Konten dari Pengguna

Kerja Sama Maritim Indonesia-China: Ancaman atau Terobosan?

Muhammad Rizky Madani
Mahasiswa S1 Fakultas hukum di Universitas Jambi.
25 November 2024 15:35 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Muhammad Rizky Madani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Terobosan?
Foto pejabat Indonesia bertemu Pejabat China. Sumber Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
zoom-in-whitePerbesar
Foto pejabat Indonesia bertemu Pejabat China. Sumber Foto: BPMI Setpres/Muchlis Jr
Pertemuan bilateral Presiden Indonesia Prabowo Subianto dengan Presiden China Xi Jinping di Beijing pada 8-10 November 2024 lalu menghasilkan sebuah kerja sama berupa Joint Statement. Joint statement merupakan bentuk kesepahaman antar negara yang akan dituangkan dalam perjanjian yang lebih mengikat.
ADVERTISEMENT
Kerja sama ini memuat 14 poin, salah satunya terkait isu maritim. Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah poin 9 yang sebagian kalimatnya berisi:
Kalimat ini menunjukkan rencana kerja sama Indonesia-China di wilayah yang batas maritimnya belum diakui secara internasional. Namun, ungkapan overlapping claims (Klaim Tumpang Tindih) dalam Joint Statement memicu pertanyaan terkait niat Indonesia—apakah sekadar kerja sama maritim, atau menyiratkan pengakuan dengan klaim sepihak China atas Laut China Selatan?
Status Klaim China Menurut Hukum Laut Internasional
Sebelumnya perlu diketahui klaim China terhadap sebagian besar Laut Cina Selatan Sebenarnya sudah lama tidak diakui karena bertentangan dengan Konvensi (Kesepakatan) Hukum Laut Internasional 1982 (UNCLOS 1982), yang diikuti dan diakui oleh kedua negara, baik Indonesia maupun China.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan pasal 57 Konvensi Hukum Laut Internasional, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara hanya berlaku hingga 200 mil laut (sekitar 370 km) dari garis pangkal darimana lebar laut teritorial diukur. Sementara jalur yang di klaim China membentang sejauh 2000 km dari daratan China sampai ke zona maritim yang tumpang tindih dengan Indonesia, Vietnam, dan Filipina, Malaysia, dan negara lainnya. ini lah yang disebut China sebagai Sembilan Garis Putus-putus (Nine Dash Line).
Klaim Sembilan Garis Putus-putus China. Sumber Foto: Sourabh Gupta/CHINAUSFocus
Kritik Para Pengamat Hukum Internasional Terhadap langkah Indonesia
Banyak pengamat Hukum Internasional bertanya-tanya apakah ungkapan ini berarti Indonesia secara tidak langsung mengakui klaim Sembilan garis putus-putus yang diklaim oleh China? Salah satu pengamat yang merupakan Guru Besar Hukum Internasional di Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. Dilansir dari channel tvOneNews, pada Selasa (12/11/2024), Hikmahanto memberikan pendapatnya.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana mungkin kalau kita tidak mengakui sembilan garis putus-putus itu kita akan melakukan Joint Development terhadap wilayah yang dianggap sebagai tumpang tindih” Ucap Hikmahanto kepada TV One.
Hikmahanto mempertanyakan maksud dari ungkapan 'Overlapping Claims' apakah berkaitan dengan Sembilan garis putus-putus, dan menginginkan agar ungkapan tersebut diperjelas, karena dinilai sebagai pengakuan Indonesia terhadap klaim sepihak China terkait Sembilan garis putus-putus.
Adanya kerja sama maritim ini berpotensi menimbulkan ketegangan diplomatik (Hubungan Internasional) terkait klaim sembilan garis putus-putus China. Hal ini berisiko menciptakan kesan ketidakonsistenan dalam kebijakan Indonesia, yang dapat memengaruhi kredibilitas serta posisi diplomatik Indonesia.
Optimisme di Tengah Kekhawatiran Ini
Meskipun menimbulkan kekhawatiran, ada juga yang mengambil sisi positif kerja sama ini, salah satunya Mahfud MD, seperti yang dilansir dari podcast Mahfud MD Official pada Selasa (12/11/2024).
ADVERTISEMENT
“Di dalam Joint Statement tersebut tidak menyebut nama tempat hanya kerja sama maritim saja, tapi kita lihat ini mungkin upaya terobosan untuk mencari jalan baru” ucap Mahfud MD
Mahfud MD berpendapat bahwa kerja sama ini merupakan upaya terobosan dari Presiden Prabowo, mengingat permasalahan sembilan garis putus-putus masih belum selesai sampai saat ini. Dengan kerja sama ini, diharapkan ketegangan pada Laut Cina Selatan dapat mereda.
Tanggapan Indonesia
Dilansir dari situs Kementerian luar negeri, pada Sabtu (9/11/2024), Indonesia menegaskan menolak dugaan bahwa Indonesia mengakui klaim sembilan garis putus-putus China.
“Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas “9-Dash-Lines”. Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki batas hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982,” ucap Kementerian luar negeri.
ADVERTISEMENT
Kementerian Luar Negeri menegaskan Indonesia tetap berpegang pada hukum internasional, khususnya Konvensi Hukum Laut Internasional 1982, dan tidak akan mengakui klaim yang melanggar kedaulatan maritimnya.
Lebih lanjut, Kementerian Luar Negeri menjelaskan kerja sama ini diharapkan menjadi upaya untuk menjaga perdamaian dan mempererat persahabatan di kawasan. Kerja sama ini dirancang untuk mencakup berbagai aspek ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan, dengan tetap menjunjung tinggi prinsip saling menghormati dan kesetaraan.
Meski tantangan tetap ada, kerja sama maritim ini membuka peluang baru bagi diplomasi kawasan Laut Cina Selatan. Semoga Indonesia Tetap tegas dan konsisten menjaga wilayah perairannya dan tetap berpegang pada Hukum Laut Internasional.