Konten dari Pengguna

Menggali Peran Kelompok Epistemik dalam Kerja Sama Ilmiah Kolombia-Jerman

Rizqi Sari Dewi Girsang
Mahasiswa Magister Ilmu Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada
22 Juni 2024 12:25 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizqi Sari Dewi Girsang tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Negara Kolombia (sumber: https://www.pexels.com/)
zoom-in-whitePerbesar
Negara Kolombia (sumber: https://www.pexels.com/)
ADVERTISEMENT
Kolombia sebagai negara berkembang, telah mengarahkan fokusnya pada penguatan fondasi pembangunan melalui peningkatan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sistem politik. Meski begitu, tantangan besar dalam kekurangan tenaga ahli mendorong Kolombia untuk mencari solusi inovatif melalui kolaborasi internasional.
ADVERTISEMENT
Dalam melancarkan rencana tersebut, Kolombia memutuskan untuk menjalin kerja sama ilmiah salah satunya dengan Jerman karena negara tersebut maju di bidang akademik dan riset. Jerman berencana membangun prioritas pembangunan ekonomi terhadap Kolombia mulai dari peningkatan SDM dan penemuan ilmu pengetahuan baru untuk pembangunan di Kolombia. Dalam proses kerja sama ini melibatkan berbagai kalangan termasuk komunitas epistemik.
Komunitas epistemik dicirikan oleh pengetahuan dan nilai-nilai bersama. Komunitas epistemik mengacu pada komunitas profesional yang telah diakui keahlian dan otoritasnya dalam bidang tertentu yang biasanya terdiri dari akademisi, peneliti, dan mereka yang ahli di bidang tertentu kemudian disatukan oleh pemikiran yang sama untuk memberikan nasihat dan panduan mengenai pembuatan kebijakan dan proses pengambilan keputusan. Komunitas epistemik dapat mempengaruhi keputusan kebijakan melalui berbagai cara, termasuk memberikan nasihat ahli, melakukan penelitian, berpartisipasi dalam upaya diplomasi, membentuk keputusan kebijakan, dan membangun konsensus.
ADVERTISEMENT
Melibatkan kelompok epistemik dalam pembuatan kebijakan diperlukan untuk mendapat masukan ilmiah yang bisa digunakan untuk mendukung kebijakan yang akan dibuat. Dalam pembuatan sebuah konvensi atau bentuk rezim lainnya yang bersifat teknis juga membutuhkan kontribusi dari kelompok epistemik karena negara atau pembuat kebijakan tidak expert terhadap konteks kebijakan yang akan dibuat. Kelompok epistemik tidak hanya terlibat dalam kegiatan riset dan pendidikan, tetapi juga dalam perancangan dan pelaksanaan kebijakan yang terkait. Dalam kerangka legal yang ada, peran komunitas epistemik diakui dan difasilitasi melalui berbagai mekanisme.
Dalam implementasinya, kerangka legal kerja sama ini mencakup berbagai instrumen resmi seperti peraturan pemerintah, nota kesepahaman, dan kontrak kerja sama. Instrumen-instrumen ini memberikan landasan bagi semua aktivitas yang dilakukan oleh komunitas epistemik, termasuk pemberian dana riset, pengelolaan proyek, dan publikasi hasil penelitian.
ADVERTISEMENT
Negara atau pembuat kebijakan dapat menciptakan sebuah strategi soft power dari hasil ide dan kontribusi kelompok epistemik. Ketika para pembuat kebijakan berencana untuk mencapai koordinasi kebijakan internasional yang dalam perumusannya timbul ketidakpastian dan membutuhkan interpretasi dari kondisi tersebut, maka kelompok epistemik dibutuhkan untuk terlibat di dalamnya. Komunitas epistemik umumnya muncul di negara-negara dengan kapasitas penelitian yang baik dan mendapat dukungan dari pemerintah sehingga ilmuwan dapat menikmati otonomi dari negaranya yakni terlibat dalam pelaksanaan kerja sama salah satunya melalui kerja sama ilmiah.
