Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Korean Wave di Indonesia saat Pandemi Covid-19
29 Desember 2020 14:36 WIB
Tulisan dari Rizqi Aulia Sakina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Korean Wave merupakan sebutan yang diberikan oleh para jurnalis Tiongkok pada pertengahan tahun 1999 yang mengacu pada pesatnya popularitas industri kebudayaan Korea Selatan yang disalurkan melalui musik dan drama (Korean Culture and Information Service, 2011). Di Indonesia, berkembangnya Korean Wave dimulai sejak tahun 2000 pada saat drama Endless Love ditayangkan di Indosiar dan ditayangkan ulang di RCTI dengan jumlah penonton yang tidak sedikit. Disiarkannya drama Endless Love sekaligus memberikan “ancang-ancang” bagi demam Korea Selatan yang pada saat itu juga tengah menjadi tuan rumah Piala Dunia 2002 (Nugroho:2012).
ADVERTISEMENT
Korean Wave dapat dikatakan sebagai suatu produk budaya populer yang masih terus berkembang hingga saat ini, terutama di Indonesia. Dalam beberapa kamus budaya, budaya populer sendiri dapat diartikan sebagai budaya masyarakat atau budaya orang kebanyakan. Dalam bahasa latin, budaya populer secara harfiah merujuk pada culture of the people (budaya orang kebanyakan). Sedangkan Hebdige (1988) memandang budaya populer sebagai sekumpulan artefak yang ada, seperti film, kaset, pakaian, acara televisi, alat transportasi dan sebagainya produk-produk yang dibawa oleh Korean Wave adalah musik, drama, makanan, hingga style berpakaian.
Dalam berkembangnya Korean Wave hingga menjadi produk budaya populer yang saat ini masih dinikmati oleh banyak kalangan, benar adanya pandangan dari kelompok feminis bahwasanya budaya populer itu merupakan penjahat sekaligus sumber kenikmatan. Budaya populer dikatakan sebagai penjahat karena secara tidak langsung dapat mengikis budaya asli yang dimiliki oleh suatu kelompok, dimana saat ini mulai banyak masyarakat yang lebih menikmati menonton Drama Korea dibandingkan dengan sinetron Indonesia, sedangkan budaya populer sebagai sumber kenikmatan telah membawa masyarakat untuk terus berpusat pada hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Adanya pandemi Covid-19 tidak menyurutkan antusiasme masyarakat dalam menerima hal-hal yang berhubungan dengan Korea, bahkan bisa dibilang banyak masyarakat yang sebelumnya tidak tahu mengenai Korea, mulai tertarik dengan hal-hal yang berhubungan dengan Korea. Salah satunya dalam hal K-Drama, dimana ada banyak orang yang mulai tertarik untuk menonton Drama Korea, bahkan membuat team untuk mendukung karakter dalam suatu drama. Begitu juga dalam K-Pop dimana Indonesia menempati posisi keempat dengan jumlah penggemar K-Pop terbanyak di Twitter sebagaimana data yang dirilis oleh Kpop Chart.
Penyebaran Korean Wave tidak bisa dipisahkan dari peran media sebagai penyebar informasi yang mempopulerkan suatu produk budaya, terutama media daring dan media sosial. Dalam hal ini media sosial memiliki peran yang lebih besar, contohnya di Twitter, dimana masyarakat saling bertukar informasi mengenai drama korea yang menarik dan seru untuk ditonton, berdiskusi mengenai kelanjutan dari suatu drama maupun berdebat mengenai akhir cerita tokoh dalam suatu drama. Bahkan, karena banyaknya masyarakat yang tertarik dengan drama korea di tengah pandemi ini, ada beberapa base drama korea yang bermunculan seperti @drakorfess dan @drakoridfess .
ADVERTISEMENT
Adanya pengaruh besar dari media sosial dalam mempopulerkan suatu produk budaya, dimanfaatkan oleh para agensi Idol K-Pop dalam rangka memperluas jaringan dan pengaruh K-Pop terhadap masyarakat di dunia. Salah satunya melalui Youtube, dimana mereka memutuskan untuk membuat konten-konten menghibur untuk fans. Adanya konten-konten tersebut tentu saja akan meraih atensi dari fans yang tidak dapat bertemu langsung dengan para idol, apalagi dengan adanya pandemi Covid-19 ini.
Selain adanya peran media dalam penyebaran informasi, ada lagi hal yang berperan lebih besar dalam penyebaran Korean Wave, yaitu khalayak. Dalam tradisi studi khalayak komunikasi massa ada dua pandangan mengenai khalayak, pertama khalayak sebagai audiens yang pasif, dimana orang hanya bereaksi atas apa yang dilihat dan dengar dari media. Khalayak tidak ambil bagian dalam diskusi-diskusi publik. Sedangkan pandangan kedua adalah khalayak merupakan audiens aktif dalam publik. Publik merupakan kelompok orang yang terbentuk atas isu-isu yang mengemuka (Hadi:2008).
ADVERTISEMENT
Dalam kasus Korean Wave ini ada beberapa masyakarat yang memilih untuk menjadi khalayak pasif dengan hanya sekedar ikut menonton saat ada drama terbaru dan ikut mendengarkan lagu saat ada comeback dari idolanya tanpa terlibat dengan interaksi sesama fans. Selain itu ada juga yang memilih untuk menjadi khalayak aktif, dimana mereka akan selalu berusaha untuk terus update mengenai idolanya melalui media sosial, membuka forum diskusi di media sosial mengenai idolanya, saling berbagi informasi dengan fans lain dan lain sebagainya.
Dalam mengkonsumsi sesuatu dari media, dalam hal ini media daring dan media sosial, khalayak didorong oleh motif-motif tertentu guna memenuhi kebutuhan diri mereka. Salah satu kebutuhan yang ingin dipenuhi khalayak adalah rasa ingin tahu dan kepuasan. Dengan melihat konten idola, membaca berita atau kabar mengenai idola melalui media sosial dan media daring membuat khalayak merasa kebutuhan mereka telah terpenuhi, mereka merasa puas karena rasa ingin tahu mereka terpenuhi dan perasaan senang akan memenuhi hati mereka. Selain itu, dengan adanya pandemi ini, motif khalayak dalam menggunakan media seakan-akan menjadi sama semua, yaitu mencari sesuatu yang mengibur dan dapat menghilangkan kejenuhan dan media menawarkan banyak konten Korea, seperti K-Drama dan K-Pop sebagai salah satu hal yang menghibur yang akhirnya dikonsumsi oleh khalayak sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan akan hiburan dan kejenuhan.
ADVERTISEMENT