Koperasi Unit Desa (KUD) yang Mulai Terbengkalai: Masa Orde Baru

Riena Robiatul N
Saya Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Universitas Jember
Konten dari Pengguna
7 Juni 2024 9:56 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Riena Robiatul N tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
KUD Arjasa, Jember,Jawa Timur. Sumber: Pribadi.
zoom-in-whitePerbesar
KUD Arjasa, Jember,Jawa Timur. Sumber: Pribadi.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pada awal pemerintahan orde baru(1966-1998) untuk mengembalikan sistem penyuluhan pertanian ke asas-asas pertama, timbul gagasan kesukarelaan dan demokratis. Kebijakan revolusi hijau berkaitan erat dengan minimnya beras di pasaran kota besar pada masa pemerintahan Soekarno. Sejak masa kemerdekaan, impor beras awal 1960-an telah meningkat namun di akhir pemerintahan Soekarno mulai mengalami penyusutan drastis.
ADVERTISEMENT
Sedangkan dalam pemerintahan Soeharto, ketersediaan pangan khususnya beras sangat diperhatikan. Untuk mewujudkan gagasan tersebut, beberapa pihak yang berwenang dan Departemen Pertanian mengambil langkah membangun organisasi penyuluhan pertanian yang tumbuh kian mengakar di tingkat desa, dan memprogresifkan pendekatan serta cara penyuluhan pertanian.
Berhasilnya pembangunan pertanian pada masa orde baru erat kaitannya dengan keberhasilan kegiatan uji coba Panca Usaha Tani melalui pendekatan yang dilakukan oleh para mahasiswa dengan hidup selama enam bulan bersama keluarga petani guna membimbing dalam upaya penerapan.
Lambat laun Panca Usaha Tani dijadikan kebijakan nasional menjadi sistem Bimbingan Massal (BIMAS), suatu masukan yang terdiri dari: 1) penyediaan kredit oleh BRI, 2) sarana produksi mudah dan murah diperoleh para petani melalui penyalur, kios dan KUD, 3) pelayanan penyuluhan pertanian secara intensif melalui Penyuluhan Pertanian Lapangan (PPL) dari Dinas Pertanian dan, 4) pengolahan dan pemasaran hasil usaha tani melalui kelompok tani, KUD, swasta perorangan. Penerapan sistem BIMAS bertujuan supaya petani mampu berdiri sendiri (Harijati, S. 2014;20).
ADVERTISEMENT
Pada program BIMAS, pemerintah bekerja sama dengan perusahaan agribisnis international. Hal ini untuk menjamin produksi dan distribusi pupuk, pestisida, bibit dan penyuluhan. Selain itu untuk menjamin beras yang dikirim ke kota. Namun, program ini berakhir karena diberhentikan secara tiba-tiba (Gevisioner, dkk. 2017: 665).
KUD mulai berkembang di berbagai daerah pedesaan dengan keinginan untuk menambah sumbangsih, khususnya di daerah pedesaan. Upaya terus dilakukan untuk mewujudkan kehidupan KUD di sejumlah minimal satu kecamatan mempunyai satu unit KUD.
Kejayaan KUD tidak terlepas dari kemajuan usaha masyarakat pedesaan. Mayoritas KUD berjenis usaha pertanian dan industri rumah tangga.
Di tengah persaingan yang ketat, kehadiran KUD diharapkan mampu bersaing dengan para pelaku bisnis lainnya sebagai salah satu bentuk pemberdayaan ekonomi kerakyatan. Langkah kerja sama sebagai kemitraan bisnis adalah cara untuk dapat mengembangkan KUD dan secara etis sangat penting untuk mendapatkan dukungan maksimal dari investor besar melalui paket pelatihan.
ADVERTISEMENT
Perlu diakui bersama bahwa upaya KUD ini tidak terlepas dari kesulitan dan hambatan, baik dari segi permodalan, SDM, pengurus, kurangnya penguasaan teknologi informasi, lingkungan bisnis, maupun peruntukan administrasi/barang sebagai hasil. KUD juga menyediakan kredit yang diperoleh dari lembaga kredit dan pengusaha.
