Konten dari Pengguna

Apatisme Masyarakat Indonesia terhadap Presiden Pelanggar HAM

Rizqullah Arifin
Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
4 Oktober 2024 17:53 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rizqullah Arifin tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Siluet Seseorang. Sumber: Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Siluet Seseorang. Sumber: Dokumen Pribadi
ADVERTISEMENT
Prabowo Subianto adalah seseorang yang lahir pada 17 Oktober 1951, Ia adalah mantan jenderal TNI dan pernah menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus, satuan elite di Tentara Nasional Indonesia. Dan kini, Prabowo dikenal juga sebagai presiden karena baru saja memenangkan pemilihan umum pada tahun 2024 ini, yang sebelumnya juga pernah mencalonkan diri pada tahun 2014 dan 2019. Karir Prabowo dalam bidang militer dimulai pada saat ia secara resmi lulus dari Akademi Militer Nasional pada tahun 1974. Ia kemudian bergabung dengan Kopassus dan tidak menbutuhkan waktu lama bagi ia untuk naik pangkat. Selama karirnya, Prabowo terlibat dalam beberapa operasi militer, diantaranya operasi Timor Timur, operasi di Aceh, dan operasi di Papua. Selain itu Prabowo Subianto juga bertugas tatkala Indonesia mengalami kerusuhan pada tahun 1998. Pada saat itu jugalah Prabowo Subianto dituduh terlibat dalam tindakan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Tuduhan tersebut bisa mengarah pada Prabowo Subianto karena Prabowo Subianto diduga terlibat dalam penculikan aktivis, penghilangan paksa aktivis pro-demokrasi, serta diduga melakukan penganiayaan terhadap sandera-sanderanya.
ADVERTISEMENT
Kehadiran sosok Prabowo dalam panggung politik, khususnya setelah masa-masa reformasi, seringkali menjadi sebuah perdebatan banyak pihak terkait masa lalunya. Dalam konteks ini, penting bagi kita untuk memahami tentang bagaimana masyarakat kita memaknai sebuah sejarah. Banyak yang mengemukakan pendapat bahwasannya untuk menjadi seorang pemimpin apalagi pemimpin sebuah negara, seseorang harus memiliki pengalaman, rekam jejak atau track record yang bagus atau positif, selain itu juga harus memiliki nilai-nilai seperti kekuatan atau kemampuan manajerial yang bagus juga.
Meski Prabowo menempa beban sejarah yang cukup kelam, Prabowo mampu mengumpulkan suara atau dukungan yang cukup signifikan dalam pemilihan presiden di tahun-tahun sebelumnya. Dalam pemilu tahun 2014 dan 2019, Prabowo berhasil menarik cukup banyaj perhatian sang pemilih dengan iming-iming janji populis yang resonan dengan harapan masyarakat. Fokusnya pada isu-isu ekonomi, ketahanan pangan, serta keamanan nasional menjadi senjata utama untuk menjadi daya tarik perhatiannya.
ADVERTISEMENT
Keberhasilan Prabowo dalam meraih dukungan juga dipengaruhi oleh sebuah strategi yang mampu memanfaatkan sentimen nasionalisme. Ia seringkali membranding dirinya sebagai sosok yang memiliki simpatisan yang tinggi terhadap kedaulatan negara serta keamanan masyarakat. Namun sayangnya, Indonesia memiliki budaya politik apatisme terhadap rekam jejak. Budaya ini mendarah daging dalam kalangan masyarakat di mana loyalitas dan kekuatan seringkali jauh lebih dihargai dibanding komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia, pelanggaran HAM menjadi isu yang relatif terabaikan dan tidak menjadi sumber perhatian oleh masyarakat. Ketika masyarakat merasa terancam oleh ketidakpastian, mereka cenderung mengutamakan pemimpin yang menawarkan janji-janji stabilitas, bahkan jika pemimpin tersebut memiliki riwayat pelanggaran HAM yang berat.
Selain itu, peranan media dalam membentuk sebuah narasi publik tentang Prabowo juga tidak bisa diabaikan. Dalam era modern yang serba digitalisasi ini, berbagai platform media memberikan ruang bagi tokoh politik untuk membangun citra yang diinginkan. Prabowo, misalnya, telah sukses menggunakan media sosial dalam mendekati pemilih muda yang tidak melek politik dengan cara menyebarkan pesan-pesan nasionalis serta jargon-jargon yang menarik.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, media mainstream juga memainkan peranan penting dalam menciptakan narasi. Dalam banyak kasus, liputan medis terhadap Prabowo cenderung lebih fokus pada kampanyenya yang energik, sementara laporan mengenai pelanggaran HAM yang menjadi rekam jejaknya seringkali terabaikan. Hal ini yang membuat banyak dari kalangan pemilih tidak sepenuhnya menyadari akan rekam jejak buruknya.
Fenomena di mana sang Pelanggar HAM bisa menjabat presiden ini memiliki konsekuensi yang amat serius bagi demokrasi negara serta kepercayaan publik. Ketika individu dengan rekam jejak buruk dapat menduduki posisi penting, kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara akan kian menurun. Masyarakat merasa bahwasannya hak-hak mereka tidak dilindungi, institusi hukum yang seharusnya menjadi penegak keadilan justru beralih fungsi menjadi akat kekuasaan yang dimanfaatkan oleh para elit.
ADVERTISEMENT
Apabila hal ini terjadi terus-menerus, apatisme masyarakat akan kian meningkat, khususnya bagi generasi muda. Generasi muda akan kian skeptis terhadap proses-proses politik serta pemilihan yang ada. Mereka mungkin merasa bahwasannya memilih pemimpin baru tidak akan membawa dampak perubahan yang berarti. Dengan demikian, siklus ini dapat terus berlanjut di mana pelanggar HAM tetap dapat meraih kekuasaan tanpa adanya konsekuensi yang berat dari masyarakat ataupun pemerintahan. Miris. Namun, faktanya seperti itulah negara kita. Indonesia.