak ulayat masyarakat adat karena perampasan hak ulayat masyarakat adat merupakan bagian dari sisa-sisa kolonialisme zaman dulu.