Ilustrasi Komunitas Epistemik (sumber: https://www.pexels.com/)
Hubungan Kolombia dan Jerman terjalin dengan baik dan mengalami perkembangan yang cukup signifikan terutama di bidang pendidikan karena kedua negara meyakini bahwa pendidikan dan riset dapat meningkatkan pembangunan suatu negara. Pada tanggal 13 April 2011 Presiden Santos dari Kolombia melakukan kunjungannya ke Berlin untuk memperluas kerja sama, salah satunya dengan menetapkan kerja sama di bidang pendidikan, sains, penelitian dan inovasi.
ADVERTISEMENT
Perjanjian ini memberikan kerangka legal yang memungkinkan kedua negara untuk bekerja sama secara efektif dan terstruktur, memastikan bahwa semua inisiatif yang dilakukan dapat dievaluasi secara berkelanjutan. Perjanjian ini tidak hanya mencakup kesepakatan umum tentang tujuan dan ruang lingkup kerja sama tetapi juga detail-detail teknis seperti hak dan kewajiban masing-masing pihak, mekanisme pendanaan, dan cara pengelolaan hasil riset.
Perjanjian bilateral ini mencakup aspek penting:
1.Tujuan dan Ruang Lingkup: Menetapkan tujuan kerjasama dan ruang lingkup yakni pendidikan, riset ilmiah, dan pengembangan teknologi.
2.Hak dan Kewajiban: Mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak, termasuk kewajiban pendanaan, pertukaran informasi, dan hak kekayaan intelektual.
Organisasi seperti Layanan Pertukaran Akademik Jerman (DAAD) dan Alexander von Humboldt Foundation menjadi contoh konkret bagaimana komunitas epistemik berkontribusi dalam kerja sama ini. DAAD, misalnya, tidak hanya mengelola program pertukaran pelajar tetapi juga menjadi negosiator dan fasilitator bagi proyek-proyek riset yang melibatkan peneliti dari kedua negara. Peran ini difasilitasi oleh kerangka legal yang memastikan bahwa kolaborasi tersebut memiliki landasan hukum yang kuat, mengatur hak kekayaan intelektual, pembagian hasil riset, dan tanggung jawab administratif.
ADVERTISEMENT
Kolaborasi ini saling menguntungkan, Jerman dapat memperluas pengaruhnya di kawasan Amerika Selatan, dan Kolombia mendapatkan akses ke ilmu pengetahuan dan teknologi terbaru untuk pembangunan negaranya. Dengan peran penting komunitas epistemik yang diakui dalam kerangka ini, Kolombia dapat memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dari Jerman untuk mempercepat pembangunan dan mencapai tujuan nasionalnya.
Namun, terdapat tantangan dalam mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan teknologi baru ke dalam konteks lokal Kolombia. Perbedaan budaya dan sistem nilai dapat menimbulkan resistensi terhadap perubahan seperti adopsi teknologi baru di bidang pertanian yang menghadapi hambatan karena kebiasaan dan tradisi lokal. Selain itu, harmonisasi kebijakan dan regulasi antara kedua negara juga menjadi tantangan. Perbedaan dalam sistem hukum dan praktik administrasi dapat menjadi hambatan dalam implementasi kerja sama. Oleh karena itu, fleksibilitas dan penyesuaian terus-menerus diperlukan untuk memastikan bahwa kerangka legal tetap relevan dan efektif dalam menghadapi perubahan kondisi.
ADVERTISEMENT
Dengan melibatkan kelompok epistemik dalam kerja sama ini, Kolombia dapat memastikan bahwa pembangunan yang dicapai bersifat inklusif dan berkelanjutan, menghormati identitas lokal sambil mengadopsi inovasi global. Manfaat dari kerangka legal yang solid dalam kerja sama internasional ini sangat signifikan. Dengan adanya kerangka hukum yang jelas, Kolombia dan Jerman dapat memastikan bahwa semua aktivitas kerja sama berjalan lancar dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Rizqi Sari Dewi Girsang, mahasiswa Magister Hubungan Internasional UGM