KUD juga berfungsi sebagai mencari jawaban pilihan atas persoalan para pemimpi usaha kecil, seperti pemberian kredit, pembentukan modal bersama melalui tabungan, pemberian sarana produksi, pelaku agroindustri, produk periklanan, dll.
Selain itu memberikan akomodasi melalui persiapan dan pelatihan kepada para pengusaha di upaya yang digelutinya, serta para pelaku bisnis di daerah pedesaan harus dikoordinasikan untuk memperkuat sikap negosiasi mereka dalam menghadapi persaingan dan membentuk asosiasi dengan berbagai pertemuan.
ADVERTISEMENT
Pembentukan KUD masih tergolong kecil, namun di pedesaan jumlahnya mulai banyak. Pemerintah secara formal memberdayakan peningkatan KUD. Penegasan ini ada di dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1984 khususnya Pasal 1 Ayat (2) yang menyatakan bahwa pembinaan KUD dikoordinasikan agar bisa menjadi pusat layanan kegiatan perekonomian di daerah pedesaan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional dan dibina serta dikembangkan secara terpadu melalui program lintas sektoral.
Terdapat faktor adverse selection, yang menjadi bukti di mana individu yang mendapatkan modal dari KUD memang memiliki upah yang lebih rendah dibandingkan individu yang tidak mendapatkan modal dari KUD yang akan dipinjamkan. Tugas KUD sangat dibutuhkan para petani untuk mendapatkan kredit modal agar kegiatan bertani mereka tetap berjalan lancar.
ADVERTISEMENT
Masyarakat juga mempercayai KUD, bahwa KUD membantu petani dalam segi kualitas produksi dan kesejahteraannya. KUD berperan penting dalam meningkatkan bantuan untuk petani karena petani yang berpenghasilan rendah umumnya akan mengkredit KUD untuk kebutuhan usaha tani yang dimilikinya.
Namun, tidak lama kehadiran KUD seolah terabaikan dan mulai terbengkalai. Hal ini bersamaan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, keberadaan KUD sebagai lembaga ekonomi sosial di daerah pedesaan seakan-akan “tenggelam” dengan hadirnya lembaga perekonomian lain yang dikenal dengan nama Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
Kegagalan KUD di masa lalu berdampak meninggalkan citra buruk terhadap lembaga koperasi pada umumnya. KUD yang amat dimanja oleh Pemerintah dengan berbagai fasilitas, dalam kenyataannya lebih banyak dinikmati dan disalahgunakan oleh segelintir pengelolanya, sehingga manfaatnya sama sekali tidak banyak dirasakan oleh masyarakat pedesaan. Akibatnya KUD ambruk dan mulai terbengkalai satu demi satu setelah tidak ada lagi fasilitas dari Pemerintah, bersamaan dengan berlakunya sistem perdagangan bebas.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itulah, sekarang hampir setiap desa di Indonesia telah memiliki BUMDes dengan berbagai jenis kegiatan usaha. Di sisi lain, keberadaan KUD di berbagai desa mulai "tersingkir" atau hanya tinggal nama. Salah satu KUD yang kini mulai terbengkalai dan sudah tidak terawat yaitu KUD Ajung dan KUD Arjasa di Jember, Jawa Timur dan KUD Ambon.
KUD Ajung, Kec. Kalisat, Kab. Jember, Jawa Timur (tampak samping). Sumber: Pribadi.
KUD Ajung tampak depan. Sumber: Pribadi.
KUD Arjasa, Jember, Jawa Timur. Tampak Depan. Sumber: Pribadi.
KUD Ambon. 1986. Kantoor Van de Pusat Koperasi Desa (KUD) te Ambon. Sumber: KITLV.
Dari kedua KUD Ajung dan Arjasa, memiliki kesamaan dalam bentuk bangunan, baik dari bentuk pintu, jendela, ruang samping, ruang depan bahkan atap bangunannya, namun yang membedakan, di KUD Ajung tidak lagi terdapat tulisan KUD, berbeda dengan KUD Arjasa dan KUD Ambon. Keberadaan KUD kini mulai terbengkalai, padahal dari beberapa sumber gambar di atas, dapat kita ketahui lokasi KUD tidak jauh dari permukiman.
ADVERTISEMENT