Konten dari Pengguna

Menyelami Silat Pahaman Betawi dan Ritual Unik di Baliknya

Rizqi Rajendra
Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran yang hobi menulis
18 Mei 2021 13:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizqi Rajendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dua pesilat Pahaman sedang berlatih. Foto: Dok. Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dua pesilat Pahaman sedang berlatih. Foto: Dok. Pribadi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Silat Pahaman merupakan salah satu aliran bela diri pencak silat tradisional asal Betawi.
ADVERTISEMENT
Silat ini tergolong salah satu aliran silat tertua yang konon digunakan masyarakat Betawi pada masa lampau untuk melawan Belanda yang menjajah tanah Batavia. Sayangnya, belum banyak masyarakat Jakarta yang mengetahui eksistensi Silat Pahaman ini, sehingga bisa dibilang keberadaannya hampir punah tergerus oleh globalisasi yang semakin pesat di Ibukota. Oleh karena itu, saya ingin mengajak Anda untuk menyelami Silat Pahaman dan mengenal ritual unik di baliknya berdasarkan pengalaman saya pribadi.
Sekitar akhir tahun 2018, saya diajak oleh teman saya mendatangi rumah seorang guru Silat Pahaman di bilangan Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Beliau bernama Hafiz atau yang akrab disapa Mang Apis. Pria paruh baya berperawakan besar tersebut menatap saya dengan tatapan menerawang, kemudian beliau bertanya tentang kesungguhan saya mempelajari Silat Pahaman.
ADVERTISEMENT
“Kamu yakin mau belajar Pahaman? Orang yang mau belajar di sini enggak bisa sembarangan, dan betul-betul harus dari panggilan hati,” ujar Mang Apis dengan nada serius. Merasa tertantang, saya yakinkan beliau bahwa saya bersungguh-sungguh mempelajari Silat Pahaman. Baru lah kemudian saya dan teman-teman mengikuti latihan di rumahnya setiap hari Jumat, pukul 9 malam.
Silat Pahaman cukup unik, jurus utamanya hanya berupa tujuh gerakan dasar yang kemudian dikembangkan secara bertahap menjadi beberapa gerakan memutar 360 derajat. Beberapa gerakan tersebut dinamakan Lima Pancer, Langkah Empat, dan Tiga Urung. Gerakan tangan ketika bertarung pun hanya tiga, yaitu Tangkep, Potong, dan Seliwa. Uniknya adalah gerakan tersebut dapat dikembangkan sendiri ketika dalam pertarungan berdasarkan pemahaman masing-masing pesilat, oleh karena itu dinamakan “Pahaman”.
ADVERTISEMENT
Awalnya saya belum tahu apa-apa tentang urut dan Kampung Bulu, hingga seminggu kemudian kami berangkat konvoi beramai-ramai menggunakan sepeda motor dan tiba di salah satu daerah di pinggiran Sawangan, Depok, yang bernama Kampung Bulu. Konon, di sinilah asal-usul Silat Pahaman dimulai.
Kami mendatangi sebuah pendopo yang di dalamnya terdapat dua buah makam. Makam tersebut merupakan makam Kiai Syiban, orang yang pertama kali mengenalkan Silat Pahaman kepada masyarakat Betawi menggunakan pendekatan agama. Kisahnya hampir mirip dengan cerita Wali Songo yang menggunakan medium wayang dalam menyebarkan ajaran agama Islam.
Makam Kiai Syiban diletakkan bersebelahan dengan makam istrinya, dan sudah menjadi tradisi bagi setiap murid Pahaman untuk ziarah ke makam Kiai Syiban. Menjelang bulan Ramadhan, biasanya ramai berdatangan kelompok Silat Pahaman dari berbagai daerah untuk berziarah ke Kampung Bulu. Beberapa di antaranya yaitu Pahaman Terogong, Pahaman Kedaung, dan Pahaman Cikarang. Saya sendiri tergabung bersama Pahaman Lebak Bulus.
ADVERTISEMENT
Setelah selesai ziarah ke makam dan membacakan doa-doa ayat suci Al-Qur’an, tiba-tiba saya bersama dua murid baru lainnya dipanggil oleh sang penjaga pendopo yang bernama Baba Na’rum. Beliau membawa sebuah botol berisi minyak silat yang terbuat dari minyak kelapa, cuka aren, dan entah campuran apa lagi. Sambil membacakan doa, Baba Na’rum mulai mengurut tangan serta bagian punggung saya.
Setelah selesai diurut, tangan saya disuruh untuk memukul-mukul sebuah batu berbentuk pipih berdiameter kurang lebih 20cm. Konon berfungsi agar ketika kita memukul seseorang, maka orang tersebut akan terasa seperti dipukul dengan sebuah batu. Namun hal itu tidak pernah saya buktikan karena sejak saat itu saya belum pernah memukul siapa pun dengan sengaja hingga saat ini. Efek jangka panjang pasca-diurut mulai terasa, yaitu refleks tangan saya menjadi sangat cepat dan efektif menepis serangan teman ketika sedang berlatih.
ADVERTISEMENT
Pada kesempatan lain, Mang Apis mengajak kami untuk bersilaturahmi dengan salah satu perguruan silat yang bernama Silat Cibitik. Kami rombongan Pahaman Lebak Bulus berangkat menuju kawasan Pasir Putih, Sawangan, Depok. Tiba di sana, kami disambut oleh sang guru besar Silat Cibitik bernama Ustaz Latief, kami memanggilnya “Tuan Guru”.
Setelah berbincang-bincang, Tuan Guru mempersilakan kami untuk berendam di sebuah sumur yang tak jauh dari sana. Sumur tersebut berdiameter sekitar 2 meter dengan kedalaman 1,7 meter. Airnya sangat jernih dan beliau menyarankan kami untuk berendam sambil membaca Al-Fatihah, salawat, dan beberapa surat pendek. Adapun menurut beliau, berendam di sumur tersebut bermanfaat baik bagi kesehatan, dan kami pun berendam secara bergantian.
Itulah beberapa pengalaman nyata yang saya alami ketika bergabung dengan Silat Pahaman. Ritual-ritual yang dijalankan pun tak lepas dari unsur keagamaan Islam sehingga jauh dari kata musyrik. Silat Pahaman dan beberapa silat tradisional lainnya memang sengaja tidak diikutsertakan dalam Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).
ADVERTISEMENT
Alasannya adalah para tetua Silat Pahaman tidak ingin silat ini dikomodifikasi dan dipertarungkan untuk mendapatkan gelar juara. Silat Pahaman tetap terjaga kemurniannya dan hanya berfungsi untuk melindungi diri dari bahaya yang mengancam.